Sebenarnya keinginan menonton film Yuni ini tak begitu menggebu. Awalnya memang murni hanya ingin menonton Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021). Tapi karena film ini mendapatkan penghargaan festival film internasional dan katanya sedang membahas isu perlawanan belenggu patriarki, jadi membuatku penasaran. Dan ternyata sampai film ini berakhir, aku hanya bisa melongo saja. Yuni bisa mengalahkan film Seperti Dendam, menurut versiku. Jadi tak sabar buat segera review film Yuni.
Bagaimana bisa?
Kiprah Kamila Andini sebagai salah satu sutradara Indonesia memang tak perlu diragukan lagi. Ada dua film yang pernah disutradarainya, The Mirror Never Lies (2011) dan Sekala Niskala (2018). Film ini juga masuk nominasi Film Terbaik Festival Film Indonesia (FFI). Kini Kamila kembali dengan Yuni.
Kamu pun harus tahu kalau Yuni berhasil menyabet penghargaan bergengsi festival film internasional “Platform Prize” di Toronto International Film Festival (TIFF) 2021. Bahkan Yuni pun masuk nominasi “Best International Feature Film” Oscar 2022.
Bukan hanya filmnya, bahkan sosok Yuni (Arawinda Kirana) berhasil membawa pulang piala citra dengan kategori “Pemeran Utama Perempuan Terbaik” di Festival Film Indonesia 2021 dan Snow Leopard “Best Actress” di Asian World Film Festival 2021. Wow!
Table of Contents
Sinopsis
Film dibuka dengan semakin maraknya isu kehamilan anak sekolah di luar nikah, sehingga ada kewajiban untuk tes keperawanan di sekolah. Minimnya pendidikan seks di Indonesia memperlihatkan konsep yang kerap banyak diyakini kebanyakan orang untuk membudayakan pernikahan dini, untuk mencegah kehamilan di luar nikah. Kehamilan di luar nikah, masih usia sekolah, apalagi cap perempuan tidak perawan memang dianggap sebagai aib keluarga.
Potret Yuni adalah sosok remaja cerdas yang akan lulus sekolah dan memiliki mimpi besar. Dibantu Bu Lies (Marissa Anita) yang selalu mendorong Yuni agar bisa melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA. Bu Lies selalu memantau progress perkembangan belajar Yuni agar bisa memperoleh beasiswa.
Layaknya seorang gadis yang lagi puber dan sedang dimabuk asmara, Yuni pun memendam rasa pada Pak Damar (Dimas Aditya). Guru Bahasa Indonesia favorit Yuni, dan biasanya sering memberi tugas mengulas puisi.
Saat sedang rame temennya pacaran dan ada pula yang menikah, Yuni memutuskan memilih tak pacaran. Cukup Pak Damar yang membuatnya tergila-gila. Meskipun ada Yoga (Kevin Ardilova) yang sangat pemalu dan tak punya nyali mengungkapkan cinta bertepuk sebelah tangannya pada Yuni.
Masalah mulai timbul ketika ada yang seseorang bernama Iman (Muhammad Khan) yang tiba-tiba datang melamar Yuni bersama keluarganya. Lelaki baik, punya pekerjaan tetap, dan tak ada alasan untuk menolaknya.
Yuni bimbang. Dia tak siap menikah. Melihat Tika (Anne Yasmine), sahabatnya yang baru melahirkan dan ditinggal suaminya ke rumah ibunya karna tak sanggup mendengar rengekan bayi baru lahir. Sungguh Yuni tak ada pikiran menikah.
“Kamu mau jadi apa?” adalah pertanyaan tersulit yang dilontarkan untuk remaja belasan tahun menjelang kelulusannya. Yuni pun.
Kamu Mau Jadi Apa?
Melambung jauh terbang tinggi. Bersama mimpi.Terlelap dalam lautan emosi. Setelah aku sadar diri, kau telah jauh pergi. Tinggalkan mimpi yang tiada bertepi..
Pertanyaan itu seolah membawaku terbang beberapa tahun silam, saat aku juga mau lulus sekolah. Memilih jurusan IPA hanya karena tak punya pilihan, alih-alih jurusan bergengsi ini bisa memberimu banyak pilihan kelak. Aku sendiri tak tahu kelak mau jadi apa? Aku sendiri bila diberi pertanyaan yang sama hanya bisa menjawab, “aku mau kuliah”.
Tapi aku juga ngga tahu harus memilih jurusan apa, kuliah di mana. Seperti tersesat karena tidak mengetahui passionku sendiri, tidak ada yang mengarahkan dan hanya mengikuti arus saja. Menikah? Hah! Sama siapa? Umur berapa? Aku sama sekali tak pernah berpikir ke sana.
“Kamu mau jadi apa?”
Seolah mendesak Yuni untuk berpikir cepat untuk memilih. Sebagai gadis remaja yang tinggal di daerah pinggiran, dengan budaya patriarki yang masih ketat, menuruti keinginan orang tua adalah harga mati. Buat apa sih sekolah tinggi kalau setiap perempuan nantinya juga akan bergelut di tiga ranah: sumur, dapur, kasur.
Baca Juga:
Perempuan Boleh Bermimpi Kok! Pesan Moral Ali & Ratu Ratu Queens
Review Hometown Cha Cha Cha, 7 Pesan Moral Slice of Life Warga Gongjin
Menolak Lamaran adalah Pamali
Setelah menolak lamaran Iman, berita ini menyebar bagai air bah. Temen-temen Yuni pun banyak yang menghakimi, pamali. Semua orang masih percaya pamali di daerah Serang, Banten. Bahkan banyak daerah lain di Indoenesia juga.
Dilamar adalah sebuah kehormatan bagi keluarga yang dilamar. Perempuan yang dilamar adalah seorang yang beruntung. Budaya ini menganggap bahwa sebuah pernikahan adalah rezeki. Dan menolak sebuah rezeki adalah pamali!
Bagaimana Yuni mau menerima lamaran Iman, ketika dia sedang fokus mau masuk perguruan tinggi. Salah satu program beasiswa yang dia incar menyebutkan satu syarat: belum menikah.
Setelah menolak lamaran Iman, datang lagi seorang aki-aki beristri yang melamar lagi. Mang Dodi (Toto ST Radik) datang melamar bersama istrinya dan membawa mahar senilai 25 juta sebagai DP. Kalau berhasil memadu Yuni dan ada jaminan Yuni masih perawan saat malam pertama, maka akan ditambah lagi 25 juta.
Lagi-lagi Yuni menolak. Wah tambah rame kampung Yuni, karena dia berani menolah lamaran untuk yang kedua kali. Perasaan sedih dan merasa bersalah membuat Yuni galau.
Apakah keputusannya salah?
Dan tahukah kamu, sebentar lagi akan ada lamaran yang ke tiga. Wah. Siapa?
Isu LGBT
Benarkah film Yuni menyisipkan sebuah isu LGBT? Awalnya aku sendiri kaget. Ini tak pernah bisa kuduga sebelumnya. Saat aku berpikir, mengapa seorang Damar yang ganteng, berpendidikan, dan usianya sudah matang tak kunjung menikah?
Belum sampai berspekulasi yang macam-macam, akhirnya Pak Damar melamar Yuni. Sebagai orang ke tiga yang akan melamar Yuni. Bersediakah Yuni?
Mendapat lamaran dari seseorang yang dia kagumi setengah mati. Harusnya dia bahagia dong, dan ngga menolak lamaran lagi untuk yang ketiga kalinya. Akankah Yuni mennerima tawaran Pak Damar?
Sebelumnya Yuni tak sengaja memergoki Pak Damar yang sedang mengantarkan ibundanya belanja. Yuni tak sengaja melihat Pak Damar mencoba memakai jilbab! Hah! Parah ini mah.
Plot twist ini datang di mana kondisi ini disebut Gender Dysphoria yaitu ketidakcocokan antara jenis kelamin biologis dan identitas gendernya. Menikahi Yuni adalah cara Pak Damar menjaga rahasianya dan menyenangkan hati ibunya yang sudah menginginkan sebuah pernikahan.
Jadi alasan Pak Damar tak menikah adalah beliau ingin menjadi seorang transgender? Atau bahkan ada beberapa cuitan menarik yang bilang bahwa Pak Damar seorang fetish!
Kalau kamu jadi Yuni, bagaimanapun rasa sukamu pada seseorang, apakah kamu tetap akan menerimanya setelah mengetahui dia seperti itu?
Hasrat Gejolak Para Remaja
Berkenalan dengan Suci Cute (Abigail Asmara) membuat mata Yuni semakin terbuka tentang pernikahan dini. Suci Cute adalah korban kelam dampak pernikahan dini. Menikah di usia SMP dan kemudian keguguran karena rahimnya yang masih lemah di usia muda.
Perceraian adalah jalan akhir karena dianggap tak bisa memberikan keturunan. Sungguh menjadi perempuan adalah sebuah kondisi pelik. Banyak salah, dan selalu menjadi pihak tersudutkan.
Bahkan Sarah (Neneng Wulandari) pun harus dipaksa nikah muda karena dituduh melakukan hal yang engga-engga saat berduaan dengan pacarnya. Sarah yang tak sekuat Yuni, tak seberani Yuni, memilih menikah dengan isakan tangis di pelaminan.
Suci Cute mengenalkan pada Yuni tentang dunia hiburan lain yang memberi kegembiraan sekejap mata. Siapa sih remaja yang tidak ingin memuaskan rasa ingin tahunya tentang apapun, bahkan hasrat seksual sekalipun?
“Gimana sih rasanya orgasme?”
Sebuah pertanyaan lugu yang dikemas dengan bahasa JaSeng (Jawa Serang) kental pada teman-temannya. Rasa ingin tahu yang besar, penasaran, hasrat seksual menggebu dan pemberontakan kebebasan dari belenggu aturan dan norma masyarakat. Keperawanan adalah daya tarik tersendiri bahkan bisa dijadikan tawar menawar pada sebuah lamaran. Menyedihkan sekali.
Ketakutan Yuni akan sakitnya malam pertama dan fakta sakitnya melahirkan juga membuatnya harus menunda pernikahan. Melihat Tika saat ini menjadi emak-emak yang menjadi wajah realita pernikahan usia dini.
Dan dengan beraninya Yuni mencoba bermain “berani” dengan Yoga (Kevin Ardilova) untuk menghilangkan keperawanannya. Alasan ini yang digunakan Yuni untuk menolak lamaran Mang Dodi yang mensyaratkan keperawanan di malam pertama.
Aku Ingin
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Ungu Simbol Perjuangan Perempuan
Sudah disinggung dari awal cerita kalau Yuni sangat menyukai warna ungu, bahkan benarkah dia menjadi klepto karena warna ini?
Saking terobsesinya dengan warna ungu, membuat Yuni tak segan mengambil barang milik temannya yang berwarna ungu. Mulai dari membeli sabun cuci, bahkan minuman dingin di warung pun dia memilih warna favoritnya.
Tapi taukah kamu kalo simbol warna ungu menjadi simbol perjuangan perempuan?
Masyarakat telah memberikan identitas warna perempuan yang identik dengan merah jambu dan warna pastel. Dengan memilih warna ungu, kelompok feminis ingin menegaskan bahwa perempuan adalah pemilik atas tubuh dan identitasnya sedniri.
Fungsi perempuan tak seharusnya didefinisikan secara biologis dari organ reproduksinya saja, tetapi lebih daripada itu. Perempuan punya kemampuan berpikir dan bernalar, kemampuan yang terutama selalu diprioritaskan sebagai pemilik utama nya adalah laki-laki.
Saat ini ungu telah menjadi simbol perjuangan para feminis. Sebuah kesetaraan perempuan dan laki-laki. Ungu adalah simbol yang tepat untuk menyuarakan kesetaraan gender mengapa?
Coba campurkan warna merah jambu dan biru. See? Kamu akan melihat warna ungu di sana.
Baca Juga:
Review Hi Bye, Mama! Bersyukur dengan Hidup Kita Saat Ini
Review Film To All the Boys I’ve Loved Before dan 5 Pelajaran Hidup
Review Yuni Versiku
Film ini bercerita dengan sangat sederhana tapi banyak pesan moral yang bisa diambil. Mulai dari sekolah yang akan mengadakan tes keperawanan sampai ke nenek dengan petuahnya bahwa sebuah pernikahan adalah rezeki.
Keseharian remaja SMA yang sangat apa adanya dengan percakapan Jaseng mendominasi. Fenomena anak muslim yang pakai jilbab hanya saat di sekolah dan lepas jilbab di luar rumah pun memang sangat biasa di kehidupan nyata. Film ini dibangun dengan karakter yang kuat tapi tetap sederhana.
Wajah Yuni yang ngga seperti remaja Korea dengan identik cantik dan putih, tapi justru kampung banget. Sawo matang, rambut ala-ala yang kadang di kuncir, dan dahi penuh jerawat. Benar-benar realita anak kampung pinggiran yang sering terbakar matahari.
Yuni sebagai remaja labil adalah jiwa narasi dari puisi-puisi indah Hujan di Bulan Juni karangan Sapardi Djoko Damono. Yuni dan teman-temannya bukanlah malaikat. Tak ada sosok antagonis di film ini. Budaya pamali dan patriarki tak pernah diantagoniskan dan tak mutlak menjadi lawan.
Kebebasan yang ingin disuarakan Kamila Andini atas tubuh dan pikiran para perempuan memang bukan hal yang mentah-mentah harus dibenarkan atas semua keputusan Yuni.
Seks yang dilakukan di rumah kosong dengan posisi woman on top seolah-olah menampar kami dengan obsesi rasa ingin tahu Yuni akan hubungan terlarang. Dan bukankah Yoga hanya korban? Tapi sama-sama mau, bukan? Benarkah ini hanya pelampiasan Yuni akan rasa ingin tahunya tentang seks atau sekadar ingin menolak lamaran Mang Dodi?
Obsesi lainnya tentang kecintaannya pada warna ungu juga membuatnya menjadi klepto, ini juga ngga bener. Benarkah dia mengambil barang-barang temennya hanya karena penasaran warna ungu yang tak dimilikinya?
Belum lagi kegiatan mabuk-mabukan di diskotek, mencoba merokok dan minum bir murahan. Bener deh kalau lingkungan pertemanan bisa menjerumuskan kita. Bagaimana kita memilih pertemanan agar bisa semakin baik atau malah semakin blangsak.
Suci Cute sebagai perias salon yang karakternya wild, cheerful bahkan freedom abis, sedikit banyak memberi pengaruh pada Yuni. Pengalamannya yang membuat trauma membuatnya seperti ketakutan kalau harus membangun hubungan dengan lawan jenis. Maka muncullah sosok Mba Asih, ”teman” Suci. Inikah isu LGBT yang lainnya?
Ada adegan menarik dan menyentuh lainnya. Awalnya aku mengira hubungan Yuni dan orang tuanya ngga dekat. Sehingga menyebabkan Yuni jadi seperti ini, karena ditinggal orang tuanya bekerja di Jakarta. Apa yang bisa kau harapkan kalau tinggal hanya sama nenek?
Yuni pun sering video call sama ibunya, bahkan akhirnya kedua orang tuanya pulang. Saat itu ada adegan potong kuku yang hangat dan membekas antara Yuni dan ayahnya saat mati lampu.
“jika Yuni melakukan hal yang tak sepantasnya, apakah bapak tetap mau mengakui Yuni sebagai anak?” tanya Yuni.
“Bapak akan temenin Yuni selama masih hidup. Bapak hanya sekali menjadi orang tuamu, makanya bapak tak ingin membuat hidupmu susah.”
Bagaimanapun juga seorang ayah adalah cinta pertama setiap anak perempuan. Kelak seorang perempuan juga akan mencari suami seperti sosok bapaknya. Yuni pun menemukan sosk bapak yang baik, dan bertanggung jawab. Dia dekat dengan kedua orang tuanya bahkan sering bercerita apapun dengan ibunya sambil tiduran.
Yuni adalah potret nyata realita bahwa perempuan masih terbelenggu dengan budaya patriarki. Kekerasan yang dialami Suci Cute dalam rumah tangganya pun terjadi karena laki-laki menganggap mereka punya kekuatan bahwa perempuan setelah menikah adalah miliknya.
Budaya patriarki terjadi karena masih timpangnya relasi kuasa karena ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan. Masyarakat juga masih berpegang teguh peranan dominan laki-laki dalam pengambilan keputusan. Sehingga terbentuklah paradigma bahwa laki-laki kuat, sedangkan perempuan lebih lemah. Laki-laki harus berperan sebagai pemimpin yang berujung pada upaya dominasi.
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
(1989)
Kesimpulan
Yuni adalah potongan remaja yang dituntut terlalu banyak, diharapkan bertumbuh tapi tidak diberi jeda dan ruang untuk tumbuh. Yuni dan teman-teman perempuannya diharuskan kawin setelah lulus sekolah, karena mempunyai perawan tua itu adalah aib. Mereka menikah tapi juga tak dibekali pendidikan seks dan rumah tangga.
Kamila Andini berhasil memperlihatkan perlawanan seorang Yuni sebagai simbol teriakan perempuan Indonesia di tengah gempuran budaya patriarki. Anggapan konservatif budaya ketimuran tentang jargon perempuan hanya boleh berada di ranah sumur, dapur, kasur.
Menonton Yuni seperti mendengar jeritan setiap perempuan, bahwa kami pun masih punya mimpi, kami berhak bersuara bahkan terbang sangat tinggi. Film ini memang tak akan menjawab masalah-masalah tragisnya perempuan di negeri ini. Setidaknya review Yuni ini mewakili kami para perempuan, bisa menunjukkan representasi dan mengangkat beragam masalah fundamental di tengah belenggu budaya patriarki.
44 Komentar. Leave new
Ya ampuuun baca reviewnya beneran bikin saya terpana dan super penasaran pengen nonton film ini. Issue yang diangkat benar-benar menyentuh keseharian kita ya
Bisikin dong kak, ini nontonnya dimana?
aku juga bingung mau nonton ini atau ‘Seperti Dendam, RIndu Harus DIbayar Tuntas’
tapii setelah baca ini kayaknya aku bakalan nonton ‘Yuni’ aja deh hehe
isu-isu yang diangkat menarik banget dan cukup relate dengan yang terjadi di masyarakat kita
walaupunn banyak juga yang bilang kalau budaya patriarki udah mulai memudar karena sekarang banyak perempuan yang sudah sadar kalau mereka punya hak penuh atas dirinya. tapi rasa-rasanya hal ini nggak menjangkau masyarakat yang di desa-desa
aduh, apalagi stigma di masyarakat tentang perawan tua itu yaampun jahat banget
jadi inget bukunya Ayu Utami yang Eks Parasit Lajang hhhh jahaat sih
btw, thank you review nya mbak
Aduhh mba Dea iya bener deh kalau emang stigma udah memudar, buttt kalau di kampung juga masih terus ada walaupun dikit budaya patriarki. Sad banget :((
Waktu liat posternya kupikir ini film remaja biasa. Aku malah ngga nyari tau sama sekali. Ternyata justru film ini punya bobot yang cukup oke ya. Aku mau cari info ah, bakalan tayang sampai kapan. Menarik banget ulasannya
Ceritanya kekinian, pemeran film berbakat memainkan peran sehingga enak dibaca dan alur menarik
Ulasan dari Mbak Lintang lengkap banget, saya baca sampai akhir. Di sisi lain sebagai konsumen film perlu jernih mencerna pesan yang disampaikan juga yah. Terima kasih untuk sharingnya.
Film tentang perempuan memang menjadi warna tersendiri dari dunia perfilman, kisah Yuni ini menangkat berbagai isu-isu yang berkembang dimasyarakat mengenai perempuan yang mungkin hanya sebatas sebagai manusia yang cukup di dapur dan tempat hasratnya sang suami.
Sedikit saran dari saya pada kesimpulan, pada kata “mempunyai perawan tua” alangkah baiknya diganti “menjadi perawan tua” agar lebih enak dibaca. hehe
Siaappp, makasih masukannya. Makasih sudah membaca hehehe
Keren ya filmnya, banyak dapat penghargaan. Jadi kepo nih pingin nonton.
persoalan yang sangat serius. terimakasih atas informasinya kak
Sekarang cukup banyak karya-karya yang mengangkat isu-isu semacam ini. Mulai dari yang penyampaiannya halus dan tersirat sampai yang bar-bar sekalipun. Masalah di film ini cukup kompleks ya, berapa menit durasinya mbak?
Agak berat tapi berisi ya film ini, saya jadi penasaran untuk menonton filmnya langsung.
Bagaimana jika yang kita cinta ingin menikah hanya untuk menutupi sebuah rahasia? Hhhmm kalau seperti itu pasti berat ya mengambil keputusan, apalagi di kasus Yuni ini. Masalahnya hati kita juga ikut bermain di dalamnya. Tapi mungkin saya akan memilih untuk tidak menikah dengan lelaki itu, karena toh sang lelaki juga tak ada perasaan terhadap saya, hehe.
Nah makanya, enak aja. Masa iya kita nikah cuma buat dijadiin tameng kan males banget. Aku pun memilih tidak :((
berat ya beban Yuni ini, tapi saya jadi penasaran nih dengan ceritanya, Mbak reviewnya detail dan sukses buat saya ingin tahu juga tentang Yuni ini.
anyway baru tahu lho ungu itu simbol yang digaungkan kaum feminis saat ini.
Iyaaa, ungu emang warnanya para feminis ternyata hehe.
Wah Keren banget ya kak filmnya ini . Pantes banget banyak dapat penghargaan. Asli aku Jadi kepo nih pingin nonton juga
Semangat untuk kaum hawa. Film ini mengajarkan banyak hal hal baik dan mengatakan bahwa wanita tidak harus ada terus di dalam rumah.
Dimana ya bisa nonton film ini? Penasaran aku… dari ceritanya aja menarik buat ku tonton, pasti banyak pelajaran nih buat anak muda…
Filmnya banyak pembelajaran di sana. Emang pada dasarnya perempuan itu juga memiliki banyak mimpi yang harus diwujudkan.
Q belum sempat lihat filmnya. Tapi emang isu gender ini dari zaman dulu sampai sekarang memang memicu polemik. Sampai jadi mikir perlukah istilah gender itu.. hehehe..
film yang mewakili golongan perempuan yang punya mimpi dan ingin mendobrak budaya yang ada.
Tidak bisa dipungkiri masalah relasi gender antara pria dan wanita masih cukup menguar di Indonesia..
Saya pribadi melihat wanita ataupun pria, masing – masing punya kelebihan dan kekurangan masing – masing sehingga saya merasa agak kurang nyaman jika salah satu mengatakan lebih dominan dibanding yang lain..
Maka dari itu, saya lebih sreg dengan istilah keadilan gender, ketimbang kesetaraan gender..
Nice post, bikin saya pengen segera nonton film ini!
Iya mbaa, kalau kesetaraan emang kayanya kita ngga akan pernah bisa sama kalau disandingkan dengan laki-laki yah. Karena kodrat pria emang di atas kita.
Menurutku ini salah satu film terbaik di tahun 2021. Selain ceritanya yang cukup berani mengangkat hal tabu di Indonesia, pesan moralnya juga banyak
Review-nya bagus sekali, Mbak. Saya menikmati kata demi kata yang tertulis di artikel ini. Mengalir dengan apik dan bisa membawa saya membayangkan bagaimana cerita film Yuni ini. Film yang mewakili perasaan banyak perempuan kita ya…
Makasih mba Nurul sudah mampir dan membaca, semoga bermanfaat yah 🙂
Iiiiih, YUNI ini padahal masuk list film wajib tontonku tahun ini. Bahkan dah beli tiketnya di bioskop online. Wkwkwk. Tapi ya itu, selalu digeser-geser posisinya naik turun, mendahulukan film lain yang sepintas kesannya lebih seru.
Terima kasih Mba Lintang, langsung ini buka aplikasi mau nonton.
Iyaaa, awalnya aku juga gitu. Tapi setelah nonton, asli ngga kecewa. Terbuka banget malahan jadinya.
Aduh tadinya aku pengen nonton mbak film ini.. Tapi aku cukup puas dengan baca ulasan lengkap ini, soalnya ada scene yang bikin aku kuciwa. Padahal aku salut banget dengan sosok Yuni dalam film ini.
Wkwkwkw makasih ya udah baca..Iya aku juga salut banget makanya pengen review Yuni biar semua juga pada tahu perjuanganya.
Ulasannya menarik, but i cant agree more. Hehe
Saya setuju bahwa perempuan punya derajat yang sama seperti laki-laki. Tapi bukan berarti mereka harus saling bersaing untuk jadi yang paling baik/terbaik. Ada porsinya masing-masing dan bisa kok untuk sejalan. Dan budaya patriarki yang selama ini mendarah daging di sebagian besar wilayah Indonesia telah banyak menciderai fitrah perempuan untuk bisa berdaya dan menjadi palang pembatas kita untuk berekspresi. Butuh kesadaran untuk belajar fitrah feminitas dan maskulinitas ya dan edukasi seksual yang sesuai dengan usia.
Ya mbaa bener, tetep kodrat laki-laki sebagai pemimpin. Memang harus saling bersinergi memang.
Nah bener juga penting belajar fitrah seksual sejak dini sesuai usia agar anak ke depannya menjadi tahu, bagaimana fitrah mereka yang sesuai. Makasih sudah mampir..
Baca review film ini berasa PR ku banyak sebagai orang tua. Ketakutan terbesar ku ada di sini semua.
Iya bener, PR ku pun. Ahak deg-deg an juga kan membersamai balita sampai aqil balighnya.
Sering berseliweran di timeline twitter tentang film Yuni, tapi belum punya kesempatan untuk nonton.Ulasannya lengkap banget, dan ternyata banyak isu yang dihadirkan dalam film ini.. Makasih tulisannya Kakk
ada romantisme, amarah, cinta dan lain-lain di dalamnya bikin kepo untuk tau sampai akhir cerita
Apa mba, Jey corporate ya
syka banget dengan gender film seperti ini bisa, apalagi bahas perempuan dengan segala tantangannya dari berbagai pihak, penasaran sama filmnya
aku baru nonton trailernya mbak lintang, sudah penasaran tapi tak sanggup sih kalau menonton jadi aku baca dari review2 film kaya mbak lintang gini. Menarik tapi sensitif sekali apalagi udah ada bumbu LGBT dan dunia malam. sedihnya ternyata yuni menghilangkan keperawanannya hanya unutk menolak lamaran kah? Aku penasaran akhirnya yuni menikah kah?
Nah begitu, entah karena dia penasaran, entah karena cuma ingin menolak lamaran, mari berspekulasi masing2 🙂
Akhirnya dia menolah untuk menikah dengan Pak Damar. Saya jadi Yuni pun memilih begitu :((
Mba, ini tayang di bioskop kah? Atau di langganan berbayar seperti Viu atau WeTV gitu?
Ada di bioskop mba Sari. Gatau deh sekarang masih ada ngga
Pengen banget nonton Yuni tapi masih punya bayi, nggak bisa ke bioskop. Nunggu muncul di OTT