Hubungan beracun. Seperti itulah pernyataan kawan saya AB (33), dalam menjalani kehidupan rumah tangganya beberapa tahun belakangan ini. Bukan hanya makian, tapi juga tubuhnya seringkali memar bahkan pernah kepalanya berdarah karena hantaman benda tumpul.
Keadaan suami semakin parah karena pandemi. Gaji yang semakin tidak menentu untuk diberikan pada istri, tekanan urusan pekerjaan, masalah keluarga sampai wanita idaman lain sebagai pelarian. Bukan hanya kekerasan fisik, kekerasan verbal pun sudah menjadi makanan sehari-hari.
Baca Juga:
Peran Keluarga Sebagai Support Sistem Penyintas Kekerasan Seksual
Suami AB merasa dirinya depresi. AB hanya ingin mengobrol dengan suaminya, bercerita tentang keseharian yang dilakukan bersama anak-anak. Suaminya tidak punya waktu untuk itu. Tidak ada komunikasi. Anak-anak tidak mengenal ayahnya lagi. Suaminya pernah hampir melayangakan tuntutan gugatan perceraian dengan alasan istri tidak mampu melayani suami dari segala aspek. Suaminya hanya mencari dalih atas semua kebejatannya. AB ingin pergi dari rumah, ingin pergi sejauh-jauhnya dari suaminya. Lagi-lagi dia terpaksa bertahan, mengingat kedua gadis kecilnya yang masih membutuhkannya.
Table of Contents
Apa itu Kekerasan?
Menurut Dr. Rismijati E. Koesma, dosen luar biasa Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran dan Psikolog Yayasan JaRI, kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang pada orang lain bisa individual maupun kelompok. Tindakan kekerasannya bisa berupa verbal/ pelecehan, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.
Pada tanggal 6 Maret 2020, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2020. Merujuk pada CATAHU 2020, sepanjang tahun 2019 tercatat setidaknya 431.471 kekerasan terhadap perempuan yang terdiri dari 416.752 kasus yang ditangani Pengadilan Agama, 14.719 kasus bersumber dari Lembaga Layanan.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kasus kekerasan di Indonesia menjadi salah satu masalah yang krusial dan pemerintah masih butuh upaya keras dalam pembenahannya. Salah satu contoh kekerasan yang terjadi adalah kekerasan terhadap perempuan yang biasa disebut Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Pasal 1 menyebutkan,
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga; termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga.
Sepanjang 2019, jenis kekerasan perempuan yang paling tinggi adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai ranah personal yang mencapai 11.105 kasus (75.4%). Sedangkan kekerasan pada perempuan dalam ranah komunitas mencapai 3.602 kasus (24,4%). Dalam ranah negara mencapai 12 kasus (0,08%).
Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan bisa terjadi karena laki-laki menganggap mereka punya kekuatan bahwa perempuan setelah menikah adalah miliknya. Budaya patriarki terjadi karena masih timpangnya relasi kuasa karena ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan. Masyarakat juga masih berpegang teguh peranan dominan laki-laki dalam pengambilan keputusan. Sehingga terbentuklah paradigma bahwa laki-laki kuat, sedangkan perempuan lebih lemah. Laki-laki harus berperan sebagai pemimpin yang berujung pada upaya dominasi.
Pada akhirnya perempuan-perempuan seringkali tidak menyadari bahwa dirinya telah mengalami tindakan kekerasan. Walaupun mengalami kekerasan oleh suami “tercinta” dan sangat ingin kekerasan itu dihentikan, pada kenyataannya ini bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Memutus mata rantai kekerasan adalah perkara panjang yang terbentur dengan sosial budaya di mana perempuan dibentuk agar menjadi istri yang baik dan salihah, dan taat pada suami untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Ditinjau dari psikologi komunikasi, bentuk kekerasan fisik adalah jalan pintas yang sering digunakan suami untuk mengakhiri konflik dengan istri.
Baca Juga:
Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dampak negatif yang terjadi dalam KDRT dapat mengakibatkan kerugian kompleks, mulai dari penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan ekonomi. Bahkan bisa menjadi rantai setan yang bisa membentuk inner child pada kepribadian anak-anak. Anak perempuan yang butuh sosok ayahnya, melihat ibunya disakiti akan menjadi trauma berhubungan dengan lawan jenis.
Anak laki-laki yang melihat ayahnya menyakiti ibunya, juga akan dewasa menjadi laki-laki yang keras hatinya terhadap perempuan. Banyak istri/perempuan diam saja dan memilih tidak melapor demi menjaga aib rumah tangga mereka, menjaga keutuhan hubungan beracun mereka.
Baca Juga:
Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Mengatasi masalah KDRT memang butuh perjuangan panjang. Sebagai perempuan kita harus berani mengambil peran. Langkah tegas dengan adanya sosialisasi diharapkan mampu mencegah segala bentuk kekerasan dan melindungi korban. Kita bisa membantu korban mengakses perlindungan dan bantuan hukum.
Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
- Bangun komunikasi yang baik. Dalam penanganan KDRT jangan melawan dengan kekerasan. Jalin komunikasi dengan pasangan tanpa emosi, usahakan saat kepala dingin agar lebih efektif.
- Mengutip dalam Yustisi (2016), menceritakan kondisi kepada orang terdekat pada saat tertentu bukan termasuk aib. Hal ini dapat dilakukan untuk meringankan beban yang dialami korban. Orang ketiga yang tepat memungkinkan dapat memberi solusi.
- Lakukan pemeriksaan visum dan dokumentasikan kekerasan fisik yang telah terjadi. Periksakan ke pusat pelayanan kesehatan. Segera lakukan visum segera setalah mengalami KDRT.
- Lakukan penyelamatan diri jika sudah dilakukan upaya pencegahan tapi kejadian tetap berlangsung bahkan bertambah parah. Lakukan tindakan penyelamatan mislanya dengan melaporkan kepada pihak berwajib atau RT setempat.
- Laporkan pada pihak berwajib.
Tempat Mencari pertolongan
- Seseorang yang bisa dipercayai.
- Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan dan Anak (P2TP2A). Unit layanan P2TP2A merupakan pusat pelayanan terintegrasi dalam upaya pemberdayaan perempuan di berbagai bidang termasuk perlindungan bagi perempuan dan anak dari berbagai jenis diskriminasi dan tindak kekerasan yang terdapat di 34 provinsi di Indonesia.
- Situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Masyarakat dapat mengakses formulir pengaduan masyarakat yang berada pada bagian layanan publik KPPA, ketika mengakses situs resmi www.kemenpppa.go.id.
- Unit perlindungan perempuan dan anak di kepolisian terdekat.
Pemerintah juga harus mengupayakan upaya-upaya pencegahan dan melindungi segala bentuk KDRT. Pihak berwajib harus melakukan tindak lanjut yang tegas kepada pelaku KDRT. Masyarakat juga bisa mengadakan forum diskusi dalam lingkup PKK atau forum keagamaan yang dapat mengontrol pemberantasan kekerasan dalam rumah tangga.
Dukungan masyarakat sangat penting dalam penghapusan KDRT dengan memberikan dukungan moril, kehangatan, kelembutan, kepedulian, dan kasih sayang. Hal ini diharapkan dapat membantu pemulihan trauma mental korban KDRT. Selain itu masyarakat juga bisa menjembatani upaya mediasi.
Mari wujudkan kebebasan kekerasan agar perempuan bisa merawat keluarga tanpa trauma dalam kekerasan hubungan beracun.
Referensi:
Amalia, Mia.(2011). Kekerasan Perempuan Dalam Perspektif Hukum dan Sosiolultural. Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011. Diakses pada 20 Juni 2021 dari Universitas Suryakancana Cianjur.
Rifa’at dkk.(2019). Kekerasan terhadap Perempuan dalam Ketimpangan Relasi Kuasa: Studi Kasus di Rifka Annisa Women’s Crisis Center. SAWWA: Jurnal Studi Gender Vol 14, No.2 (2019): 175-190. Diakses pada 20 Juni 2021 dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Wijatnika, Ika, “Kekerasan terhadap Perempuan Indonesia Meningkat: Bagaimana Negara Membiarkan ini Terjadi?”, diakses dari https://www.wijatnikaika.id/2020/05/kekerasan-terhadap-perempuan-indonesia.html pada tanggal 20 Juni 2021 pukul 23.27.
Koesma, E Rismijati, “Kenali Bentuk-bentuk Kekerasan dan Penanganannya”, diakses dari https://www.instagram.com/p/CIm_iv1lNAZ/ pada tanggal 20 Juni 2021 pukul 23.55.
34 Komentar. Leave new
Masalah dalam rumah tangga memang akan selalu ada, namun bila kedua belah pihak yang berjanji di hadapan Tuhan tidak mempersiapkan mental memang berat. Apalagi banyak kasus KDRT sulit dicarikan solusi mengingat korban enggan melaporkan pasangannya. Penting sekali keluarga dekat atau tetangga saling membantu satu sama lain untuk menghindari hal tersebut.
Iya bener banget. AB juga ngga mau melaporkan pasangannya. Alasannya sih kasihan anak-anak. Dan tentu saja keluarga dan lingkungan harus saling support.
Sedih sih kl menjalani keluarga dengan hubungan yang beracun. Namanya juga racun, akan menyebar dan mematikan. Semoga penawar racunnya bisa cepat diberikan hehe
Semoga keluarga kita terhindar dari hal-hal buruk. Amin
Aamiin iya bener deh kak
Aamiin
Wah sedih saya jika mendengar ada hubungan rumah tangga rusak karena ortunya melakukan KDRT. Ini efeknya ke psikologi anak mereka. Masa depan anak juga jadi rusak. Jangan sampe deh ada kekerasan. Apalagi perempuan juga wajib kita hormati harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME.
Terima kasih mas karena memang perempuan selayaknya dilindungi dan disayangi. Bukan hanya karena berasal dari tulang rusuk yang bengkok. Semoga para suami bisa memberi teladan yang benar pada anak-anaknya dengan mencintai ibunya sepenuh hati tanpa kekerasan.
Yess, mbak ikut mendukung paea perempuan bebas merawat keluarganya tanoa trauma atas kekerasan hubungan “beracun”.
Semoga bisa salingemahami, menyemangati dan salimg merangkul kita semua.
Iyaa ini masalah toxic relationship banyak istri yang masih menjadi korban ya mba Nanik
Aamiin semoga ke depannya tidak ada lagi KDRT ya mba Nanik
kalau sampai kontak fisik menyakiti wanita kayaknya memang sudah keterlaluan dan bisa dipidanakan sebenarnya (tapi istri biasanya keberatan)… memang sich jaman susah tapi ga bisa juga seenaknya mukulin istri, atau siapapun juga… duduk bersama, cari dan bicarakan jalan keluar adalah pilihan bijak dan dewasa, bukan memukul dan menganiaya..
Iya kebanyakan istri malah keberatan kalau suami dipidanakan. Alasannya yah kasian anak-anak katanya.
Banyak juga kasus kekerasan yang dialami perempuan. Semoga banyak yang tersadar agar menghindari ini.
Aamiin pak
setuju ini, dukungan masyarakat juga sangat berperan dalam permasalahan KDRT ini agar Perempuan tidak merasa sendiri dan terkucilkan, harus didukung dan diberi penguatan.
semoga temannya, Ibu AB ini selalu terlindungi dan tidak merasa sendiri ya.
Iya mba bener. Butuh banget dukungan dari lingkungan. Aamiin makasih doanyaa.
Kekerasan dalam rumah tangga yang paling kena imbas adalah anak-anak. mereka akan punya banyak inner child negatif yang akan muncul saat mereka dewasa dan berumah tangga.
Iya makanya bahaya banget. Pasti akan berpengaruh pada anak-anak sampai dewasa nanti.
Baca dan denger ceritanya AB aja udah bikin aku mendidih. Semoga AB dikuatkan dan memperoleh kebebasan secepatnya. Untuk suami AB, penjara bahkan terlalu bagus untuk laki-laki pengecut pantat ayam gitu.
Kekerasan bisa terjadi karena laki-laki menganggap mereka punya kekuatan bahwa perempuan setelah menikah adalah miliknya —> asli benci banget sama kondisi ini, sad but true ya tang. We stan with victim, semoga dunia ini jadi lebih baik.
Semoga mba Arai dapat jodoh yang baik hati dan penyayang ya. Seperti mba Arai menyayangi Gembul 🙂
Makin kesini tentunya perempuan harus lebih berani menyuarakan ya,jangan sampai menyimpan saja beban dari kekerasan dalam sebuah hubungan. Banyak hal yang perlu dilakukan nih untuk menghilangkan trauma bagi yang sudah pernah merasakannya. Kita pun harus terus mendukung juga keluarga sendiri.
Ini dia makanya, penyembuhan trauma itu prosesnya panjang dan tidak mudah.
Banyak juga ya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang membuat perempuan mengalami penderitaaan secara fisik, seksual, psikologis.
Duh kasihan Ibu AB ini sampai bertahan karena demi anak ya, tapi dengan bertahan pun anaknya akan terkena imbas negatif nya juga ya.
Semoga masalah Ibu AB ini bisa segera ada jalan keluar terbaiknya ya, begitupun dengan masalah yang dialami korban kekerasan dalam rumah tangga lainnya juga aamiin
Aamiin semoga suami lekas sadar dan mau lebih sayang sama keluarga.
Emang bener sih, semua demi anak. Tapi ya mbok jangan mengorbankan perasaan istri juga. Anak-anak bakal bahagia kalau punya ibu yang bahagia.
Terkadang perempuan tuh emang kelewatan baik ya, saat berada dihubungan yang toxic aja masih sempat memikirkan perasaan anaknya misalnya. Padahal jelas-jelas ia tersakiti secara perlahan. Bahkan kalau bertahan juga yang kena dampaknya bisa ke anak sih lama-kelamaan kalau menyaksikan KDRT yang dilakukan oleh orang tuanya. Semoga semakin banyak laki-laki yang sadar deh untuk tidak menyakiti perempuan baik secara fisik maupun yg lainnya.
Iya mba, temen saya juga gitu. Dia ngga mau melaporkan suami tercinta karena masih inget anak-anak. Ngga mau nanti punya ayah yang mantan napi. Sedih ya.
Di luat sana masih banyak perempuan yang mengalami hal serupa, tapi karena berbagai pertimbangan mereka kebanyakan bungkam.
Padahal hal itu harus segera ditangani serius ya, kadang alasannya demi “ANAK” makanya masih banyak yang bertahan atau diam saat mengalami kekerasan.
Bener, emang demi anak, tapi masa iya perempuan yang harus mengorbankan kebahagiaannya
Suka heran saya dengan tindakan kekerasan atau KDRT.,..sepasang manusia yg awalnya cinta jadi saling menyakiti itu apa nikmatnya ya?? kenapa harus menyakiti yg baru dikenal setelah dewasa AKA pasangannya…padahal mungkin orang tua yang melahirkan dan lebih punya hak aja aja ga pernah menyakiti ..hmm heran aku tuh..
Iyaaahh. Kita dirawat dan tumbuh dengan penuh kasih oleh orang tua lho. eh sama orang lain malah disia-siakan. Kan nyebelin. Astagfirullah.
Hubungan beracun? Awal baca aku rada lag, ternyata baru ngeh yang dimaksud adalah Toxic Relationship. Wah, malah terlena pakai istilah asing aku tuh.
Tentang KDRT, yang saya amati, seringkali banyak diantara kita ketika melihat ada indikasi KDRT di sekitar kita, kita merasa, ah itu urusan domestik mereka. Tapi untungnya di lingkungan aku, kita bisa lapor ke ketua Dawis maupun ke ketua RT apabila menemui indikasi yang demikian di tetangga kami.
Iya mencoba menggunakan bahasa Indonesia daripada serapan tapi kadang malah berasa aneh ya mas hihi.
Nah itu yang susah kadang kita juga mikirnya, udah lah lha wong urusan rumah tangga orang lain, ngapa kita yang repot. Padahal sebenernya mereka juga butuh bantuan, dan rangkulan. Biar keluar dari lingkaran setan.
Itulah kenapa perempuan harus berdaya. Suami seperti itu tidak bisa dipertahankan karena hanya bisa menyakiti.
[…] Merawat Keluarga Tanpa Trauma Kekerasan Hubungan Beracun […]