“How does it feel to spend all your life trying to find a way to return to a home, to a mother? How does it feel to exist but have our existence denied.”
Usai menonton Eksil, sebenernya aku sempat linglung. Perasaanku jadi campur aduk ngga karuan, kepalaku kosong sekaligus juga penuh. Oleh pertanyaan dan jawaban. Aku lahir dan besar di era yang ngga mengenal PKI secara langsung. Tahu sendiri kan kalau menyebutkan PKI di negeri ini memang ngga dilarang, tapi ya ~sebaiknya ngga usah disebut.
Situasi politik tahun 1960-an di Indonesia memang carut marut, ditandai dengan pergolakan politik dan perubahan kekuasaan dari Orde Lama yang dipimpin Presiden Soekarno ke Orde Baru dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto.
Puncak ketegangan politik meledak saat peristiwa penting Gerakan 30 September menewaskan enam orang jenderal dan satu Perwira Angkatan Darat yang diduga dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia tahun 1965.
Hati-hati aku menyelami sejarah negeri selama tragedi yang mencekam saat itu, G30SPKI. Pembunuhan massal, penangkapan serta pemenjaraan terhadap anggotan dan simpatisan PKI di dalam negeri, bahkan luar negeri dan penderitaan para pelajar muda yang mendapat beasiswa di luar. Isu-isu sensitif, seksi sekaligus kontroversial mengangkat topik orang-orang yang “terlupakan”.
Para mahasiswa yang berkuliah di luar negeri dipaksa tunduk pada rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Namun kesetiaan dan loyalitas kepada Presiden Soekarno yang membukaan jalan bagi mereka melanjutkan pendidikan tinggi, mereka malah mendapat nasib kurang baik hingga akhir hidup mereka.
Mahasiswa yang tidak bersedia tunduk pada rezim Orde Baru, memang terancam dicabut kewarganegaraannya (stateless).
Baca Juga: Review YUNI (2021): Refleksi Melawan Belenggu Patriarki
Menggali Luka Eksil di Balik Bayang-Bayang Orde Baru
“Kuburan kami ada di mana-mana, kuburan kami berserakan di mana-mana, di berbagai negeri, di berbagai benua.”
Film dokumenter karya Lola Amaria ini dibuka oleh puisi Kuburan Kami Ada Di mana-mana karya salah seorang eksil, mendiang Chalik Hamid.
Bagaimana tidak bikin dada sesak? Lola Amaria mampu menarasikan dokumenter Eksil sebagaimana trauma dan luka buah ketidakadilan kediktatoran penguasa saat itu.
Eksil mampu mengumpulkan memori 10 orang eksil yang diasingkan di luar negeri karena dicap terkait dengan Partai Komunis Indonesia oleh Orde Baru.
Siapakah mereka?
Baca Juga: Review The Childe (2023), Psikopat Brutal Dibalik ‘Anak Baik’ Yang Hobi Tersenyum!
Kisah yang Personal, Kuat, dan Begitu Jujur
Berterima kasihlah pada para eksil yang berkenan berbagi cerita: Alm. Asahan Aidit, Alm. Chalik Hamid, Alm. Kusian Budiman, Alm. Sardjio Mintardjo, Hartoni Ubes, I Gede Arka, Kartaprawira, Sarmadji, Tom Iljas, dan Waruno Mahdi.
Tak semua eksil yang menjadi narasumber film ini berkesempatan hidup lama dan menyaksikan hasil akhir karya Mba Lola Amaria (produksi film dari 2015 hingga 2022, dan baru bisa dinikmati secara luas ~namun terbatas tahun 2024).
“Orang menduga bahwa kami di luar negeri ini senang. Pikiran kami tetap ke tanah air”
(Chalik Hamid)
Lola Amaria begitu cantik menghubungkan cerita para eksil, ada benang merah dalam setiap kisah mereka yang ~sama-sama terdampar di negeri asing.
Alm. Pak Chalid Hamid, terputus kontak dengan istrinya yang hamil. Bahkan beliau rela temannya menikahi istrinya, itu lebih baik. Karena temannya pasti akan menjaga istrinya sebaik-baiknya. Berpuluh tahun kemudian beliau pulang, dan menemui anak yang tak pernah dikenalinya.
Hubungan cinta ayah dan anak lahir karena memang kita punya bonding, kita mengasuh, membersamai, hingga perasaan sayang itu muncul. Bagaimana kalau kita bertemu dengan seseorang yang disebut anak, tapi kita tak pernah meilhat bahkan menyentuhnya? Bagaimana perasaan cinta dan kasih sayang itu bisa tiba-tiba muncul?
Pak Waruno Mahdi juga menceritakan susahnya mencari pekerjaan. Seorang ahli kimia yang begitu ahli, terpkasa bekerja random dan melarikan diri dari Rusia hingga kabur ke Jerman. Berkat kepandaiannya yang luar biasa, dia berhasil diterima kerja di jerman bahkan mengalahkan para pelamar Jerman itu sendiri.
“Orang tua saya meninggal, ayah ibu meninggal itu saya ngga tahu. Ngga sampai melihat, ngga sampai ikut mengubur. Wah itu bagi saya, perasaan yang sangat ngga bisa dikatakan..”
(Djumaini Kartaprawira)
Alm. Bapak Djumaini Kartaprawira yang ngga bisa tidur hingga berbulan-bulan setelah telat mendapatkan kabar bahwa orang tuanya telah tiada, dan beliau tak bisa ikut menguburkan mereka.
Alm. Bapak Sardijo Mintardjo memutuskan menjadi “bapak kost” di Belanda untuk mahasiswa-mahasiswa pendatang sebagai wujud kasihnya pada saudara sebangsa. Pak Min bahkan menunjukkan cintanya pada tanah air dengan memberi nama anaknya dengan nama yang sangat Indonesia, Harutjagio dan Nurkasih.
Genangan air mata tak sanggup ditahan lagi saat prosesi pemakaman beliau di gereja dengan lagu Indonesia Pusaka.
“Saved what can be saved..”
(Sarmadji)
Ada kisah Alm. Pak Sarmadji yang mengutip kata salah satu buku Pramoedya Ananta Toer, penulis kesukaannya.
Ruang kerjanya penuh dengan buku-buku, beliaulah pendiri Perdoi (Perkumpulan dokumentasi Indonesia). Dari beliau aku belajar, agar tidak takut gagal ketika belajar. Belajar di luar sekolah bisa sangat menyenangkan karena ngga perlu ada sistem nilai yang menuntut.
Kita bisa belajar banyak membaca dan menulis, berbinar menceritakan sesuatu yang kita sukai, dan tak semua ini bisa didapatkan dari sekolah.
Beliaulah seorang guru yang diasingkan saat menlanjutkan studi ke Tiongkok, dan beliau mengambil jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
“Kami ini orang Indonesia, jadi orang asing bukan atas kemauan kami,”
(Asahan Aidit)
D. N. Aidit, Sekjen Partai Komunis Indonesia (PKI) mampu khatam Al Qur’an sebanyak tiga kali dalam waktu singkat. Benarkah? Bukankah setiap PKI adalah musuh umat beragama?
Alm. Asahan Aidit adalah adik kandung D.N. Aidit yang menceritakan bagaimana kakaknya seorang yang sangat pintar, tegas, sangat disiplin dan agamis.
Penumpasan PKI tentu saja masih menjadi stigma abadi yang melekat pada diri Pak Asahan dan keluarga Aidit. Bahkan Pak Asahan bercerita bagaimana setelah Orde Baru berakhir dan saat ia bisa kembali ke tanah air, keluarganya masih harus mengusirnya.
Ia masih dikira berbahaya, saat berlibur dengan istrinya pun masih diawasi aparat. Namun aparat tak bisa berbuat apa-apa karena beliau bukan lagi WNI secara administratif. Bagaimana tak menahan getir, saat cintanya dengan tanah airnya sendiri bahkan mendapat penolakan sedemikian jahat.
“Bisa memaafkan? Oh nanti dulu. Bagaimana kita memaafkan orang yang selalu ingin memusuhi kita?”
(Asahan Aidit)
Jas Merah, Generasi ini Perlu Merawat Ingatan Tentang Sejarah
Aku lupa siapa yang bilang, pokoknya inti narasinya “Seorang pembunuh saja tidak dihukum hingga lebih dari 30 tahun. Tapi kami harus kehilangan 30 tahun lebih status kewarganegaraan kami. Mendapat hukuman seperti ini, padahal kami bukan pembunuh..”
Ya. Mereka dulunya hanya anak-anak muda seperti kamu yang senang belajar dan punya mimpi.
Bersyukurlah kalian yang bisa bebas belajar di mana saja, kapan saja di belahan bumi manapun tanpa perlu khawatir stateless. Mendapatkan kebebasan akademik yang benar-benar bebas.
Kesal sekali rasanya saat tahu ada generasi intelektual yang hilang karena perseteruan ideologi.
Menurutku, film ini bukan ajakan Lola Amaria untuk berbelok “jalur kiri” dan jadi iba pada para PKI. Memang Lola Amaria seberani itu mengangkat isu sensitif. Dan film ini tetap nyaring dan peduli akan hal itu.
Lola Amaria lebih peduli tentang sisi kemanusiaan para eksil, membiarkan mereka bercerita mengalir apa adanya tentang yang mereka rasakan. Film ini sama sekali tidak ingin mencekoki narasi tertentu atau membenarkan satu versi sejarah. Ia hanya megajak kamu untuk kembali berpikir, merenung, dan lebih jauh lagi merasakan menggunakan nurani.
Film ini cocok banget buat kamu para generasi muda negeri ini, agar tidak kehilangan jejak bangsamu, bukan untuk memupuk kebencian tapi mengetahui sejarah dari sudut pandang manapun.
Para Gen Z, mengertilah sejarah dari berbagai perspektif untuk meluaskan pandanganmu, meluaskan mindsetmu. Bukan untuk menghakimi. Tak semua sejarah yang saat ini kamu ketahui, tertulis di buku-buku sekolahmu. Kita juga pernah melewati lorong-lorong gelap penuh onak.
Sudah tentu lambang palu dan arit sangat ditakuti, karena kita memang dicekoki untuk membencinya. Memang benar negara ini memelihara ketakutan dan kebencian irasional terhadap PKI ~dan komunis selama berpuluh-puluh tahun.
Hingga tiba saatnya untuk menyadari, bahwa negeri ini butuh mengembangkan ilmu setinggi-tingginya, menghormati para orang berilmu setinggi-tingginya.
Akhir film yang menyayat hati ini ditutup oleh lambaian tangan para kakek saat tim Lola berpamit. Seolah ingin menyampaikan pesan, “sampai berjumpa kembali di tanah ibu pertiwi..”
Istirahatlah dengan tenang di tempat abadimu kakek-kakek kami yang telah berpulang..
43 Komentar. Leave new
Setuju banget. Jangankan Gen Z. Saya yang warga 90an aja kadang suka bingung ama sejarah bahkan gatau secara mendetail. Karena apa yang diajarkan di sekolah, beberapa malah ada yang berbeda dari cerita yang lebih dijelaskan dengan detail.
Tapi lewat karya ini, semoga bisa membantu orangh seperti saya lebih memahami sejarah negara ini 🙂
Setujuuu, semoga semakin membuka wawasan juga ya mbaa
Saya sepakat dengan Lola Amaria yang menarasikan film documenter Eksil sebagai kolektif dari trauma dan rasa sakit mereka yang mendapatkan ketidakadilan buah kediktatoran penguasa
Mereka sebenarnya orang orang yang dikirim kebanyakan untuk belajar dan pastinya terdidik, namun sayang… ada yang tidak senang dan akhirnya membuat mereka harus mengalami hal yang tidak meyenangkan. Semoga ini semua tidak pernah terulang lagi di Indonesia
Bukan Lola Amaria namanya kalau tidak mengangkat isu-isu sensitif. Keren sih kayaknya ya, memandang cerita dari sudut pandang yang berbeda.
Aku penasaran sebenarnya, apakah Lola Amaria bertanya pada almarhum-almarhum memang berpikiran sebagai PKI, atau mereka hanya kebetulan tersenggol dengan partai terlarang.
Sama, aku juga kepikiran kalo mba Lola ini apakah di sini lebih netral atau ada condong ke jalur sebelah mana hehehe.
Film yang menarik tentunya bisa melihat sejarah dari sudut pandang yang berbeda-beda, ah rasanya juga pengen ikut nonton kan
Salit sekali dengan Lola Amaria yang cukup percaya diri dan berani membuat film dokumenter tental eksil ini. Aku bacanya pelan-pelan saking ingin tahu mereka di tulisan mbak :intang ini. Ya bingung juga sih ini kisahnya tuh masih belum jelas juga bagaimana dan apa yang benar-benar terjadi, khawatir didramatisasi.
Iya makanya, kita tetep cukup tahu aja ternyata ada kisah para eksil yang ngga diekspos gitu. Jujurly aku cuma tau sekadar kulit luarnya mbaa. Setelah nonton film ini jadi dapet insight baru gitu hehee
Aku sering liha Lola Amaria share tentang Eksil ini, tapi aku belum sempat nonton. Karena penasaran sih sama ceritanya, terus lihat beberapa teman yang sudah nonton dan mereka bilang ini bagus. Eh sekarang baca reviewnya ternyata memang sebagus itu ya, keren ini berani membuat film dari apa yang terjadi di masa lalu.
Iyaa, makanya aku juga penasaran karena filmnya yang cuma terbatas penayangannya. ternyata emang bikin mengharu biru huhuuuu
Aku waktu itu mau daftar nonton ini mba saat di Depok. Tapi kuotanya udah habis. KArena mungkin terbatas. Padhaal film seperti ini baiknya ditonton banyak orang biar makin banyak yang tahu keadaannya. Ada bbrapa buku yang menceritakan kisah eksil ini mba
Film sejarah bangsa yang sangat kelam tapi bisa jadi pengingat yang dalam
Emang harus banget generasi muda nonton film ini
Lola Amaroa rocks gokiiilll beraniiii dan cerdas bangettt bs angkat ironi dalam film.kayak gini yhaaa
ini film.yg kayaknya bisa menang oscar nih.
walo secara komersil, biasanya turun layar sejak pekan pertama d bioskop tanah air
Merinding banget yaa ciinnn kisah-kisah para exil iniii… memang kalau kita mau buka mata lebih luas, ada banyak sekali harta karun harta karun sejarah yang belum terbuka, pandora box masih banyak dikubur penguasa yang berkepentingan. Aku belum sempat nonton, demi kepenasaranan mau nyari besok-besok ah.
Lola Amaria selalu memproduksi film berkualitas dengan riset yang mumpuni. Saya menonton beberapa garapannya dan terpana dengan detailnya. Saya sangat ingin nonton film ini, karena saya sangat suka belajar sejarah. Meski fokus saya di sejarah sosial dan sejarah perempuan. Yg pertama yng paling dominan bagi saya. Bisa dibayangkan betapa inginnya saya menonton Eksil, kan?
Semoga ada rejeki bisa menemukan dan menonton film ini ya bu..
Film bagus karya Lola Amaria yang menusuk tepat ke pusat duka masyarakat INdonesia, kala itu dan mungkin hingga kini. Ada sudut pandang berbeda dalam sebuah politik, itu wajar. Tapi sampai ke hal-hal anarkis, itu agak berat yaa..
Tapi sampai dimana hukum ini akan berjalan dan berlabuh?
Kalau ngomongin masalah sejarah, kita gak bisa hanya baca buku yaa..
Apalagi ga mengalami langsung. Dan pasti semua orang punya perspektif masing-masing yang diyakini “paling benar” versi mereka.
Nah makanya, karena semua merasa jadi paling benar, makanya kita bisa menggali info dari sudut pandang lain ya teh..
Dari kemaren tu penasaran sm film ini pas ke cinepolis tapi kaya gak dpt clue menariknya dimana, akhirnya gak nonton. Dari blog ini jadi malah penasaran
Jujur, Teddy baru kali ini tau soal Eksil. Para mahasiswa yang dicabut kewarganegaraannya karena nggak mau tunduk ke orde Baru. Ya Allah, kenapa bisa seperti ini.
Beberapa waktu lalu Teddy semakin banyak dapat dan menggali informasi soal bagaimana orde baru menindas habis mereka yang terlibat atau terafiliasi dengan paham Komunis ini dan Eksil rupanya adalah salah satu kisah yang tak terdengar oleh Teddy.
“Para Gen Z, mengertilah sejarah dari berbagai perspektif untuk meluaskan pandanganmu, meluaskan mindsetmu. Bukan untuk menghakimi. Tak semua sejarah yang saat ini kamu ketahui, tertulis di buku-buku sekolahmu. Kita juga pernah melewati lorong-lorong gelap penuh onak.” Kata-kata Kakak benar-benar perlu kita implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar kelak generasi penerus kita tidak asal main hakim sendiri tanpa tahu cerita sebenarnya. Terima Kasih Kak.
Hai, semoga kakak bisa nonton filmnya langsung yah. Agar bisa lebih memaknai dan paham lebih dalam hehee
wah betul sih ini, isu sensitif yang ga semua orang berani bicara atau sekedar tahu. kadang kal memilih untuk gak mencari karena mungkin gakan siap andai ngikutin seberapa gelap dan panjangnya lorong sejarah bangsa ini.
Tetapi yang pasti baik generasi Z atau diatasnya atau siapapun kita yang harus dilakukan hari ini adalah membangun terus Indonesia sehingga menjadi bangsa yang maju. Ga boleh lagi punya rasa inferior dari bangsa lain.
Film ini menurut saya bisa menjadi penyeimbang dari Film G30S PKI dengan sudut pandang orang” yang disingkirkan dari suatu rezim yang secara sistematis membentuk kultur anti komunis di masyarakat Indonesia. Bahkan kekejian yang dialami oleh para jenderal, harus dibayar dengan puluhan ribu nyawa simpatisan PKI yang terbunuh di masa suram sejarah bangsa ini juga dengan cara yang keji pula.
Nah, bener pak, sekarang jadi punya sudut pandang yang lebih terbuka dan berbeda bagaimana menyikapi rezim yang telah lalu.
Kesan saya sebagai penonton film Eksil, film ini mungkin bagus utk ditonton Gen X -Gen Y dan Gen Z yg bisa jd AWAM krn dicekoki film G30s PKI era Orde Baru yg tiap tgl itu ditonton berulang kali, pdhl cerita di film G30S pki sebagian besar (katanya) dibelokkan demi rezim Suharto.
Tapi sbg pengamat film dokumenter, sy kira lola amaria kurang digging lbh dlm.
Ini msh seperti testimoni saja dari cerita2 eksil , pdhl yg bapak2 pemilik/kolektor buku2 “bersejarah” itu bisa dikorek lbh dlm lagi apa yg mjd “the biggest revealed” knp Soeharto sampai “sebegitunya”
Jd mnrt saya, masih kurang berani mengungkap yg lbh “berbahaya”, mungkin krn penguasa rezim orba msh berkeliaran sampe saat ini.
IMHO
Bener mbaaa, orang yang kek gini masih kulit luarnya aja pro kontar banget. Jadi kebayang kalo sampe “mengorek-ngorek” lebih dalam bakal kek gimana ramenya. Yang gini aja tayang terbatas susah banget mau nonton, bersyukur di kotaku bisa tayang meskipun cuma satu bioskop.
Penasaran mau nonton filmnya. Dapat di mana ya mbak? Film dari sudut pandang dari orang/pihak yang merasa jadi korban ya mbak. Masing-masing pihak merasa benar. Tetap harus waspada sih
Flmnya menarik untuk bisa tahu tentang sejarah dengan perspektif berbeda. Emang bener anak jaman sekarang perlu belajar sejarah dengan pandangan berbeda beda, cukup mengetahui tapi tidak untuk di hakimi
Wahh setuju banget, sejarah emang penting dan harus dipelajari mau sampai kapanpun. Karena banyak sekali hal-hal yang belum terpecahkan dan tidak banyak juga dibahas disekolah. Lewat film seperti inilah kita jadi tau kisah yang sebenarnya seperti apa
Eksil ini sejarah kelam ya bagi yang menjadi korbannya..,bisa kebayang sedihnya klo nonton langsung cerita ini
Film bagus ya, bisa membuka wawasan kita dari sudut pandang yang lain. Selama ini kita diberi pengetahuan sejarah yang ada di buku-buku pelajaran dan memahami yang terjadi berdasarkan itu saja.
Baca tulisan ini, sekaligus banyak belajar juga tentang sejarah kelam bangsa kita di masa lalu. Film dokumenter kayak gini emang wajib kita tonton biar kita bisa melek sejarah dan gak lupa sama pahlawan kita
Ini booming banget! Tapi aku belum nonton euy. Belum nemu waktunya. Mana gak semua ada di bioskop. Padahal seru yaa kayaknya.
Beberapa kali baca review film ini. Jujur saja salut pada keberanian produser, sutradara dan semua yang terlibat dalam pembuatan film ini. Mengungkap fakta sejarah itu tak mudah, pasti ada pihak-pihak yang keberatan dan mungkin merasa terusik. Tapi ya, sejarah memang perlu diluruskan, agar kita bisa belajar menuju masa depan yang lebih baik
Pas film ini keluar, untuk aku jujur saja kurang menarik karena sebelum ini udah sering melihat di youtube curhatan para mereka yang tak bisa kembali ke tanah air. Jadinya kalau nonton lagi takut sedih apalagi aku masih menyusui khawatir kepengaruh ke asiku
Entah kenapa ya aku ngrasa belakangan pelajaran Sejarah kok kek downgrade banget. AKu gak tahu karena anak2 HS, cuma denger dari beberapa ortu lain. jadi pelajaran Sejarah gk kyk dulu. Trus emang pelajaran Sejarah kan dibuat sesuai pemerintah yang sedang berkuasa. Untung masa sekarang kebebasan berpendapat dan media lebih masif jadi bisa lebih banyak tahu mengenai kebenaran sejarah yang pernah dipelajari di sekolah dulu.
Sayang ini film mainnya jarang di bioskop sini. Coba cari ah barangkali masih ada, terima kasih reviewnya.
Iyaaa, bener. tergantung kurikulum apa yang sedang dipake saat itu kan ya.
Dan susah juga mengumpulkan informasi yang akurat juga. Karena mungkin semua juga punya versi masing-masing.
seperti kata orang bijak. Sejarah itu ditulis oleh pemenang. tulisan sejarah itu tergantung banget dengan siapa yang berkuasa. aku aja lo sampai sekarang masih sering argue sama anak2 tentang sejarah yang beredar di buku2 sekolah saat ini
Setujuuuuuu
Lola Amaria selalu keren kalau berkarya..berani beda!!
Saya dulu sering dapat cerita dari orangtua tentang PKI tapi tentu banyak yang belum tahu pelaku sejarah yang asli. Dengan adanya film seperti ini akan terbuka mata kita akan sisi lain sejarah Indonesia.
Benerrr, cuma bisa ngebatin “ohh gituu..” hehee
aku gak paham banyak soal sejarah, berbeda dengan suamiku yang sangat paham soal sejarah. Soalnya Ayah suamiku dapat tugas dalam penumpasan PKI di desanya. Soal film, kepo sih