Beberapa hari yang lalu ada beberapa kawan yang share flyer acara yang diadakan JNE lewat instagram jnewsonline. Saat tahu kalau bakal ngobrol bareng kang Maman, wah langsung deh pasang alarm. Padahal hari Jum’at kemarin, super hectic banget dari pagi. Tapi aku ngga mau deh ngelewatin sesi ngobrol bareng, sharing seru dari penulis paling asyik.

Inspirasi Asyiknya Nulis Yang Asyik bersama JNE dan Kang Maman
Aku mikirnya judul “Asyiknya Nulis yang Asyik Ke-2” bakal ada teori-teori kepenulisan (lagi). Udah nyiapin buku catatan pula. Tapi salah, baru kali ini acara ngobrol tentang menulis bisa seseru itu! Kang Maman, dengan bahasanya yang santai, tapi mengeluarkan banyak diksi yang menggetarkan. Bahkan buku catatanku penuh dengan kata mutiara. Bukan tentang teori A, B, C yang bikin mumet!
Banyak pengalaman hidup, slice of life, bahkan hanya dengan menajamkan panca indra maka kamu akan bisa menulis lebih banyak. Bacalah pesan semesta. Jurus pamungkas penulis, adalah bacalah! Perintah bacalah dalam Qur’an, ayat yang turun pertama kali ini menunjukkan bahwa kamu akan menemukan sesuatu dengan membaca. Tulislah, maka kamu juga akan mengabadikan seseuatu. Menulis tentang masa lalu, menulis tentang hari ini, menulis untuk masa depan, kamu menulis untuk mengabadikan.
Penulis yang baik, adalah pembaca yang baik.
Ah, rasanya kurang lama mereguk manisnya ilmu bersama Kang Maman. Aku mencoba mengabadikan inspirasi yang kudapatkan melalui tulisan. Apa aja yang bisa kudapatkan? Banyak!
Saatnya mengasah, menajamkan perasaan dan semua indra. Lebih peka pada lingkungan sekitar kita. Semua bisa menjadi bahan tulisan. Mau coba? Yuk!
Table of Contents
Asyiknya Nulis yang Asyik
Inspirasi pertama yang pasti, aku bakal bikin resume sesi ngobrol seru bareng Kang Maman. Banyak harta karun yang aku tulis, dan ingin aku bagikan tapi sesuai versiku.
Menulis adalah pekerjaan sulit. Sulit kalau kita tidak bahagia. Kosongkan pikiran, hati, dan dengarkan bisikan semesta untuk dituangkan dalam tulisan.
Kang Maman
Bener banget kata kang Maman. Tidak semua orang bisa menulis, tidak semua orang bisa menangkap pesan semesta. Kuncinya adalah kosongkan pikiran dan hati, dengerkan pesan semesta dengan membaca. Tulis aja dulu. Tulis apapun, jangan mikir yang berat-berat dulu. Bangun theatre of mind. Jangan menunggu puitis, romantis atau memulai dengan kata yang berat. Suarkan isi kepala kamu. Jangan pernah berhenti menulis.
Kang Maman berkolaborasi dengan JNE saat menulis buku Bahagia Bersama. Buku Bahagia Bersama adalah hasil yang dituju dari prinsip Berbagi, Memberi, dan Menyantuni yang selama ini dijalankan JNE. Salah satu isi buku ini mengisahkan tentang kurir JNE yang tunanetra, mas Welly, yang telah berpulang lebih dulu.
Relakan pergi semua yang datang.
Kang Maman
‘Membaca’ untuk Membendung Hoax di Era Digital
Pesan ‘membaca’ ini bukan sekadar membaca buku fisik, atau e-book gitu. Tapi lebih luas dari itu. Sekali lagi perintah pertama yang turun itu bukan, kamu harus shalat, kamu harus ngaji, kamu harus puasa. Tapi ‘bacalah’. Dengan membaca kamu bakal mendapat pesan dari bisikan semesta.
Tajamkan perasaan, belajar lebih peka dan maksimalkan semua indra. Penulis yang baik adalah pembaca yang baik.
Di sini aku jadi pengen mengangkat sebuah tulisan bahwa membaca pesan itu harus hati-hati. Peranku sebagai ibu rumah tangga adalah gerbang informasi utama bagi anak-anakku. Hari gini siapa sih yang ngga pegang gawai? Apalagi di era digital seperti ini. Jadi timbul keinginan menulis artikel “Pentingnya Ibu Rumah Tangga Melek Literasi Digital”.
Masa pandemi gini, saat kita hanya boleh di rumah saja, maka semua kebutuhan kita bisa terpenuhi hanya dengan memencet tombol dalam satu genggaman. Mau makan, mau kerja, mau bisnis, semua bisa lewat gawai. Apalagi membaca berita hoax yang sering seliweran di media sosial. Masalahnya jari emak-emak, kadang enteng banget tuh pilih tombol ‘share’ padahal ngga tahu sumber beritanya dari mana. Apakah berita itu benar? apakah ada data dan fakta? pokoknya viral aja dan hangat diperbincangkan.
Membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya pasti akan menimbulkan kesimpangsiuran dan keresahan. Sebagai ibu rumah tangga, penting sekali melek literasi digital. Seorang ibu berperan penting dalam membantu membendung hoax. Karena ibu memiliki peran dalam mendidik anak, mengingat banyak juga anak kecanduan gawai setiap hari. Seorang ibu harus cerdas serta mengetahui efek positif dan negatif yang bisa diakibatkan oleh penggunaan internet yang kurang bijak.
Rindu Menunggu Ayah Pulang
Sedang ramai dipebincangkan kasus ayah perkosa tiga anak sendiri yang terjadi di Sulawesi Selatan. Kasus ini dihentikan kepolisisan karena dianggap tidak cukup bukti. Pelaku dilaporkan mantan istrinya karena diduga mencabuli anak kandungnya sendiri yang masih di bawah 10 tahun.
Mungkin kita tidak akan pernah mendengar tangisan seorang ayah karena seorang ayah selalu ingin terlihat kuat agar anaknya dapat berlindung di tangan dan dadanya tanpa pernah meragukanya, ia dapat memberikan rasa aman kepadanya kala sang anak merasa terancam, itulah ayah.
Maman Suherman
Sosok ayah adalah cinta pertama semua anak perempuan. Bagaimana seharusnya sosok ayah yang bisa menjadi pahlawan bagi anak-anaknya, alih-alih meninggalkan trauma mendalam. Selain sebagai pemimpin, ayah seharusnya bisa menjadi panutan bagi anak-anaknya. Justru ayahlah yang menjadi nahkoda nomor satu bertanggung jawab melindungi keluarganya.
Bahkan dalam Qur’an dialog orang tua dengan anak, terdapat pada 17 tempat tersebar di 9 surat. Perinciannya adalah dialog ayah dengan anak 14 tempat dan dialog ibu dengan anak sebanyak 2 tempat, dialog kedua orang tua dengan anak sebanyak 1 tempat.
Aku ingin mengangkat sebuah kisah yang menceritakan betapa pentingnya peran ayah. Ayah dituntut lebih banyak berdialog dengan anak-anak. Jangan semua hanya dibebankan kepada ibu. Bukan sekadar mencari nafkah dan memberikan materi semata, tapi tidak berperan dalam pengasuhan. Keseimbangan peran ibu dan ayah akan memberikan andil besar bagi suksesnya pendidikan anak.
Cerita ini pada dasarnya adalah kisah tentang seoang anak yang ditinggal pergi ayahnya bertugas. Ayahnya hanya pulang seminggu sekali, dan hanya punya waktu bermain bersama saat weekend. Tapi kebersamaan ayah dan anak ini akan menjadi sesuatu yang menyenangkan dengan adanya kegiatan bermain bersama, pergi kemping sekeluarga, mengaji bersama, berkebun, dan melakukan aktivitas membahagiakan bersama ayah selama liburan. Cerita yang sederhana tapi akan ada pesan moral yang disampaikan terkait dialog berdua bersama ayah.
Menyesali Kematian
Mengenang bagaimana sedihnya ditinggal seorang ibu, sebuah inspirasi tanpa henti bagi Kang Maman. Sosok ibu. Ibu adalah pelita dalam kegelapan. Sebuah pertanyaan sederhana yang begitu pilu,
“Mak apakah yang paling menyakitkan?”
Mak menjawab, “dibentak oleh anak yang dilahirkan, yang saya ajak bicara bahkan sebelum ia bisa bicara. Tapi membentak.”
Ibu: Sebuah Obituari Cinta yang lahir karena ditinggalkan seorang ibu. Aku langsung terinspirasi sisi perspektif lain yang muncul, bukan hanya seorang anak yang sayang pada ibunya. Ada dialog dalam benak ini yang liar, bagaimana dengan anak yang tidak mengasihi ibunya? Apakah ada? Pasti ada! Akan ada banyak perspektif dengan melempar pertanyaan pada media sosial. Pasti juga banyak anak yang marah kepada ibunya, kesal, ingin memaki, entah dengan sumpah serapah menyakitkan hati. Tetap saja seorang ibu mendapatkan tiga kali penyebutan sebelum ayah. Ada surga di telapak kaki seorang ibu.
Aku membayangkan sebuah fiksi mini tentang seorang anak yang menelantarkan ibunya di usia senja. Tak ada siapa-siapa yang merawatnya. Tak ingatkah engkau, siapa yang berjuang antara hidup dan mati bertaruh nyawa agar kau bisa melihat dunia? Tak ingatkah kau siapa yang bangun siang malam, mengganti popok, menyusui, menunggu saat sakit, mengajak bicara saat belum bisa bicara? Kemudian engkau memberi tempat di panti jompo di saat dia dulu menemanimu sepanjang malam. Bermain bersamamu setiap hari. Bahkan seluruh usahamu membalas setiap tetes air susunya yang menghidupimu, tak akan pernah cukup.
Fiksi Mini: Menyesali Kematian
“Aku ingat Januari sepuluh tahun lalu saat berada di tengah quarter life crisis. Usia 25 tahun di saat mencapai puncak kejayaan dan kemandirian finansial. Aku memutuskan mengirim ibuku ke panti jompo. Ibu yang merepotkan bagiku, karena aku sibuk merawatnya seorang diri. Kini setelah 35 tahun dan melajang lama, aku tahu sepinya sendiri. Ibukun pun meninggal dalam kesendiriannya menambal kuka karena kedurhakaan putri semata wayangnya.”
Ada banyak inspirasi yang bisa kita gali dengan mendengarkan semesta. Sepertinya saat ini aku udah ngga bakal lagi mengidap sindrom writer’s block. Terima kasih Kang Maman, sudah memberi banyak sekali diksi dan inspirasi untuk tetap menulis. Jadi deg-degan juga nih kalau tulisan ini bakal dibaca Kang Maman nanti. Heheh.
Menulislah untuk mangabadikan kenangan. Biarlah raga ini yang pergi, tapi karya ini akan abadi.
Malang, 9 Oktober 2021
2 Komentar. Leave new
Aku yang nggak beneran ikutan acaranya alias baca dari sini saja ikut terpecut semangat menulisnya dari Kang Maman. Aih makasih ya sudah menulis pengalamanmu.
Senang bisa mampir ke mari.
Terima kasih mba, sudah berkenan mampir. Silakan nyimak IG TV nya masih ada kok. Semoga bermanfaat 🙂