Siapa yang tak mengenal Abu Abdullah Muhammad Idris Asy Syafi’i atau nama beken beliau adalah Imam Syafi’i? Sudah tidak asing bukan mendengar nama beliau? Benar sekali, beliau dikenal sebagai salah satu imam empat mahdzab dengan khazanah keilmuan yang amt luas. Di Indonesia sendiri, mayoritas masyarakatnya memilih pendapat beliau sebagai mahdzab utama. Kehebatan sang imam ini tidak terlepas dari peran ibunda, Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah. Bagaimana peran ibunda Imam Syafi’i dalam pendidikan anak?
Baca Juga: Cara Asyik Mengenalkan Corona Pada Anak
Table of Contents
Kisah Ibunda Imam Syafi’i
Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah merupakan Ahlul Bait. Keturunan Rasulullah SAW dari jalur Ubaidillah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Fatimah adalah sosok yang cerdas, tegar dan tidak pernah mengeluh. Suaminya, Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i wafat di Gaza, saat anak beliau berusia 2 tahun. Fatimah pun terpaksa harus membesarkan Imam Syafi’i sendirian, tanpa harta warisan dan serba kekurangan.
Kondisi yang serba kekurangan tidak melunturkan perjuangan Fatimah memberikan yang teraik bagi putranya. Tujuannya adalah agak kelak sang buah hati menjadi orang hebat yang bermanfaat bagi semua orang.
Ibunda Imam Syaf’i Hijrah ke Mekkah
Kota suci ini dipiliha agar Syafi’i kecil bisa bertemu dengan keluarga besarnya dari Suku Quraisy. Ibunda imam Syafi’i juga ingin agar putranya belajar bahasa Arab langsung dari Suku Hudzail. Kabilah ini sangat terkenal akan kefasihannya berbahasa Arab. Imam Syafi’i tidak hanya dikenal sebagai ahli fiqih, melainkan pakar seni sastra dengan berbagai gubahan puisinya.
Di Mekah beliau mempelajari Al Qur’an dan berhasil menghafalkannya di usia 7 tahun dengan fasih dan mutqin. Imam Syafi’i juga pernah mengkhatamkan hafalan Qur’annya sebanyak 16 kali saat melakukan perjalanan dari Mekkah ke Madinah. Setahun kemudian kitab Al-Muwatha’ karya Imam Malik dngan 1720 hadits pilihan, juga sudah diselesaikan beliau sampai di luar kepala.
Saat usianya yang ke-15 beliau sudah diangkat menjadi mufti kota Mekkah dan diizinkan untuk mengeluarkan fatwa. Semua karya besarnya masih dijadikan rujukan para ulama seluruh penjuru dunia.
Baca Juga: Kesalahan Mengajarkan Membaca Sebelum Belajar Mendengar
Menjaga Kehalalan Nafkah untuk Imam Syafi’i
Fathimah selalu berusaha menjaga kehalalan untuk putranya bahkan sejak masih mengadungnya. Dia khawatir bila ada scuil syubhat yang masuk ke dalam tubuh Syafi’i. Semua dibiasakan mulai dari dalam kandungan. Suatu ketika, Fathimah pernah meninggalkan Syafi’i kecil yang sedang tidur sendirianuntuk ke pasar. Karena terbangun dan tidak melihat ibunya di manapun, lantas Syafi’i menangis sejadi-jadinya. Seorang ibu, yang merupakan tetangga mereka pun mendengarnya. Ia mencoba menenangkannya dan menyusuinya. Sesampainya di rumah, saat mengetahui itu, Fathimah khawatir bila saja ada unsur haram yang masuk ke tubuh Syafi’i melalui susu tadi.
Fathimah pun memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut anaknya sampai beliau memuntahkan semua isi susu yang telah masuk dalam perut Syafi’i. Fathimah mafhum apabila ada sesuatu sedikit saja unsur haram, maka akam mempengaruhi karakter anaknya kelak. Sehingga dia sangat berhati-hati terhadap apa saja yang masuk dalam tubuh anaknya.
Baca Juga: Pentingnya Ibu Rumah Tangga Mengenal Literasi Digital
Meninggalkan Rumah dan Menuntut Ilmu
Walaupun kekurangan dalam hal ekonomi, Fathimah selalu berusaha sekeras mungkin agar putranya mendapat fasilitas terbaik dalam menuntut ilmu bersama ulama-ulama terbaik. Karena kecerdasannya yang luar biasa, Fathimah mengijinkan putranya yang saat itu berusia 15 tahun untuk menuntut ilmu ke luar kota Mekkah. Syafi’i bilang ke ibunya, habis sudah dia berguru ke semua ulama dengan berbagai disiplin ilmu. Beliau ingin mencari ilmu di tempat lahiranya Rasulullah saw.
Fathimah dengan berat hati mengijinkan semata wayangnya. Ini merupakan keputusan terbaik untuk keilmuan anaknya agar bisa bermanfaat bagi orang banyak kelak. Allah yang akan menjaga anaknya itu. Fathimah pun menyuruh agar Syafi’i tidak pulang sebelum mejadi seorang ‘alim dalam agama.
Suatu ketika saat ada perkumpulan majelis ilmu di Masjidil haram terdapat seorang ulama besar dari Iraq. Beliau menyampaikan ada seorang gurunya yang berasal dari Mekkah begitu cerdas dan ‘alim dalam agama. Sehingga semua permasalahan agama di Iraq bisa terselesaikan berkat gurunya. Semua penasaran siapakah guru tersebut? Ulama besar tersebut menjawab, pemuda tersebut adalah Muhammad Idris Asy Syafi’i.
Menangislah sang ibunda karena terharu dan bangga saat mendengarnya. Semua doa dan air mata telah dibayar lunas. Fathimah menceritakan bahwa pemuda yang telah disebutkan adalah anak semata wayangnya yang sudah lama pergi untuk menuntut ilmu. Mendengar hal itu, tunduklah semua rombongan dari Iraq, dan bertanya apakah ada pesan yang ingin disampaikan kepada guru besar Imam Syafi’i? Ibunya hanya menjawab,
“Aku telah ridha dan mengijinkannya kembali pulang.”
Begitulah seorang ibu, dibalik seorang anak yang besar dan sukses, selalu ada perjuangan ibu yang hebat. Sebuah nilai pendidikan luhur yang telah dibiasakan sejak saat dalam kandungan. Semua doa dan kerja keras ibunda imam Syafi’i dalam mendidik anak semata wayangnya telah dibayar lunas. Dia tidak saja melahirkan seorang anak yang hebat, tapi dia juga melahirkan seorang imam yang cahayanya tak pernah padam.
Malang, 8 Maret 2021
1 Komentar. Leave new
[…] renungkan terlebih dahulu tujuan dari investasi kamu, misalnya untuk dana pendidikan anak, ibadah haji, atau lainnya. Selanjutnya, tentukan pula target yang ingin kamu […]