“Mas memang tak pernah mendukung mimpiku..
Begitulah kata Mia, ibu Ali dalam film Ali & Ratu Ratu Queens. Sebuah kalimat pembukaan yang udah bikin aku sebel sih. Tapi aku mencoba melanjutkan nonton, barangkali ada alasan lain Mia ngomong gitu ke suaminya. Barangkali ada pesan moral dibalik cerita Mia dalam ALi & Ratu Ratu Queens.
Oke deh sebelumnya mau cerita sedikit kalau film Ali & Ratu Ratu Queens disutradarai oleh Lucky Kuswandi setelah film panjangnya yang lain Selamat Pagi, Malam, & Galih dan Ratna. Film Ali & Ratu Ratu Queens ditulis oleh Gina S. Noer (Keluarga Cemara, Dua Garis Biru). Jadi Ali & Ratu Ratu Queens merupakan sebuah film keluarga yang menghangatkan hati. Mengaduk emosi juga karena gemes dengan kelabilan seorang pemuda 19 tahun yang cukup nekat memperjuangkan mimpi bertemu ibunya.
Table of Contents
Sedikit Bocoran Tentang Ali & Ratu Ratu Queens

Perempuan Boleh Bermimpi Kok! Pesan Moral Ali & Ratu Ratu Queens
Inti film ini adalah Ali (Iqbal Ramadhan) yang ingin menemukan mamanya di New York. Film dibuka dengan Ali kecil dan sebuah gambar patung Liberty. Impian Mia (Marissa Anita) untuk menjadi penyanyi di New York membuatnya meninggalkan Ali dan suaminya (Ibnu Jamil).
Ayah Ali memberi kesempatan istrinya selama 6 bulan di New York. Menurutku udah bagus banget lho suaminya memberi kesempatan buat Mia membuktikan diri selama 6 bulan di New York. Tapi Mia masih merasa kurang. Dia ingin lebih lama tinggal di sana. Oh c’mon..
Akhirnya ayahnya pun meninggal, dan membuat Ali mengambil keputusan untuk menemukan orang tua tunggalnya yang tersisa. Modal nekat, seorang pemuda datang seorang diri ke kota tempat mimpi mamanya berlabuh, New York.
Di sana dia bertemu dengan empat imigran Indonesia yang bermukim di daerah Quuens, Tante Party (Nirina Zubir), Tante Chinta (Happy Salma) Tante Ance (Tika Panggabean), dan Tante Biyah (Asri Welas). Bersama para tante, Ali berusaha menemukan ibunya dan melawan kenyataan pahit yang akan menghantamnya.
Ada banyak pesan moral, tentang keluarga, mimpi, passion bahkan sampai komunikasi suami istri.
Seorang Perempuan Tetap Boleh Bermimpi
Seorang ibu juga merupakan seorang perempuan bagi dirinya sendiri. Seorang ibu boleh saja mendedikasikan hidup untuk anak dan suaminya. Memang itu tanggung jawab seorang ibu, tapi sebagai perempuan dia juga berhak memiliki mimpi untuk dirinya sendiri.
Seorang ibu tentu saja harus punya me time untuk menjaga kewarasannya. Susah lho kalau ibu ngga punya waktu untuk melakukan hal yang disenanginya. Bisa gila! Minimal hal remeh seperti, mandi lebih lama, nonton drakor, bikin indomie pake telor tengah malam, bahkan seremeh jajan ke indomaret sendirian. Haha!
Ibu juga perlu upgrade diri dengan menekuni hobinya, mengembangkan skill dan passionnya. Kalau aku kan suka nulis, jadi aku lumayan sering ikut kelas menulis bikin antologi bahkan optimasi blog. Itu me time buat aku. Nah kalau Mia, si mamanya Ali ini sukanya nyanyi. Ya bolehlah nyanyi, siapa juga yang ngelarang. Suaminya aja ngijinin kok. Tapi dengan S&K tertentu. Batas waktu 6 bulan itu tadi. Pas suaminya telpon, bilang gini..
Mas memang nggak pernah mendukung mimpiku..
Aihsss gemes kan. Pernah ngga tuh si Mia ngertiin Mas suaminya. Ya kalau mas ngga ngedukung, pasti Mia ngga akan boleh berangkat ke New York dong ya. Aku membayangkan berada di posisi suaminya mbak Mia. Piye tho, nelongso. Sampai akhir hayatnya. Mia lebih memilih dunianya sendiri padahal Mia adalah semesta bagi Ali dan suaminya. Mia lebih dari apapun bagi anak dan suaminya. Ada seseorang yang bergantung padanya. Ada anak yang harus dia jaga, dia beri pendidikan, pelajaran tarbiyah. Seorang anak yang mungkin kelak bisa mendoakannya saat ia telah tiada. Seorang suami, di mana surga adalah melalui ridhanya.
Aku butuh istriku.
Begitu kata suaminya mbak Mia. Speechless kan.
Tapi Mia memilih egonya. Dia tidak pulang. Tidak pernah pulang. Yah mungkin saja Mia punya alasan lain yang tidak pernah kita pahami. Tetap saja sih ya, kita ngga bisa melabeli seseorang kalau ngga mengerti keadan yang sedang mereka alami.
Kau sudah jadi semuanya di sini. Kau ibu yang baik.
Apakah yang dia dapatkan di New York sudah setimpal? Apakah dia menjadi penyanyi hebat? Sayangnya tidak. Dengan segala pengorbanannya meninggalkan keluarganya, sayangnya dia tidak mendapatkan mimpinya.
Seorang ibu boleh tetap bermimpi. Seorang perempuan boleh tetap terbang tinggi asal tidak melampaui batas. Semua ada porsinya. Bagaimana kita seharusnya bijak menempatkan diri. Ada hak orang lain yang harus kita jaga, ada tanggung jawab besar yag menjadi amanah. Ada ridha yang harus kita perjuangkan. Ada surga yang menjadi tujuan akhir. Tinggal kita yang memilih mau masuk lewat pintu yang mana?
Apakah semua pengorbanan kita akan mendapatkan hasil akhir yang setimpal?
Setiap perempuan memiliki tantangannya sendiri dalam menjalankan perannya baik sebagai diri mereka sendiri, sebagai ibu dan sebagai istri. Ibu harus belajar bagaimana mendidik anak dengan baik, bagaimana mengelola keluarga dengan baik, bagaimana bisa mandiri dan memiliki jati diri, dan bagaimana para ibu belajar agar bermanfaat bagi dirinya, keluarganya dan lingkungan sekitarnya.
Jawabannya ya tergantung bagaimana kita menyikapinya. Bagaimana kita menentukan prioritas dan tanggung jawab. Semua sesuai porsinya.
Bagi dunia ini mungkin kamu hanyalah seseorang, tapi bagi seseorang kamu adalah dunianya.
Bill Wilson
Sayangnya sampai akhir cerita Mia Harrington tetap membuatku kecewa dengan pilihannya.
Berani Bermimpi dan Memulai
Menurutku usia 19 tahun bukan rentang usia anak-anak lagi deh. Jadi kita udah berani menentukan pilihan ke mana harus melangkah. Remaja? Dalam Islam tidak ada definisi remaja.
Istilah remaja untuk menandai suatu masa dalam perkembangan manusia. Masa terjadi guncangan, pencarian jati diri, dan peralihan dari masa anak menjadi dewasa. Terhadap masa-masa itu, orang memberi pemakluman atas berbagai perilaku sang remaja. Remaja adalah kondisi kedewasaan fisik yang belum diimbangi oleh kedewasaan psikologis, sosial dan finansial. Sebuah kondisi yang seharusnya tidak terjadi. Itu hanya pengamatan terhadap masyarakat Eropa oleh para psikolog Barat.
Justru dalam Islam hanya ada istilah aqil baligh. Aqil adalah kedewasaan psikologis sedangkan baligh kedewasaan biologis. Aqil baligh merupakan penanda batas sempurna seorang anak yang belum ditulis amal dosanya dengan orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap perintah dan larangan agama. Batas ini tidak memberi masa peralihan, apalagi terlena dengan istilah remaja. Setelah muncul penanda baligh, maka seseorang sudah bertanggungjawab penuh atas segala perbuatannya, amal salihnya berpahala atau amal salahnya berdosa.
Usamah bin Zaid menjadi panglima perang pada usia 17 tahun. Bayangkan seorang anak bisa dilatih memimpin berpuluh ribu pasukan? Seharusnya selain melatih anak-anak untuk salat dan mengaji, orang tua juga dianjurkan melatih seorang anak mandiri di usia 15 tahun. Faktanya adalah jutaan pemuda belasan tahun yang sudah mampu bereproduksi di usia 15 tahun, harus menunda kedewasaan sosial dan ekonominya sampai usia 25 tahun. Gap jeda 10 tahun ngapain aja? Ini yang bisa menimbulkan anak-anak menjadi generasi serba salah.
Jadi kalau Ali memutuskan mencari mamanya di usia 19 tahun, entah karena penasaran, atau karena mengejar mimpi, yah emang dia udah dewasa untuk memutuskannya. Meskipun akhirnya gagal, setidaknya kita sudah berani mencoba. Dengan segala konsekuensinya. Atau malah terlambat untuk memulai bermimpi di umur segitu? Seperti aku ini hahah. Udah lulus kuliah masih ngga ngerti mau dibawa ke mana meneruskan langkah. Stuck di lingkaran anak Indonesia pada umumnya, TK-SD-SMP-SMA-Kuliah-Kerja-Menikah-Punya Anak. Kuliah buat apa? Buat nyari kerja!
Baca Juga:
Home is not a Place, It’s a Feeling
Akhirnya Ali menemukan Mamanya. Ngga menye-menye dengan adegan anak dan ibu yang bertemu setelah sekian lama berpisah lantas berpelukan. Mia belum siap dengan kehadiran Ali.
Ali menemukan sosok keluarga malah di tempat yang jauh dari tempat tinggalnya. Empat perempuan yang menerima Ali apa adanya. Eh ditambah anaknya Tante Ance, Eva (Aurora Ribero). Support system saat butuh tempat bersandar.
Baca Juga:
Para diaspora yang memupuk harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik, jauh dari rumah tempat tinggal mereka. Justru mereka menemukan rumah di sana. Bagaimana bertahan hidup, bekerja keras, dan mengejar mimpi dengan alasan yang bermacam-macam.
Blood is thickher than water
Tapi tanpa hubungan darah pun, Ali bisa menemukan keluarga. Rumah yang menampung semua mimpi keluarga dengan optimis. Ada banyak jalan agar kita menjadi satu keluarga. Seperti ada banyak jalan untuk mencintai dan jadi diri sendiri.
Baca Juga:
Review Film To All the Boys I’ve Loved Before dan 5 Pelajaran Hidup
One Way, Jalan Satu Arah yang Punya Banyak Kejutan
Bagian ini mungkin udah hampir di ending film yah, sebuah perjalanan baru yang tidak mudah untuk Ali. Terkadang hidup memang bisa membawa kita ke arah berbeda, melenceng ngga sesuai harapan kita. Tentu saja manusia boleh berencana, tapi manusia tidak punya kuasa untuk menentukan. Ali yang awalnya ingin menemukan Mamanya, malah menemukan keluarga baru. Menemukan inspirasi baru, dan melanjutkan pendidikan di kota yang dicintai Mamanya melebihi dirinya. Semoga ada sedikit pesan moral dari film Ali & Ratu Ratu Queens yang bisa dipetik hikmahnya.
Seperti New York, kota yang punya banyak jalan satu arah. Tapi juga memberi jalan lain untuk dileawati.
Karena nggak ada orang yang sempurna, dan tidak pernah ada mimpi yang sempurna. Tapi selalu ada proses yang membahagiakan.
Saat kita belajar saling menerima.
My location unknown
Tryna find a way back home
To you again
I gotta get back to you
Gotta, gotta get back to you
‘Cause I will never find love like ours out here
In a million years
A million years
Malang, 19 Juli 2021
29 Komentar. Leave new
Rumah bukan selalu berarti sebuah tempat, melainkan perasaan.
Ah iya ya. Pada sebuah tempat yang disebut rumah, belum tentu bisa menemukan sebenar-benarnya diri bersama sekelumit kenyamanan yang seharusnya ada di dalamnya.
Bener banget mba. Kadang juga ada yang merasa ngga nyaman tinggal di rumah sendiri. Makanya kita sebagai orang tua harus bisa membuat rumah menjadi tempat tujuan untuk “pulang”.
rumah yang hangat adalah sebuah idaman :’)
Setujuuuu.
Setuju dengan statement tidak ada mimpi yang sempurna, namun boleh lah kita mengusahakan mimpi itu dengan cara kita sendiri meski tidak jadi nyata setidaknya kita punya mimpi akan masa depan yang baik
Seenggaknya kita sudah berusaha, sekalipun tak terwujud, kita tidak akan pernah menyesal karena sudah mencoba. kan?
Bun, ketika dimana-mana pada ngomongin ini film, sementara aku belum nonton.
Yang main dek iqbal sih, jadi cuss wkwkwk
kalimat ini “Karena nggak ada orang yang sempurna, dan tidak pernah ada mimpi yang sempurna. Tapi selalu ada proses yang membahagiakan.” bener-bener bikin aku mikir soal mimpiku sendiri. Kayaknya filmnya seru, suasana keluarganya ada meski bukan hubungan darah
Saaamaaa, seperti berkaca pada mimpi dan passion diri sendiri..
Setuju mbak, perempuan tetap boleh bermimpi, tapi juga tetap harus ingat tempatnya berpijak. Aku pun gemes waktu nonton film ini, nggak ngertiin mimpinya gimana sih, la wong suaminya udah baik banget memperbolehkan dia mengejar mimpinya sampai ke New York.
Hanya saja yang aku nggak paham dari film ini, kalau memang hanya mau mengejar jadi penyanyi, kenapa harus ke New York, di Indonesia kan ya bisa ya. Malah masih bisa tetap ketemu anak suami. Atau mungkin pengen berkarir di Broadway gitu ya..
Emang sih ngga dijelaskan secara detail yah. Pengen kaya Agnezmo kali yang go internesyenel wkwkwk. Yang jelas bikin bete aja udah jauh-jauh ke NY ga jadi penyanyi eh dapet keluarga baru.
Enggak mudah ya mewujudkan rumahku surgaku. Kadang ego bisa mengalahkannya. Jadi bertanya-tanya kenapa justru Ali yang mencari ibunya ya, bukan ibunya yang menemukan Ali dg mudah..tetapi emang filmnya mengisahkan pencarian Ali sih..
Bener, makanya masih jadi PR banget agar anak-anak pulang ke ‘rumah’
suka banget sama film ini, pertama rilis langsung nonton, dan udh nonton sampai 5 kali dalam sebulan dg reaksi yg masih sama, nangis-ketawa-nangis gitu terus samapi film selesai ya huhu.. pesannya dalem banget sih ini ttg ibu yg meraih mimpi tp jd kehilangan segalanya karena tanpa perhitungan dan dukungan yg mantap 🙂
Tuh kan bener. Emang sih terlepas pro kontra, emang film ini bisa banget dinikmati bareng keluarga..
Masyaallah keren ih, aku jadi pengen nonton juga. ulasannya bikin aku tergugah nih apalagi kalimat pertama yang di ucap itu.. memang bikin penasaran.
Iya deh mba Rinnn buruannn
wah aku udah nonoton sih mbak filmnya, eh kenapa baru dapat feelnya setelah membaca tulisan ini ya
jujur aku merasa banyak scene yang terpotong dan agak kurang dapat gitu dengan sambungan scene sebelumnya.
tulisan mbak ini malah bikin aku mulai menyadari sambil mengingat-ingat scene pas ada dialog itu hahaha
iya iya betul banget, home is feeling.
duh gemes sama sok imah hahahaha suoboyonya itu lho bikin gemesh
Semoga dapat insight baru ya mbaa, emang sih kalau home tentang feeling..
Iyah tante Biyah gokiilll
Suka deh kalo ada film tentang perempuan gini. Jadi penasaran sama filmnya dong
Lihat aja bareng keluarga mba
Nah film Indonesia kayak gini nih yang saya tunggu, gak alay dan memotivasi anak muda jaman skrg. Auto masuk list wajib tonton nih
Siap, biar berani mengejar mimpi
Bener banget, meskipun pada umumnya perempuan itu dibebani dengan tanggung jaab mengurus rumah tangga, tapi beri kesempatan perempuan untuk meraih mimpinya, Dukung dia cukup dengan restu dan doa. Btw filmnya menarik banget nih, jadi pengin nonton.
Makanya mbaa, jangan udah jadi ibu dan sibuk sama anak jadi mengubur mimpi hehee
Wah keren nih filmnya. Penasaran jadi pengen nonton sendiri
iyaa lumayan kak
[…] Perempuan Boleh Bermimpi Kok! Pesan Moral Ali & Ratu Ratu Queens […]