Masya Allah (tidak terasa) sudah memasuki 10 hari terakhir. Ramadhan akan meningalkan kita sebentar lagi. Bagi teman senja yang sedang mendampingi ananda berpuasa, pasti ini memasuki hari-hari yang berat. Bagaimana tidak, 20 hari sudah terlampaui. Masa senang-senang awal puasa juga sudah terlewati. Anak mulai bosan, mengeluh dan membutuhkan jeda. Saya akan bercerita sedikit tentang mendampingi anak TK berpuasa.
Mulai tahun ini Ghazi akan berusia 6 tahun sedangkan Ghazan akan berusia 5 tahun. Satunya TK A dan satunya paud. Tahun lalu saya belum memulai mereka berlatih puasa, karena adiknya masih terlalu kecil. Saya pun masih repot mengurusi bayi, Ghaitsa. Tentu saja saya tidak bisa fokus mendampingi kakaknya berpuasa. Tapi insya Allah tahun ini saya mulai mencoba. Sebuah awal yang bikin deg-degan juga, karena dua lelaki kecil ini nyatanya gampang-gampang susah dibangunkan pagi hari untuk sekolah. Mereka bangun sekitar setengah 7 biasanya. Belum saya biasakan shalat subuh setiap hari. Tapi kalau sedang ‘beres’, Ghazi minta dibangunkan shalat tahajjud ataupun subuhan pukul 5 pagi.
Seorang anak memang fitrahnya bangun pagi, bukan? Tapi apalah emak ini, yang malah menyuruhnya tidur lagi sampai lewat subuh. Jadi ini masih PR buat saya untuk terus berbenah dengan berbagai catatan. Sebelum memasuki Ramadhan, saya sudah briefing jauh-jauh hari.
“Habis ini akan masuk bulan Ramadhan. Bulan suci yang mewajibkan seluruh umat Islam sedunia berpuasa. Kita ngga boleh makan dan minum mulai dari adzan subuh sampai adzan magrib. Mas pun, belum wajib berpuasa. Tapi mas mau ngga latihan puasa?”
Tentu saja mereka juga excited, dengan berbagai cerita yang saya sampaikan tentang bulan Ramadhan. Saya sempat khawatir, karena Ghazi sebelumnya mempunyai maag. Bagaimana bisa dia akan bertahan tidak makan sampai magrib? Lagi-lagi, saya hanya menyerahkan semua kepada Allah. Saya bilang kepada mereka, kalau puasa itu menyehatkan. Bismillah, semoga Allah mudahkan.
Membangunkan hari pertama sahur, bukannya tanpa drama. Ghazi memang agak susah dibangunkan sepagi ini. Merajuk, merengek, mau ini itu, mogok makan, ah banyak sekali yang dimaunya. Sedangkan Ghazan relatif aman, surprisingly si adek ini malah ngga merengek. Dia emang mudah banget kalau dibangunkan, mau jam berapapun juga. Alhasil setelah makan sahur, saya biasakan pipis, sikat gigi, langsung wudhu untuk persiapan shalat subuh. Setelah ngga mengantuk ya anak-anak kondusif banget. Mau diajak subuhan berjamaah.
Drama dimulai sekitar pukul 8-9 pagi. Ghazan itu tipe anak yang ngga bisa lihat jajan nganggur. Pukul 9 dia sudah minum tanpa sepengetahuan saya. Allahu akbar. Jam 10 dia mulai ngemil. Saya mengelus dada. Saya bilang boleh berbuka setelah adzan dhuhur. Namanya puasa beduk. Setelah itu udah ngga boleh makan dan minum lagi seperti subuh tadi. Dianya mah iya iya bae. Wkwkwk. Jadi pas udah beduk, mereka buka makan dan minum kemudian lanjut sampai magrib. Alhamdulillah.
Hampir seminggu begitu terus. Sampai pada suatu pagi, saya ajaklah mereka ke indomaret. Ghazi pengen kinderjoy. Saya selalu big nono untuk yang satu ini. Apaan sih, timbang jajan gitu doang isinya dikit, cuma isi mainan tapi harganya mihil. Beli 3 udah sama kaya belanja buat makan seharian. Eh tapi saya bilang,”oke ibu belikan asal mas ghazi puasa sampai magrib yah. Ngga makan pas beduk tapi lanjut”. Deal, dia mengiyakan. Adeknya mah iya bae apa kata masnya. Udah masuk waktu beduk, saya tawarin berbuka. Katanya ngga. Kan mau buka kinderjoy. Hihi kasian juga. Memasuki ashar jam kritis nih, dia mulai merengek, gegoleran, bilang kok adzan lama banget yaaa. Ngga kuat haus lah, mau minum lah. Saya bilang, boleh minum tapi kinderjoy melayang. Dia bertahan.
Baca Juga: Kesalahan Mengajarkan Membaca Sebelum Belajar Mendengar
Alhamdulillah puasa full perdana sukses (dengan iming-iming). Sungguh terharu karena ini pasti ngga mudah buat dia. Ghazan pun full, masya Allah. Besoknya beda acara lagi, bukan kinderjoy tapi pengen mie goreng. Apa-apa yang saya larang di hari biasa, dijasikan senjata untuk mengabulkan keinginannya. Baiklah saya iyakan. Boleh berbuka dengan mie goreng. Katanya pakai telur mata sapi ya bu.. Hal sepele yang membuat saya trenyuh. Hanya untuk sepiring mie goreng dan mata sapi (tapi tetep buka sama nasi dulu), mereka mau puasa seharian. Huhu. Semangat ya para pejuang!
Besoknya udah lain keinginan lagi. Ghazi pengen lemon squash. Ini juga salah satu deretan makanan yang biasanya ngga saya perbolehkan. Squashnya kan bersoda. Belum lagi esnya. Haduh! Tapi karena ini momen berpuasa, oke saya kabulkan. Siang hari Ghazan tak kuasa menahan godaan makan siang. Wah bahaya ini, kalau adiknya mokel, jangan-jangan bikin Ghazi tergoda. Sayangnya, dia adalah anak dengan pendirian kuat. Kekeuh dia menahan sambil merengek, “buuu kalau Ghazan makan, berarti nanti ngga dapat leomn squash ya buuuu. Aku dapat ya buuu”. Kasihan amat sih. Saya pun mengiyakan.
Saat berbuka dia benar-benar bahagia bisa menyelesaikan misinya dan menagih janji saya. Ghazan ngga boleh dikasih, karena dia ngga puasa full. Dilema juga, di satu sisi Ghazan sudah bagus banget mau puasa full meskipun dia berbuka beduknya tapi mau melanjutkan. Di sisi lain, saya harus memenuhi janji kepada masnya. Mengambil jalan tengah, saya bilang kalau Ghazan tidak mendapatkan gelas full, tapi berbagi dengan ibu. Karena dia juga mau ‘belajar’ puasa. Ghazi mengerti setelah diberi sedikit pengertian. Saya pun bilang,
“Begitulah orang beriman mas. Kita boleh mengharap pahala karena kebaikan yang kita lakukan. Mungkin saat ini mas melakukan karena ingin berbuka sesuatu. Tapi nanti Ghazi harus melakukan untuk mendapat ridha Allah. Seperti Ghazi sama Ghazan hari ini. Ghazi bisa menyelesaikan puasa dengan baik, jadi boleh minum lemon squash. Orang beriman juga begitu, setelah melewati dan menjalankan semua perintah Allah dengan baik maka Allah akan mengganjarnya dengan surga. Bagi yang tidak bisa menyelesaikannya, ya ngga dapat mas. Kaya Ghazan kan ngga bisa minum lemon squash seperti mas Ghazi.”
Dia membalas,
“Di surga ada banyak permen ya buu, boleh makan apa aja. Bisa makan coklat, main skateboard, pokokonya boleh semua yaa..”
“Soo pasti dong mas..”
Saya selalu melakukan dan menceritakan pendekatan tentang surga bukan dengan bahasa yang berat tapi dengan bahasa yang diinginkan anak-anak. Saya tetep bilang, di surga akan ada air seperti sungai mengalir yang isinya susu, madu, dan ada apa saja. Tapi tentu saja mereka tidak akan tertarik. Mereka akan tertarik dengan makanan kesukaan mereka, mainan kesukaan mereka, apa saja yang mereka sukai akan ada di surga.
Catatan mendampingi puasa oleh ibu Ghazi,
20 Ramadhan 1442 H
1 Komentar. Leave new
[…] usia baligh, belum diwajibkan berpuasa. Namun, dalam masa sebelum baligh ini anak-anak sudah bisa belajar puasa dengan syarat […]