Sebenarnya apa sih yang disebut sampah? Selama ini kita berpikir bahwa jargon “Buanglah Sampah pada Tempatnya” adalah sesuatu yang sangat baik. Mungkin dengan membuang sampah pada tempatnya sudah membuat kita cukup peduli dengan lingkungan. Padahal sampah sebenarnya tidak pernah ada dengan sendirinya, karena sesuatu baru bisa disebut sampah setelah selesai dikonsumsi. Ya ngga? Terus pernahkah kita berpikir sejenak, ”ke mana sampah kita pergi?”. Pada kenyataannya, setelah mengonsumsi suatu makanan dan sudah membuang sampah pada tempatnya bukanlah solusi permasalahan bebas sampah makanan. Lalu apakah mungkin mewujudkan ide bebas sampah makanan? Mungkin saja, kalau kita bisa mengolah sampah makanan tersebut.
Table of Contents
Ke Mana Sampah Kita Pergi?
Pernah ngga kita jajan misalnya cilok di pinggir jalan, terus haus dan kemudian beli air minum botol kemasan di swalayan. Kemudian sampahnya kita buang ke tempat sampah. Makannya sebentar doang, minumnya juga sebentar doang. Tapi apakah sampah makanan tersebut kemudian menghilang? Oh tentu saja tidak teman-teman. Sampah makanan tersebut hanya berpindah tempat saja. Dan berapa lama sampah plastik tadi akan terurai? Bahkan sampai kita meninggal pun sampah tadi belum tentu terurai.
Beli cilok tuh ada plastik ciloknya, kemudian masih dibungkus kresek sama abang kang ciloknya. Sedangkan kantong plastik baru akan terurai 10-20 tahun. Terus haus deh, beli minum di swalayan. Kadang masih aja dikasih kresek juga. Botol plastiknya aja baru terurai sekitar 450 tahun. Dan semua akan menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Jangan sampai kita sudah menjadi tanah, tapi sampah kita masih menjadi masalah.
DK Wardhani (Menuju Rumah Minim Sampah)
Food Waste di Indonesia
Sebenarnya sampah makanan (food waste) sudah menjadi isu global yang cukup lama dan semakin serius. Sementara The Economist Intelligence Unit menyatakan bahwa Indonesia adalah produsen sampah pangan terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi (Jakarta Globe, 2017).
Dilansir dari data sampah sisa makanan Kota Metropolitan dan Kota Besar, warga Jakarta Pusat adalah penyumbang sampah makanan terbesar dari kategori Kota Metropolitan. Dalam sebulan, satu orang di kota Jakarta Pusat mengeluarkan Rp 833 ribu per bulan untuk makan, sementara 55% sampah yang dihasilkan satu orang per bulan merupakan food waste sebesar 39 kg.
Nah ini dia, masalahnya kota saya, kota Malang, masuk urutan kedua dalam menghasilkan sampah sisa makanan kategori Kota Besar. Padahal kota bunga ini pernah berhasil meraih penghargaan Adipura Kirana pada puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Dunia pada 2016 lalu. Meski biaya makan di Malang termasuk paling rendah, hanya sekitar 597 ribu namun kontribusi komposisi sampahnya sekitar 62% atau setara 14 kg per orang tiap bulan.
Tentu saja pemerintah tidak tinggal diam. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang mengembangkan rumah pilah, kompos dan daur ulang (PKD) sehingga memaksimalkan pengurangan sampah setiap harinya. Terutama untuk sampah organik yang hampir 68% memenuhi sampah rumah tangga, sedangkan sisanya adalah anorganik.
Nah ternyata kota Bandung tidak masuk dalam dua kategori tersebut. Tentu saja kota ini layak mendapatkan peringkat 28 dari 50 Smart City Gonverment 2020-2021 dunia pada 31 Maret 2021. Penilaian ini berdasarkan hasil studi dari Eden Strategy Institute, sebuah firma konsultan strategi yang berkantor di Singapura.
Sudah pada tahu belum konsep food smart city atau cerdas pangan? Bandung Food Smart City adalah wujud kolaborasi antara Rikolto veco, Fisip Unpar, dan Pemerintah Kota Bandung dalam rangka mewujudkan Bandung menjadi kota yang cerdas pangan guna mengurangi terjadinya food waste melalui berbagai program dan kegiatan yang dilakukan.
Dampak Food Waste
Food waste akan berdampak pada emisi greenhouse dan penggunaan air yang tidak efisien. Hal ini akan berujung pada kerusakan ekosistem alam. Jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari food waste diperkirakan mencapai 3.3 milyar ton CO2, setara dengan greenhouse gas yang dilepaskan ke atmosfer per tahun.
Nah pada grafik di bawah ini, ibaratnya kalau food waste adalah sebuah negara, maka negara food waste ini menempati urutan ketiga penyumbang emisi karbon penyebab efek rumah kaca dan perubahan iklim di bumi. Wohhooo!
Tahun 2018 sebanyak 1.3 milyar ton atau sekitar sepertiga makanan dari seluruh dunia terbuang padahal tuh lebih dari 820 juta orang di dunia masih mengalami kelaparan. Laporan tahun 2019 dari ADB (Asian Development Bank) bersama IFPRI (Insititut Penelitian Kebijakan Pangan Internasional) menunjukkan dalam periode 2016-2018 terdapat sekitar 22 juta penduduk Indonesia juga masih menderita kelaparan.
Mengolah Sisa Sampah Makanan Mulai dari Dalam Rumah
Bagaimanapun juga, rumah adalah gerbang utama yang memungkinkan sampah bisa masuk. Kalau kita belanja, pasti membawa potensi sampah masuk ke dalam rumah. Belum sampah yang sudah ada di dalam rumah itu sendiri. Kadang kita bingung juga kan, mau mulai dari mana?
Sampah memang sudah menjadi sumber banyak masalah. Kita berharap semua sampah itu akan menghilang begitu saja dari pandangan kita, tetapi menjadi sumber masalah di tempat lain. Bahkan pada akhirnya bisa membahayakan lingkungan sekitar kita. Oleh karenanya saya mulai menerapkan langkah Cegah, Pilah, dan Olah.
Cegah Sampah Masuk ke Dalam Rumah
Saat ini gaya hidup minim sampah makanan memang sudah bukan hal baru. Banyak pegiat zero waste yang menantang kita membenahi gaya hidup masing-masing. Memang sulit sekali mencapai nol sampah yang benar-benar nol. Penuh perjuangan dan perjalanan panjang, yang memang tidak mudah.
Mulailah dari diri sendiri dulu. Jangan muluk-muluk menyuruh orang lain untuk zero waste. Ajarkan orang lain melalui diri kita sendiri, sehingga mereka bisa meniru. Selesaikan diri kita sendiri dulu.
Siska Nirmala (Zero Waste Adventure)
Memulai usaha gaya hidup minim sampah makanan bisa dimulai dari Cegah. Jangan sampai ada atau setidaknya kurangilah memasukkan barang yang berpotensi menjadi sampah di rumah. Mulailah bawa kantong belanja sendiri, bawa botol minuman tumblr dari rumah, pun wadah makanan buat jajan cilok di luar. Sehingga akan meminimalisir masuknya plastik, tas kresek baru dan botol plastik ke dalam rumah.
Pilah Sampah Dalam Rumah
Baiklah saya mulai dengan memilah sampah rumah tangga saya. Sebelum pilah, saya sudah menyediakan tempat sendiri untuk tiap kategori. Ini akan memudahkan sekali, karena setelah dipilah nanti kami bisa menyetorkan sisa sampah anorganik ke Bank Sampah atau komunitas tertentu.
Nah di Malang juga ada komunitas Sahabat Alam Cilik dan juga pengepul Minyak Jelantah. Nanti minyak jelantah ini akan diolah kembali menjadi sabun. Sedangkan di Malang juga ada Bank Sampah Malang (BSM) yang mewadahi pembinaan, pelatihan, pendampingan serta pembelian dan pemasaran hasil pengelolaan sampah dari masyarakat Kota Malang untuk mengurangi sampah di TPS/TPA dengan edukasi masyarakat.
Olah Sampah Organik Menjadi Kompos
Setelah tahap pilah, maka selanjutnya adalah olah. Saya bersama teman-teman komunitas Rumah Belajar Minim Sampah sempat mengadakan acara bertajuk Pengolahan Sisa Organik dan Komposting. Acara ini berlangsung sebelum pandemi yah. Jadi kami akan membuat Komposter Pot yang bahasa kerennya Easy Lazy Composter. Kenapa? Ya karena super duper gampang dan kebangetan kalo masih males bikin. Jadi ngga ada lagi alasan ngga punya lahan atau ngga sempet, karena ini udah anti rempong banget. Harapannya setelah mengikuti acara ini, kami bisa menerapkannya kembali di rumah masing-masing untuk mengolah sampah sisa makanan rumah tangga kami.
Yuk intipin deh cara bikin starter komposnya..
Alat dan Bahan
- Siapkan pot besar dengan diameter minimal 45 cm. Ngga punya pot? Pakai ember bekas, kaleng cat, atau karung. Jangan lupa potnya dilubagi ya bawah dan pinggir-pinggirnya.
- Unsur hijau (sisa bahan organik selesai masak, bisa sayur dan kulit buah). Jangan lupa dicacah. Jangan terlalu basah (tiriskan dulu), jangan bersantan. Dan sebaiknya jangan sisa protein hewani seperti tulang ayam.
- Unsur coklat untuk alas dan tutup (daun kering, sekam, serbuk gergaji).
- Tanah
- Pupuk kandang atau pupuk kompos tanah.
- Air leri 300 ml (air cucian beras). Sebaiknya air leri ini yang sudah dibiarkan semalaman jadi yang berbusa lebih baik. Bisa juga gula jawa.
- Tutup pot.
Langkah Membuatnya
- Pot plastik yang sudah dilubangi bawah dan samping-sampingnya diberi alas unsur coklat (daun kering atau yang paling baik serbuk gergaji).
- Atasnya diberi tanah kemudian di atasnya ditambahi pupuk kandang.
- Tambahkan unsur hijau yang sudah dicacah.
- Siram dengan air leri secukupnya.
- Tutup dengan unsur coklat lagi.
- Tutup lagi potnya sampai menutup semua permukaan pot.
Starter kompos ini didiamkan 2-3 hari (ngga usah dimasukkan apapun lagi). Sampe terasa hangat, berarti komposternya sudah jadi. Nah baru sisa sampah organik selesai masak sayur, atau kulit buah bisa langsung dicemplungin ke komposter pot deh.
Kapan panen kompos?
Saat komposter pot sudah penuh. Juga jangan lupa melakukan pengadukan seminggu dua kali. Kalau sudah penuh, tutup pakai plastik dan tunggu sampai 3 minggu.
Cara panennya, sisain 1/3 buat starter tahap berikutnya. Jemur yang 2/3 selama 3 hari (diangin-anginkan saja) baru bisa dipakai. Kenapa sih dijemur? Biar bakteri pengurainya mati. Biar ngga menguraikan akar tanaman.
Tuh kan ternyata mudah banget bikin kompos. Tentu saja kita bisa mewujudkan rumah minim sampah dengan mengolah sampah makanan mulai dari dalam rumah. Untuk sisa makanan organik bisa dijadikan kompos, sedangkan yang anorganik bisa didonasikan ke Bank Sampah (sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku).
Sing soko lemah kudu mbalik nang lemah.
Yuk olah sisa makanan kita mulai dari dalam rumah dan jadikan bumi mejadi tempat yang nyaman untuk anak cucu kita nanti.
Malang, 20 April 2021
Referensi:
Bandung Food Smart City diakses dari https://bandungfoodsmartcity.org/about-us-2/ pada tanggal 20 April 2021 pukul 14.10.
Wulandari,dkk. 2020. “Perilaku Rumah Tangga terhadap Food Waste di Indonesia: Studi Literatur. Seminar Nasional Teknik Industri Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Dwi Sasetyaningtyas, “Permasalahan Food Waste”, diakses dari https://sustaination.id/food-waste-is-stupid-habiskan-makananmu-mulai-hari-ini/ pada tanggal 20 April 2021 pukul 14.28.
Andri Mastiyanto, “Ini Dia Cara Bandung Mewujudkan Cerdas Pangan, Seperti Apa?”, diakses dari https://www.kompasiana.com/rakyatjelata/607a69d58ede486e81082032/ini-dia-cara-bandung-mewujudkan-kota-cerdas-pangan-seperti-apa pada tanggal 20 April 2021 pukul 14.50.
59 Komentar. Leave new
Bener banget food waste ini tanpa disadari banyak bgt lho dihasilkan dari dapur di rumah. Terkadang untuk makanan tertentu masih bisa sih bawa wadah sendiri. Tp makanan tertentu kadang susah.
Belum lagi kalau males bikin food prep. Beberapa bahan kelamaan di kulkas n busuk. Belum belajar pengomposan nih. Soon ah belajar buat lebih aware dan bijak sama masalah makanan ini 🙂
Iya. Food prep juga penting banget mengantisipasi kebusukan yang lebih cepat.
Pokoknya tetep bawa peralatan tempur sendiri sebelum meninggalkan rumah.
Masyaallah Keren banget udah bisa menerapkannya di rumah. cara paling mudah yang bisa aku lakukan memang salah satunya mencegah sampah masuk kerumah.
Semangat mba Rina. Yuk mulai dari dalam rumah dulu.
Mencintai bumi dimulai dari lingkungan terkecil yakni rumah sendiri ya Kak. Inspiring!
Bener banget mbaa army!
Woow manajemen sampah yang bagus mulai dari rumah. Sebetulnya kakak saya sudah memulainya sejak bertahun-tahun yang lalu tapi tidak sedetail ini sih
Ngga papa yang penting mulai aja dulu mba, sama-sama belajar..
Mba, air lerinya itu terbuat dari apa mba? Atau ada dijual di toko2 gitukah?
Selama ini suka bingung sama caranya, belum ada yang berhasil, malah kalau aku tutup tanah yang aku buat kompos tadi berjamur mba 🙁
Air leri itu air cucian beras itu lhoo mba Pida. Itu mba tampung jangan dibuang.
Seiring berjalannya waktu eh ternyata punya aku tuh kok bisa berjamur, setelah konsul ama mastah ternyata doi (si komposter) lembab. Eh iya ding jamur kan seneng yang lembab gitu. Solusinya??? Tambahin aja unsur coklat. Intinya main feeling, perasaan. Kalo bau busuk kebanyakan unsur hijau ya diaduk trus ditambahin unsur coklat. Kalo nggak hangat (halah), ya ditambahin unsur hijau. Kalau muncul mba bella (belatung), tambahin tanah. Kalau kompos kekeringan ya tambahin leri. Kalau kompos menggumpal dan terlalu lembab ya tambahin unsur coklat sambil diaduk.
Kadang malu sih sama isi pikiran sendiri tega-teganya masih bisa nyepelihin yang namanya sampah “ah cuman satu botol bekas minuman ini atau cuma sedikit gak apa apa lah” padahal kalau 100 aja orang berpikiran sama maka satu botol plastik itu udah jadi 100 botol plastik.
Bener, makanya semua bermula dari diri sendiri dulu untuk membangun kesadaranya. Semangat mbaaa!
Wuih keren..
Asyik ya bisa ngolah sampah tuh. Kami juga belum bisa mengelola sampah dengan baik dari rumah hiks…tapi sedang berusaha..semoga bisa terlaksana..
Masih sama-sama belajar mba. Semangattt!
penting banget ini untuk mendaur ulang sampah karna selain bisa bermafaat, kita juga bisa menjaga alam bebas dari sampah
Bener, biar anak cucu kita ga menderita nantinya
Ya Allah gak nyangka kotaku Banjarmasin urutan pertama kota besar.
Semoga dengan banyak kampanye ini makin banyak yang sadar aamiin
SAma-sama memulai dari diri sendiri dulu di dalam rumah hehe
Keren bgt aslu para zero waste ini, mau composting tpi aku tuh jijikan bgt mba, jdi cuma bsa usahain masak secukupnya dan ga ada sisa makanan aja
iya nih mana kadang keluar belatung juga haha
Nah, ini memantapi sih, mulai mengolah sampah demi kesejahteraan lingkungan yang lebih mantap 😀
Masih terus belajar hehe
Memang usahakan ketika makan dihabiskan ya mbak jadi jangan tersisa makanan. Selain mubazir kan nanti menjadi sampah. Di Surabaya sudah mulai ada bank sampah
Iyaaa. Ambil maknananmu dan habiskan! Bukan hanya sekadar jargon, tapi harus segera menjadi aksi nyata.
Keren kak. Sudah mulai menerapkan pengolahan sampah rumah. Aku pribadi masih belajar juga kak. Dan salah satu hal yang aku lakukan biar ngga buang makanan dengan bikin food preparation dan belanja sedikit biar semua bahan makanan enggak busuk dan kebuang gitu. Kalau bikin kompos aku masih harus banyak belajar juga nih
Foodprep nih juga kunci agar makanan ngga terbuang-buang. Karena kita sudah mempersiapkan apa aja yang akan dimasak. Prosesnya hanya ribet di awal sih tapi selanjutnya malah enak banget.
betul penyadaran akan bahaya sampah harus di mulai dari pengelolaan sampah rumah tangga, terimakasih artikel yang sangat inspiratif.
Terima kasih sudah mampir. Semoga ada hal bermanfaat yang bisa diambil 🙂
kalo di jambi pemerintah telah melakukan pengurangan plastik dalam kemasan, sehingga mengurasi resiko sampah plastik..
Waahh kerennn. Di sini juga mulai di galakkan. Kemaren pas saya ke RS udah mulai tidak menyediakan kantong kresek untuk obat. Jadi harus bawa kantong atau tas belanja sendiri.
Tutorialnya informatif kak..jadi tahu saya cara olah sampah oragnik emnajdi kompos. belum banyak yang bisa saya lakukan terkait zero waste ini, tapi setuju jika memulai dari diri sendiri dulu. Jangan muluk-muluk menyuruh orang lain untuk zero waste. Ajarkan orang lain melalui diri kita sendiri, sehingga mereka bisa meniru. Seperti saya sebagai ibu, mengingatkan dan emngajarkan anak soal pengelolaan sampah di rumah
Bener banget. Setidaknya mulai dari dalam diri dulu, dari orang terdekat kita. Sehingga nantinya mereka bisa menularkan kepada lingkungannya.
Mengolah sampah makanan nih perlu di giatkan ya mbak supaya bermanfaat untuk kelestarian lingkungan dan alam sekitarnya
Bener banget, agar ada yang kita berikan dan sisakan untuk anak cucu kita nantinya.
Ibu saya dah lama membuat sampah makanan menjadi pupuk organik, alhasil tanaman jadi subur. Makanya kl habis belanja dan ada yg gak kepake spt sayur yg layu atau busuk saat dibeli akhirnya dijadikan pupuk
Wahhh kerennn. Semoga kita bisa melanjutkan estafet perjuangan beliau.
Saya juga mengolah sisa makanan menjadi kompos. Tapi saya biarkan lamaaa sampai sudah mirip tanah lalu langsung pakai. Memang cara yang salah sih tapi pad dasarnya saya kurang telaten. Cuma masukkan daun kering yang tiap hari ada seember lebih lalu beri sampah dapur dan tutup dengan sekam.
kalau dun kering harian, saya masukkan sak saja, kalau sudah setengan saya beri media tanam dan tancapkan stek sayur tertentu. Alhamdulillah stok sayur harian melimpah.
Alhamdulillah kalau berhasil ya bu..ikut eneng banget. Yang penting sudah ada niat dan melakukan aksi.
Aku lagi belajar zero waste, mulai dari diri sendiri dulu, pengennya nanti anak-anak juga mulai ikut serta. Meski kadang masih terlupa tapi akan makin mendisiplinkan diri, agar bisa menjadi gaya hidup semua ini akibat kesadaran diri sendiri untuk mengurangi sampah yang menjadi masalah bersama.
Bener deh mbaaa, karena anak-anak pasti akan copy paste semua tindakan kita. Jadi kita mulai dulu untuk memberi contoh pada anak-anak dan sekitar.
Setuju bgt, dimukai dari rumah. Trus di TPS2 tu harusnya jd pabrik sampah, jd sortir unt daur ulang dan buat pupuk kompos. Hehe
Kalau di TPA sini malah udah mulai bikin biogas mba Sani. Nanti akan didistribusikan ke warga sekitar.
Sekarang juga udah ada tas kompos kok. Jadi, yg punya alasan susah bikin kompos karena gak tahu caranya, gak sempat bikin tongnya dan sebagainya, udah gak ada alasan. hehehe.
Iyaa nih, karena emang kita punya sejuta alasan untuk menunda wkwkwk
Beberapa anggota keluarga masih suka membuang-buang makanan. Alhasil menjadi sampah karena tidak memiliki ternak untuk sekadar jadi ‘pembuangan akhir’ dari makanan sisa. Ingin memberi pelajaran ke anak nanti agar minim membuang-buang makanan dan lebih menghargainya. Jadi jika ingin mengambil secukupnya saja.
Bener banget, ambil secukupnya dan habiskan. Kalau kurang baru deh nambah ya kann
Bener, emang harus dimulai dari unit terkecil lingkungan, area rumah tangga. Salut, mbak Lintang sudah memulainya.
Kalau saya, sampah sisa makanan yang nggak habis, sisa sayuran, biasa dikasihkan ke hewan peliharaan (menthok dan angsa)
Mirisnya, bulan ramdhan gini malah potensi sampah makanan makin banyak, saat berbuka aneka makanan di beli, ternyata nggak habis, mau disantap saat sahur, rasanya juga sudah malas makan. Terus akhirnya di buang deh.
Iyaaa mba Naanik. Emang kalau buka bawaannya cuma lapar mata. Padahal makan dikit doang mah udah kenyang banget yah. Malah pas terawih ngantuk kalo kekenyangan hehe.
Makanya bener banget kalau ambil secukupnya dan habiskan..
Sebenernya membuat rumah minim sampat termasuk sampah makanan itu bisa banget ya mbak. Yang sulit itu adalah mengubah habbit atau kebiasaan dan melawan rasa malas. Semoga semakin banyak yang sadar dan berjuang menyelamatkan bumi dari sampah.
Aamiin. Tetep menjaga semangat istiqamah yang susah hehe
Wew, 14kg per orang di Malang buang2 makanan, itu banyak anjiiir. Nggak nyangka ya, apalagi yang laper mata kayak aku. Beli ngotot, nggak suka langsung buang huhu. Kudu lebih bijaksana lagi sih ya. Jangan sampai kita udah jadi tanah, eh sampah masih jadi masalah
Apalagi buat yang ngga suka makan sayur. Mau ngompos pake apa cin? wkwkwk
Wahhh Mbak Lintang, keren sudah sampai praktek bikin kompos dari sampah non organik. Selama ini saya bikin kompos hanya dari tumpukan dedaunan yang sudah dikumpulkan hasil sapu sapu taman.
Btw saya setuju, Sudah saatnya Indonesia mengadopsi sistem pemilahan sampah karena sampah juga dapat meningkatkan gas emisi rumah kaca dan bisa berdampak banyak banget termasuk kesehatan masyarakat.
Iya mba Rennn, semangat. Aku pun masih sama-sama belajar terusss. Pasti di Jerman udah lebih rapi sistem pemilahan sampahnya ya..
Dulu aku pernah berpikir tentang sampah makanan saat orang-orang heboh bicara slogan “Buanglah Sampah Pada Tempatnya”. Sadar ga sadar sampah makanan ternyata ga tanggung-tanggung juga banyaknya yaa mb. Termasuk saya, yang masih kadang buang makanan kalau sisa dan ga sanggup lagi dihabiskan. Harus menyadarkan diri dulu berarti nih, betapa ulah saya berdampak buruk bagi lingkungan.
Iya sama0sama belajar. Emang semua mulai dari diri sendiri dulu baru bisa menularkan pada lingkungan kita dan orang sekitar kita 🙂
[…] ulang agar karbon tetap ada di produk tersebut dan jangan sampai keluar. Jangan sampai membakar sampah yang bisa mengeluarkan karbon tadi. Kalau terlepas ke amosfer bikin GRK semakin […]