“Ada yang aneh.
Hatiku kadang berdegub kencang, kadang tenang.
Atau malah ingin menangis.
Aku tak tahu apa ini.”
Pada umumnya anak-anak memang kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya melalui kata-kata. Hal ini memang terjadi karena sebetulnya anak-anak belum bisa mengenali dan belum memahami perasaannya sendiri. Penyebab lainnya mungkin karena ketidaktahuan anak-anak terhadap penempatan kosa kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.
Terus pertanyaannya, emang penting yah mengenalkan berbagai jenis perasaan kepada anak?
Table of Contents
Pentingnya Mengenalkan Berbagai Jenis Perasaan
Pada masa golden age, anak akan mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam fase kehidupannya. Perkembangan ini meliputi perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan moral, dan perkembangan sosio emosional.
Hurlock (dalam Syukur, 2015) menyatakan bahwa perkembangan sosio emosional mencakup perkembangan sosial dan emosi.
Anakku yang paling kecil, saat ini sedang memasuki masa-masai “terrible two”, tapi bukankah sebuah sebutan akan menjadi doa? Jadi aku ngga mau menyebutnya dengan istilah terrible two but “amazing two”.
Baca Juga:
Kesalahan Mengajarkan Membaca Sebelum Belajar Mendengar
Terrible Two Gimana Sih?
Kamu tentu pernah mendengar istilah terrible two pada anak-anak yang memasuki usia dua tahun bukan?
Fase ini kadang bikin emak-emak super kewalahan karena berbagai perilaku dan tingkah polah kurang menyenangkan. Mulai dari suka melempar barang, memukul, menarik-narik, menendang, dan tantrum tak terkendali.
Sebenarnya terrible two sendiri memang digunakan untuk menggambarkan perubahan yang sering dialami anak-anak usia dua tahunan. Fase ini anak-anak benar-benar sangat egosentris dan merasa semua hal akan terpusat pada diri mereka. Sering berkata “tidak”, ngga bisa dibilangi, dan masih banyak lagi.
Dilansir dari haibunda.com, menurut psikolog anak, Wikan Putri, Terrible Two adalah suatu istilah yang diberikan untuk anak yang menginjak usia 2 tahun. Biasanya diberi istilah demikian karena pada usia ini anak memiliki karakteristik umum, seperti sering berkata ‘tidak’ karena dia nggak mau menuruti orang tua. Lebih sering marah terkadang sampai tantrum, dan memaksakan keinginannya.
Jadi pada masa ini disarankan orang tua sudah mulai bisa melakukan negosiasi dengan anak. Caranya dengan memberikan kesempatan ke anak untuk mengontrol atau membuat pilihan dengan memberi pilihan sederhana. Karena saat ini anak sedang memasuki fase autonomi.
Misalnya, memberi pilihan, “kakak mau sarapan sama apa? Nasi telur atau roti keju?”
Atau “adek, mau baju warna hitam atau kuning yang dipakai?”
Harapannya anak akan mendapatkan sense of autonomy yang dibutuhkan. Sehingga kecenderungan marah-marah atau tantrum bisa berkurang.
Baca Juga:
Kupas Tuntas Fenomena Childfree
Amazing Two Bukan Terrible Two
Lantas mengapa aku lebih memilih amazing two?
Gimana yah, sebagai orang tua kan kita memang menjadi keharusan untuk mendoakan anak-anak dengan segala kebaikan. Bahkan ngomong meleset sedikit bisa menjadi doa, apalagi kalau kamu ibunya.
Jadi ketika kamu memiliki persepsi, label, atau sebutan negatif maka akan mempengaruhi pikiranmu sendiri dan anakmu. Akan muncul sugesti kalau emang anak tersebut bener-bener “terrible”.
Padahal menurutku, ngga ada anak-anak yang benar-benar “terrible”, kitanya dong yang sebenernya “terrible”. Jadi aku lebih memilih menggantinya dengan fase “amazing” two.
Sebenernya saat mengasuh anak-anak amazing ini, akulah yang merasa sangat buruk. Ada banyak hikmah yang membuatku harus terus belajar, menambah kesabaran, dan bukan hanya anak-anak yang berkembang, tapi juga kita, ibunya.
Fase ini adalah saat anak-anak belajar ngomong, mulai dari sepatah dua patah kata yang lucu dan merangkainya menjadi sebuah kalimat. Fase seorang anak menunjukkan emosinya, yang bisa menghibur kita dengan semua tingkah lucu mereka.
Banyak yang dilakukan anakku yang kadang bikin aku ketawa, terharu, gemas, dengan semua tingkahnya yang out of the box banget.
Fase ini pula yang bikin suasana hati mereka gampang berubah. Mereka sedang mengalami perubahan besar, baik perkembangan motorik, intelektual, sosial, dan emosionalnya.
Baca Juga:
5 Manfaat Anak Bermain Game Tetris, Ternyata Banyak Positifnya!
Keinginan untuk Mandiri
Sadar ngga kalau dalam fase amazing ini, mereka lebih senang melakukan apa-apa sendiri? Maunya makan sendiri, pakai baju sendiri, kalau anakku begitu. Malah ngga mau dibantu. Meskipun jadinya makan lebih berantakan, mandi lebih lama karena kelamaan berendam dan main air.
Suka banget eksperimen karena jadi lebih kreatif untuk memenuhi rasa penasaran mereka. Misalnya main tuang air ke gelas. Yang berakhir dengan kemarahan kita karena mereka bikin kotor atau nambah kerjaan kita buat ngepel lantai.
Kadang jadi demen banget tanya, “Bu, itu apa?”, “Bu, kenapa sih kok gitu?”, Bu… kenapa begini, kenapa begitu..
Padahal, mereka sedang belajar kan? Mereka sedang mengasah keterampilan dan kemampuan barunya. Belajar motorik halus juga.
Berarti sebenernya yang terrible siapa?
Apakah Chicken Parenting Adalah Yang Terbaik?
Mengenalkan Macam-macam Jenis Perasaan pada Anak
Nah, di masa amazing two ini kadang anak masih belum bisa mengenali perasaannya sendiri. Makanya mereka kadang tak mampu menjelaskan bagaimana perasaan mereka karena tak bisa menyampaikan apa yang mereka rasakan.
Saat anak tantrum, rewel, marah, kadang kita ngga sabaran dan malah ikut marah. Padahal sebenernya seorang anak yang perasaanya sedang tak baik, juga ingin dimengerti. Ada sebab mengapa mereka berlaku demikian. Pasti ada suatu kondisi yang tak sesuai dengan keinginannya. Disitulah pentingnya memahami perasaan anak.
Cara orang tua mendidik anak akan berpengaruh dengan kemampuan seorang anak untuk mengenali perasaannya sendiri. Ngaku deh, siapa yang mengenalkan emosi pada anak cuma sebatas bahagia, sedih, marah, takut, dan berani?
Padahal ada banyak banget jenis perasaan yang seharusnya bisa diidentifikasikan sendiri. Misalnya ragu-ragu, khawatir, bosan, jengkel, curiga, malu, gugup, heran, damai, terbebani, dan masih banyak lagi.
Dilansir dari Psychology Today, penting banget buat menemukan label yang tepat buat tiap emosi yang dirasakan anak. Karena dengan mengenali emosi tersebut, anak jadi lebih mudah memahami apa yang mereka rasakan.
Kemudian mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut. Dengan demikian, pengendalian emosi dan perilaku bisa jadi lebih baik. Dari segi tumbuh kembang anak, pengenalan emosi juga sebuah pembelajaran penting pada aspek sosial dan emosional anak.
Tips Membantu Memahami Perasaan Anak
Orang Tua Harus Paham Dulu
Kalau orang tua sendiri belum bisa memahami apa saja macam-macam jenis perasaan anak, bagaiamana bisa memahami perasaan anak-anak? Bagaimana bisa mengenal berbagai macam perasaan pada anak?
Ya kan?
Gunakan Kata-kata yang Bisa Menjelaskan Perasaan Masing-masing
Anak-anak biasanya belajar dari pengalaman mereka namun tak bisa mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Smpai ada sesorang yang menjelaskan pada mereka. Jadi peran kita memang membantu anak-anak mngidentifikasi perasaan tertentu.
Sebutkan perasaan dan kemudian beri tahu dengan bahasa yang mudah dipahami. Kamu bisa membuat cerita dan mengenalkan banyak kosa kata baru untuk membantu anak memahami emosi dan perasaannya.
Gunakan Buku Cerita yang Banyak Gambar
Anak-anak lebih mudah memahami bentuk visual. Kamu bisa menggunakan gambar dalam buku cerita anak untuk menjelaskan perasaan tokoh dalam buku. Coba dengan menirukan ekspresi tokoh dalam buku untuk membantu anak memahami dengan baik.
Baca Juga:
Bonding time saat Pandemi dengan Membaca Buku Dunia Bunbun
Bantu Mengidentifikasi Pemicu Perasaan Tertentu
Biasanya anak masih sulit menghubungkan perasaan tertentu dan apa yang menyebabkannya. Misalnya mengapa mereka menangis? Menangisnya karena sedih atau karena kesakitan (terluka). Menangis karena perasanya tak nyaman, kenapa? Karena digoda teman? Karena lapar? Atau jatuh dari sepeda? Pokoknya menangis aja!
Anak-anak perlu belajar penyebab rasa sakit yang timbul sehingga mendorong keinginan untuk menangis.
Terus Dorong Anak-anak Membagikan Perasaan Mereka
Ada anak-anak yang tumbuh menjadi seorang yang introvert ketika dewasa. Banyak orang dewasa yang tak bisa mengungkapkan perasaan mereka kepada orang lain. Ketakutan akan konsekuensi dari mengekspresikan perasaan mereka.
Baik itu perasaan bersalah saat memukul saudara setelah marah, atau malu saat mendapat nilai jelek di sekolah, gugup ketika akan maju sidang atau tes wawancara, sampai minder saat harus mengangkat tangan di dalam kelas.
Maka, peran kita membantu anak-anak untuk jujur dan mau membagikan perasaannya pada orang tua. Dan tugas kita menghargai setiap cerita, setiap ungkapan perasaan anak-anak. Jangan tambah membuat mereka jadi malas bercerita. Jadilah teman yang baik untuk anak-anak.
Jangan lupa untuk selalu memvalidasi perasaan anak, misalnya saat dia gembira, selalu tanyakan, “kakak happy? cerita dong kenapa happy?”, atau “kakak sedih? takut? atau marah? atau gugup?”
Selalu validasi perasaan mereka sampai mereka bisa mengenali perasaannya sendiri.
Kesimpulan
Anak-anak memang kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya melalui kata-kata. Hal ini memang terjadi karena sebetulnya anak-anak belum bisa mengenali dan belum memahami perasaanya sendiri. Peran orang tualah untuk mengenalkan berbagai macam jenis perasaan kepada anak-anak.
Kamu bisa membuka kamus perasaan anak untuk mengetahui berbagai macam jenis perasaan anak. Membantu dan mendorong mereka untuk terus membagikan perasaan kepada kita, orang tuanya.
Jadi, apakah kamu sudah bisa memahami perasaan anak? Yuk bantu anak-anak memahami dan mengenali perasaan mereka sendiri.
18 Komentar. Leave new
Ini ilmu parenting yang memang dibutuhin banget, jujur sangat membantu biar anak mudah mengekspresikan perasaan mereka. Semakin terbiasa diberi kesempatan untuk memilih dan mengemukakan pendapat mereka bukan tidak mungkin besarnya anak nanti bisa mengatur emosi mereka dengan baik dan paling penting biar mereka jadi pribadi yang jujur dan tambah percaya diri.
Nah bener banget, ini yang akan berpengaruh sampai mereka dewasa kelak. Ketika anak-anak bisa memahami perasaan mereka sendiri, mereka jadi lebih peka dalam mengidentifikasi tiap emosi yang timbul..
Menarik kak ulasan tentang amazing two, semoga Allah senantiasa menolong para ibu untuk lebih sabar menghadapi toodler ini..
Waahhh kak Bul semoga toddlernya segera bisa dikondisikan ya wkwkwk. Semangat emak!
seriusan buku ini menarik dan kayaknya cocok untuk saya mengajarkan tentang perasaan kepada anak saya. noted.
Ilmu baru buat saya untuk belajar memahami perasaan anak, apalagi mempunyai anak 1 dan 3 tahun yang memang harus meraba-raba tentang rasa yang dimiliki oleh mereka. Untung kakak perempuannya yang jalan 6 tahun sudah mulai bisa speak up tentang perasaan, kalau lagi galau dia suka minta di peluk aja
Keren banget suh Pak, emang bener kalo anak perempuan perasaannya lebih peka yah.
Ada juga tentang ilmu memeluk anak, memang sebuah pelukan adalah obat paling mujarab kok.
Artikel ini mengingatkan aku film disney kalo gak salah, yang menceritakan tentang 5 perasaan yang ada di dalam kepala, ada marah, sedih, ceria, tertawa atau apa gitu lupa. Judul filmnya inside out.
Iyaa aku juga lihat film itu. Keren banget yah konsepnya emang gitu
tujuan adanya kamus perasaan anak memang bagus, karena tak semua orang dapat memahami perasaan orang lain, apalagi anak-anak
Mba Lintang, Aku juga lagi mengalami masa-masa amazing two ini, Masyaa Allah kedapetan informasi yang bermanfaat sekali.
Memang perlu ya orang tua atau caregiver belajar tentang kamus perasaan anak. Karena masa-masa ini juga jadi fondasi untuk kecerdasan emosionalnya ketika dewasa. Aku ngerasa banget sih efeknya sampe sekarang. Kalo marah gak langsung konfirm kenapa marahnya , atau lagi sedih, gak ngerti sedihnya karena apa dan harus identifikasi sendiri penyebabnya.
Untuk mencapai goal anak cerdas secara emosionalnya, memang jadi PR orangtua untuk tumbuh bareng si anak. hehe
Makasih ya Mba Lintang sharingnya.
Hai mba Okta, terima kasih berkenan mampir..
Nah iya, masih PR buat saya juga untuk validasi perasaan anak. Dan memang masih harus belajar terus. Karena ortunya juga harus pandai mengelola emosi, jangan sampai membuat anak menjadi trauma di masa depan sampai terjadi inner child yang tidak bahagia dan menjadi lingkaran setan ke anak-anak mereka kelak.
Semangat mba, sama-sama berjuang, semoga dimudahkan!
Kadang yang susah itu mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan mereka, belum lagi dengan pertanyaan lanjutan yang bikin pusing kepala wkwkwkwk.
Makasih sharingnya mbak
Nah lewat buku ini kita akan dikenalkan beragam jenis perasaan anak yang kadang kita sendiri ngga bisa menjabarkannya mbak. Asyeekk. Makasih udah mampir 🙂
makasih sharingnya
[…] jadi ngambil dari alokasi dana pendidikan anak, dana darurat, atau pos lainnya. Ini bisa bikin perencanaan keuangan yang sudah disepakati […]
Mba keren banget ilmunya bantu banget regulasi emosinya boleh mba nanti setiap poin tambah contoh 1atay 2,3 supaya dapat yang dimaksudkan. Mba itu bukunya beli dimana?
Siaappp, makasih ya mba masukkannyaaa.
Di shopeee ada mbaaa, buruan baca yukkk