Hai, Miiko! 33: Pelajaran Parenting Nggak Perlu Muluk-Muluk

Hai, Miiko! 33 Pelajaran Parenting Nggak Perlu Muluk-Muluk
Hai, Miiko! 33 Pelajaran Parenting Nggak Perlu Muluk-Muluk

Baru kali ini saya menulis ulasan tentang komik, tentu saja bagi saya Hai, Miiko memang spesial. Bertahun-tahun membaca mulai dari entah kapan dan mengoleksi tiap edisinya. Apakah saya kekanakan? Tentu saja iyaaa hahaha.

Enggak ding! Para pecinta Miiko bahkan yang dewasa bareng saya, pasti mempunyai alasan mengapa Miiko selalu mempunyai tempat khusus di hati.

Miiko mengajarkan saya banyak hal tentang kebutuhan anak-anak akan cinta, persahabatan, persaudaraan, pengakuan, kasih sayang, kerja sama, kekompakkan, ketulusan, dan tentu saja apa yang seharusnya dilakukan seorang ibu pada anaknya.

Jadi ini mah relate banget untuk semua umur sih. Apalagi Hai, Miiko no 33 ini bener-bener banyak pelajaran parenting yang menurut saya nggak muluk-muluk tapi bisa ngena banget. Selama ini baca buku parenting tebel yang isinya teori juga kadang malah bikin bete dan ngantuk!

Menurut saya, tidak setiap teori parenting bisa diaplikasikan pada semua keluarga. Tiap keluarga punya resep khusus dan harus trial juga untuk pengasuhan dalam keluarga mereka.

Kondisi masing-masing keluarga juga berbeda, pun kebutuhan dalam mengasuh anak-anak. Tentu saja sebagai orang tua, kita harus terus belajar sampai menemukan formula yang pas.

Mengasuh anak adalah pelajaran seumur hidup, seperti merawat pernikahan juga. Saat baca Miiko tuh kaya yang seneng banget sih melihat dunia anak-anak sebagaimana anak-anak seharusnya.

Bukan anak-anak yang demen main tiktok, main mobile legend, bahkan sampai kisruh Zahra yang ceritanya harus di poligami saat umur pemainnya masih 15 tahun! Tugas menjadi orang tua semakin berat bosquuu.

Baca Juga:

Belajar Pendidikan Karakter dari Maruko-chan

Miiko dan Kawan-kawan Terakhir Duduk di Bangku SD

Mengapa Hai, Miiko! 33 ini spesial? Yap! Mereka semua akan segera menjadi murid SMP di volume selanjutnya. Jadi nomor 33 ini adalah terakhir kalinya mereka duduk di bangku SD.

Rasanya sedih juga karena akhirnya mereka akan benar-benar dewasa? Lebih ke tidak sabar juga sih. Bagaimana hubungan selanjutnya Yamada Miiko dengan Eguchi Tappei? huhu.

Kok tahu sih Miiko mau SMP? Emang Ono Eriko ngasih bocoran? Tentu saja!

Ada bagian Miiko harus memesan seragam SMP sama mamanya T__T

Kisah Rinka-Chan

Lagi-lagi Ono Eriko sukses menyisipkan psan moral pada volume ini. Setiap volume tentu saja kita bisa menemukan pesan moral parenting yang nggak muluk-muluk. Kisah Rinka-Chan ini sangat penting untuk disadari karena berhubungan erat dengan penyiksaan anak/child abuse. 

Jadi ceritanya Miiko berkenalan dengan Rinka-Chan di Rumah Anak. Serunya di Jepang tuh, ada tempat bermain kaya Rumah Anak gini dan anak-anak bisa bermain sambil baca buku bareng gitu. Seru!

Rinka-Chan diajak main ke rumah Miiko dan kebetulan di rumahnya pas ada mamanya juga. Nggak sengaja Miiko numpahin teh yang ada di atas meja. Saat itu Rinka-Chan langsung ketakutan dan memberikan respon aneh. Dia gemetaran sambil menutup wajahnya.

Miiko berusaha menenangkan dan bilang kalau ibunya nggak bakal marah, karena Miiko biasa melakukannya (menumpahkan minuman). Dasar Miiko wkwkwk.

Ibu memukulku dengan penggaris, perut.. dan punggungku juga..

Tangan Rinka-Chan penuh lebam
Tangan Rinka-Chan penuh lebam

Mama Miiko melihat kalau tangan Rinka-Chan penuh dengan lebam. Tapi Rinka-Chan bilang kalau semua ini salahnya, dia nggak pernah bisa membantu ibunya. Seolah-olah semua kesalahannya dan wajar dong kalau ibunya marah-marah. Padahal..

Rinka-Chan sama sekali nggak salah.

Begitu kata mama Miiko. Ibu Rinka-Chan juga perlu bantuan. Ada tempat yang bisa membantu memberi saran agar kondisi Rinka-Chan dan ibunya lebih baik dari saat ini. Setelah Rinka-Chan pulang, mama Miiko menghubungi tempat bernama fasilitas konseling anak.

Sebenernya banyak juga kasus seperti Rinka-Chan yang sudah kita ketahui. Tapi banyak juga yang menimbulkan lingkaran setan karena tidak ada penanganan. Sampai saat si anak dewasa akan menimbulkan trauma dan memiliki inner child yang belum tuntas. Sampai akhirnya anak tadi akan melanjutkan estafet penyiksaan pada anak-anak mereka kelak.

Saat Miiko bilang, “Aku juga nggak terlalu bisa membantu. Tapi mama nggak pernah memukulku!“, di situ rasanya saya jadi merasa tertampar. Kadang saat anak-anak melakukan kesalahan sepele seperti menumpahkan isi gelas, mainan gincu, nggak ngeberesin mainan, udah bikin saya naik pitam dan teriak-teriak.

Pernah juga hampir memukul. Saya masih belum pandai mengontrol manajemen emosi. Jadi di suatu titik, saya lebih legowo saja. Biarkan aja deh mereka eksplorasi, mereka juga menumpahkan sesuatu karena nggak sengaja, kan?

Biarkan mereka melakukan sesuatu layaknya anak-anak yang penasaran dengan semua hal. Masa iya saya mau membatasi rasa ingin tahu mereka? Banyak-banyak bersyukur aja saat rumah berantakan, tandanya mereka sehat dan bahagia.

Catatan Komikus:

Harapan  bisa menyampaikan pada anak-anak bahwa, “Mereka bisa mengandalkan orang dewasa di dekatnya”. Ono Eriko tidak bisa melupakan ucapan penyuluh di Fasilitas Konseling Anak tempatnya mengambil data..

Menyelamatkan anak sama juga dengan menyelamatkan orang tua.

Ono Eriko juga melampirkan nomor yang dapat dihubungi untuk menolong anak-anak yang membutuhkan konsultasi.

Episode Festival Olahraga

Jadi setiap tahun selalu diadakan lari estafet, dan ini tahun terakhir mereka. Harapannya lari estafet kelas 6 yang biasanya meriah harus memberi kesan juga kali ini.

Panitianya adalah Yuko dan Kenta yang merupakan pasangan resmi di kelas. Hihi. Karena ini adalah pertandingan antarkelas maka semua harus ikut mengambil peran, di mana kuncinya adalah pada urutan lari. Masalahnya adalah.. Yuta!

Lari estafet kelompok memerlukan kerja sama yang baik. Yuta harus menurunkan berat badan!

Di sini mulailah bullying. Masalah berat badan memang menjadi sasaran empuk untuk bullying sepanjang masa. Kenta sebagai panitia sepertinya punya tanggungjawab berat bagaimana agar kelompok mereka menang.

Tentu saja dia harus memacu Yuta untuk menurunkan berat badan, entah dengan olahraga atau mengurangi ngemil. Yuta jadi merasa tertekan dan memang ini bukan hal yang mudah buatnya. Sampai dia berandai sebaiknya nggak ikutan saja pas festival lari, biar nggak menyusahkan.

Untung saja Yuta datang saat hari H. Tapi Kenta sekali lagi membuat mental Yuta menciut saat bilang sesuatu yang menyakitkan.

Saat Kenta emosi, tidak sengaja dia menjatuhkan peralatan audio dan menjadi rusak deh. Hal ini bikin pelari jadi nggak semangat dong karena nggak ada musiknya.

Kemudian tak disangka, Yuta bermain piano yang membangkitkan semangat semua orang. Sampai tibalah giliran Yuta yang lari.

Dia benar-benar berusaha keras sampai wajahnya merah padam ngos-ngosan. Semua keringatnya terbayar saat tongkat terakhir dari Miiko menuju Tappei. Pelari terakhirnya Tappei dan bisa ditebak, mereka bisa memenangkan lari estafetnya. Yay!

Sekali lagi, bullying bukan menjadi rahasia umum lagi. Tidak hanya di sekolah tapi bisa juga di rumah bahkan oleh orang tua sendiri. Sedikit kata yang mungkin melukai hati anak-anak.

Kamu kok nggak bisa-bisa sih. Ini kan gampang banget!

Pernah nggak denger hal sepele kaya gitu ke anak-anak saat mengajari mereka belajar? Pasti sering. Seorang ibu yang kehabisan kesabaran mengajari anak-anak tapi anaknya mulai hilang fokus, nggak ngerti-ngerti, dan kesannya nggak dengerin. Padahal mungkin saja, cara belajarnya tidak sesuai dengan kebutuhan gaya belajar anak. Ada anak yang belajarnya auditory, visual, dan kinestetik. Kalau nggak sesuai dengan gaya belajar mereka ya tentui saja jadi lebih susah nyantolnya, bukan?

Baca Juga:

Bermain Asyik Sesuai Gaya Belajar Anak

Anak-anak kan nggak suka dipaksa, gimana cara orang tua putar otak mewujudkan bermain sambil belajar. Seperti Yuta, mungkin saja dia kurang di bidang olahraga, tapi menonjol di bidang musik.

Tugas kita adalah menggali potensi anak. Nggak semua anak bisa bahasa ataupun matematika. Bisa juga mereka mahir di kesenian. Kita tidak bisa menilai seekor ikan pandai dengan memaksanya terbang, bukan? PR juga buat saya yang sumbu pendek saat mendampingi anak-anak belajar. Wkwkwk.

Momo-Chan Belajar Memakai Toilet

Cerita berawal dari Miiko yang sebel tuh disuruh mamanya belanja popok buat Momo-Chan. Hihi. Terus pas sepulang belanja, eh ketemu temennya yang adeknya notabene satu sekolah sama Momo.

Namanya Yuma. Nah si Yuma udah nggak pake popok, jadi kalau pipis udah bisa ngomong dan mau ke toilet. Miiko sampe keheranan. Lucu deh ekpresinya. Terus jadi makin bete lihat popok adeknya.

Miiko akhirnya berusaha membujuk Momo buat pipis di toilet, dengan segala cara. Mamapun udah beliin Momo celana dalam buat belajar.

Eh, Miiko malah bilang, “Iya! Tadi aku bertemu dengan Yuma dan dia sudah belajar pakai toilet”. Ngomong gitu di depan Momo dong. Kebetulan di situ ada Mamoru, bilang..

Jangan bicara seperti itu di depan Momo. Dia bisa mengerti, lho!

Hal kecil kaya gini juga bikin saya belajar. Jangan pernah sekalipun membandingkan anak, di depan anaknya langsung. Jangan pernah membandingkan anak satu dengan yang lain. Mungkin mereka masih anak-anak, tapi mereka juga pasti tidak suka dibandingkan dengan orang lain. Meskipun saya masih sering kelewatan kaya gitu. Haduh! Kadang masalah sepele sih.

Kakakmu aja udah nggak ngompolan pas seumuran kamu.

Eh, lihat adekmu aja makannya habis.

Temen ibu, anaknya ada yang udah bisa baca lho.

Dan entah berapa kalimat sindiran, labeling, dan banyak perbandingan yang harus segera dihilangkan.

Baca Juga:

Kesalahan Mengajarkan Membaca Sebelum Belajar Mendengar

Sampai esoknya, Miiko harus memesan seragam SMP ke kang jahit. Ternyata seragamnya kegedean dong di ukuran badan Miiko yang mungil bingits. Padahal itu juga udah ukuran paling kecil.

Jadi Miiko harus memesan seragam dengan ukuran khusus deh. Miiko jadi bete dong. Untungnya mama Miiko membesarkan hatinya.

Itu karena ukuran tubuh masing-masing orang berbeda.

Jadi, bukan sesuatu yang harus membuatmu gelisah!

Saat pulang Miiko jadi menyadari suatu hal yang penting. Dia minta maaf sama Momo, karena tentu saja masa lepas popok masing-masing anak itu berbeda.

Momo-Chan bisa ke toilet sendiri

Ini juga bikin saya trenyuh. Saat ini saya sedang fase terrible two. Agak sering senewen juga mendampingi genduk toilet training. Inget-inget masa kakaknya dulu, ternyata saya juga bisa melaluinya dengan cukup baik.

Meski kadang berubah menjadi momster saat anak tiba-tiba ngompol di malam hari. Haha. Tapi alhamdulillah sebelum 3 tahun, mereka bisa lulus toilet training. Sekarang giliran si bontot. Tentu saja, saya tahu kalau tiap anak punya waktunya sendiri. Jadi saya nggak ngoyo, dan banyak legowo.

Daripada marah-marah yang tambah bikin pusing, dan tetep aja besoknya ngompol lagi. Sekarang genduk sudah sampai tahap bisa bilang kalau mau atau sudah pup. Alhamdulillah sebuah progress yang bagus.

Toilet training sama halnya dengan menyapih, butuh kesiapan dua belah pihak. Harus dengan cinta, eyaa. Mental ibunya terutama. Jangan jadikan anak kambing hitam emosi ibu saja.

Atau balapan keren dengan sesama emak yang anaknya udah beres lepas popok duluan. Tetep sama-sama dua-duanya berjuang dan belajar. Yang paling penting, ibu harus punya stok sabar dan telaten yang buanyaaak! Hehe.

Seperti Miiko yang bisa menerima proses belajarnya Momo, saya pun. Episode ini saya belajar banyak menerima dan tidak membanding-bandingkan perjalanan pertumbuhan masing-masing anak.

Setiap anak adalah unik. Setiap anak punya waktunya sendiri. Jadi kita nggak perlu gelisah dengan keadaan saat ini 🙂

Akhir kata, membaca Miiko selalu menghibur dan menyenangkan. Sayangnya terbitnya lamaaaa banget bisa setahun sekali T__T.

Rasanya sudah nggak sabar melihat Miiko dan kawan-kawan memakai baju seragam SMP. Menunggu pengalaman baru di kehidupan teenagers? Hiyaaaa masa-masa remaja memang selalu penuh misteri dan mendebarkan. Menunggu kelanjutan romantismenya Miiko dan Tappei yang uwuuuu 😀

Malang, 3 Juni 2021

28 pemikiran pada “Hai, Miiko! 33: Pelajaran Parenting Nggak Perlu Muluk-Muluk”

  1. Saya juga suka baca komik. Walaupun sudah dewasa saya juga masih suka baca2 komik bahkan saat sekolah dulu. Ada pesan moral ya kak setelah saya baca ulasan kakak bahwa setiap anak itu unik dan perlu pendamping yang mengerti akan gaya belajar mereka. Miko 33 ini layak dibaca juga, karena pastinya setelah sekolah SMP dan SMA akan ada masa2 remaja yang penuh cinta dll.

    Balas
    • Baca komik emang bukan buat anak-anak doang sih. Kadang emak-emak selain nonton drakor juga perlu bacaan ringan ya bang hehe.
      Iyaa hahaha masa remaja masa yang berapi-api.

      Balas
  2. Komik ini sepertinya seru… Pengen bacaa.. apa di Gramedia atau toko buku lainnya masih menyediakan volume satu sampai 33?

    Balas
  3. Aku pun masih belajar mengontrol emosi pada anak, klo teriak masih aku mah hihihi….

    Iiihh kok aku jadi penasaran yac sama komik Hai, Miiko 33, di gramedia ada kan yah?

    Balas
  4. Menurut saya, komik sekarang nggak lagi dikonsumsi oleh anak-anak saja, buktinya orang dewasa pun banyak yang menggemari komik, termasuk saya juga. Dulu sempat beli rutin komik Donald Bebek, tapi sekarang nggak tau deh masih ada atau udah punah.

    Seru juga kalau ada karakter kartun beranjak dewas, kayak si Miiko ini. Coba bandingin sama Upin Ipin atau Nobita, dari dulu nggak pernah lulus sekolah….

    Balas
    • Donald Bebek saya juga baca, kayanya kemaren ada seri terakhir bukan sih?
      Wkwkwk iya ipin ama nobita ngga lulus2. Tapi stand by me Nobitanya sampe nikah..

      Balas
  5. Bacaan semacam ini menjadi semacam alternatif hiburan bagi kita. Mungkin kita terbiasa membaca buku-buku serius yang isinya memang banyak tulisan, seperti novel. Ketika membaca komik, maka visual kita menjadi terpuaskan, ceritanya pun lebih dipahami karena ada gambarnya. Namun, kesannya tetaplah komik itu untuk anak-anak dan remaja. Suka baca komik juga menjadi hobi presiden kita lho! Hehe…

    Balas
  6. Familiar ama komik ini tapi belum pernah baca.
    Ternyata ada komik yang terbit setahun sekali gitu ya,
    kirain bakal sering-sering kayak komik lain.
    Btw aku sepakat kalau tidak semua ilmu parenting bisa diterapkan di keluarga yang berbeda

    Balas
  7. Aku tahu ini komiknya mba. Pas kuliah udah ada ini. Wkwkwk. Waah syukurlah ya Miiko ini berkembang, mulai dari kecil sampai SD, trus sekarang udah mau SMP. Gak kayak Nobita, Giant, Shizuka, Suneo, dan Doraemon yang entah berapa generasi SD melulu. Wkwkwk.

    Balas
  8. Sebagai pecinta Miiko juga, akhirnya yaaa Miiko jadi anak SMP juga ahahhaa, aku dulu suka banget mba baca komik Miiko ini loh, gambarnya juga tuh gemes banget

    Balas
  9. Sepertinya komik Miiko ini legend sekali ya, saya belum baca, cuma pernah dengar ceritanya kalau gak salah. Yah, dulu waktu kecil, gak pernah terbayangkan dan tergapai mau membeli komik Jepang, kecuali komik lokal yang dijual murah dan ceritanya mistis melulu

    Balas
  10. Saya dulu suka banget baca komik terutama saat itu lagi ngetrend sinchan sampe dipanggil Sinchan hehee.. komik Miiko pernah dengar tapi belum pernah baca, jadi penasaran nih sama isinya. Di semua toko buku ada kan?

    Balas
  11. ternyata bagus ya miiko ini, dulu waktu masih jadi book hunter aku sering nemuin lapak yang jual ini tapi belum ada niat buat beli. ah, sekarang jadi nyesel deh.

    Balas
  12. selama pandemi, banyak juga temen-temenku yang kembali baca Miiko 😀 di gram*d juga masih ada yang menjual hehehe tentunya dengan bonus2 yang unyuuuu

    Balas
  13. Pelajaran Parenting lewat komik pasti lebih mudah belajarnya jadi pengen segera pengen punya komiknya juga

    Balas
  14. Baru tau ada komil seperti ini..pesannya positif ya kak… maklumlah..biasa baca komik selain detektif… yg kocak2 kayak doraemon cs

    Balas

Tinggalkan komentar