Adakah yang sudah pernah mendengar istilah chicken parenting? Apakah ini masih terdengar asing? Tidak masalah, karena kita membicarakan tentang gaya pengasuhan ini.

Apakah Chicken Parenting Adalah Yang Terbaik
Satu informasi yang menarik adalah, bahwa istilah ini pertama kali digaungkan di China. Yang mana, arti dari chicken parenting adalah peran aktif orang tua secara obsesif dalam pendidikan anak.
Obsesif dalam artian sebenarnya. Yaitu orang tua sangat berharap anak-anak memiliki banyak kemampuan dalam hidupnya. Bahkan, cara seperti ini justru menjadi tekanan tersendiri bagi anak-anak.
Baca Juga:
Orang Tua Seperti Anak Kecil, Bagaimana Menghadapinya?
Apa Dampak Dari Chicken Parenting?
Seperti yang kita bicarakan di atas, obsesif. Dengan hal ini, anak-anak tumbuh dalam tekanan orang tua terhadap satu sisi kemampuan. Bisa dibilang, mereka tidak segan untuk memundurkan jadwal tidur, karena harus mengikuti berbagai kursus.
Apakah anak-anak tidak stress? Coba dibayangkan saja. Anak-anak ini dari pagi sudah belajar di sekolah, beberapa bahkan sampai sore. Setelah itu, mereka lanjut ke kursus-kursus tertentu sampai malam hari. Jika terus dilakukan setiap hari secara kontinyu, tentu saja ini menjadi tekanan psikis tersendiri bagi anak. Ini semua karena orang tua sangat ingin anaknya lebih unggul dan menyaingi anak lainnya.
Apakah teman-teman tahu, jika seperempat populasi orang tua di China, mengalokasikan pendapatannya untuk biaya kursus? Benar. Mereka tidak segan untuk menyewa guru privat bagi anak-anak. Dan tentu saja, ini menjadi ladang bisnis yang sangat menjanjikan
Baca Juga:
LingoAce, Tempat Kursus Mandarin yang Menyenangkan untuk Anak
Tekanan seperti ini, jika terus saja berlangsung lama, maka tidak hanya berakibat pada kondisi psikis saja tapi juga fisik. Tentu saja ini salah satu efek yang sangat kentara. Sebab tubuh diforsir lebih banyak dari yang seharusnya. Jika demikian keadaan di China, lalu bagaimanakah pengaruh chicken parenting ini pada pendidikan anak di Indonesia?
Adakah Chicken Parenting di Indonesia?
Jika kita cermati, sebab munculnya pola pengasuhan anak seperti ini adalah karena orang tua yang takut anaknya tidak mampu bertahan dalam persaingan.
Pertanyaannya, adakah di Indonesia?
Disadari atau tidak, ternyata pola pendidikan anak seperti itu ada di negara ini. Namun, hal ini masih mendominasi masyarakat di kota besar. Bukankah terlihat, jika anak-anak di kota besar memiliki jadwal belajar yang cukup padat? Sebagian dari mereka harus berangkat pagi buta, dan pulang ketika hari telah gelap.
Mereka juga dipaksa berada pada kondisi seperti ini, dengan alasan orang tua yang bisa saja berbeda dengan orang tua di China. Namun, mungkin tidak seekstrim di sana. Dalam proses pendidikan anak, sangat dibutuhkan keseimbangan fisik dan psikis.
Anak sangat perlu dikenalkan pada kompetisi, tapi jika berlebihan dalam berkompetisi tentu saja tidak baik. Tentu saja kita mengerti, jika dalam dunia parenting memang tidak ada pola terbaik. Namun kita sebagai orang tua juga harus mengerti, bahwa memberikan pendidikan anak seharusnya tidak mencederai hak mereka.
Baca Juga:
Kesalahan Mengajarkan Membaca Sebelum Belajar Mendengar
Salah satu hak anak yang direnggut, ketika kita memberikan mereka kesibukan akademik adalah hilangnya masa bermain. Fase ini juga sangat penting bagi perkembangan anak, bahkan ini adalah dunia mereka. Mungkin kita memang berusaha memberi bekal terbaik bagi mereka di masa depan. Namun jika memaksakan anak seperti mengikuti chicken parenting, rasanya harus dipikirkan benar-benar dampak jangka panjangnya.
Pendidikan anak bukan semata dengan memberikan mereka kursus tambahan yang bahkan menghabiskan tenaga anak-anak. Namun pendidikan anak, juga bagaimana peran kita secara nyata dalam pengasuhan itu sendiri. Satu dua atau beberapa gaya parenting, tidak mengapa kita coba. Namun, pada akhirnya, kitalah yang harus menyesuaikannya dengan visi misi keluarga.