Beberapa bulan yang lalu sempat anjangsana melewati Solo dari Jogja. Sebelum covid menyerang dan himbauan #dirumahaja berkumandang. Sedihnya, jadi kangen Jogja dan Solo nih kan. Nah, karena emang udah masuk waktu makan siang, jadi kami rame-rame memutuskan mampir mencicipi kuliner khas Solo. Berbekal searching sana sini, sampailah kami pada sebuah nama yang terkenal rasa selat Solo-nya seantero jagat : Selat Solo Mbak Lies. Yuk nikmatin Selat Solo sambil belajar sejarahnya.
Jangan dikira ini warungnya di pinggir jalan atau di jalan besar. Oh nooo, meskipun masuk-masuk gang tapi penuh banget apalagi jam makan siang. Tempatnya unik banget, banyak keramiknya. Seragam karyawannya pun khas pakaian tradisional. Ah keren pokoknya. Eh btw pada tau nggak apa sih Selat Solo itu?
Hidangan Selat Solo terdiri dari empal khas Jawa dan telur rebus, yang dilengkapi dengan buncis, daun selada, wortel, tomat, kentang, acar timun, keripik kentang, dan mustard.
Baca Juga: 5 Menu Takjil Buka Puasa yang Mudah, Praktis, tapi Istimewa
Ternyata dilansir dari Wikipedia, di masa kolonial Hindia Belanda, orang-orang Eropa membawa bahan-bahan makanan dan berbagai cara memasak khas Eropa. Para ningrat dan kaum terdidik (pada saat itu di Kasunanan Surakarta) diperkenalkan dengan makanan-makanan ini namun sepertinya citarasa makanan Eropa tidak langsung cocok dengan selera mereka.
Dahulu, nama Selat Solo diyakini berasal dari kata “selat” yang berarti salad, dan bistik dari kata biefstuk atau steak. Makanan-makanan seperti roti, keju, dan daging yang dimasak setengah matang menjadi makanan masyarakat kelas atas namun bukan makanan yang bisa diterima dengan mudah oleh lidah orang Indonesia sehingga muncul modifikasi dari makanan tersebut.
Seperti misalnya daging setengah matang yang diubah menjadi empal atau penggunaan mayones dan kecap Inggris, yang diganti dengan kecap manis. Hidangan ini kemudian menjadi pencampuran buaya antara Eropa dan Jawa.Selat ini rasanya manis gurih. Meski hujan deras, banjir, panas, Selat selalu disajikan dalam keadaan dingin. Kalau mau minta hangat ya bisa sih dipanasin, tapi cocoknya dingin. Aduh masih kerasa ini manis gurihnya yang bikin lidah bergoyang. Selain itu, Selat tidak dicocok bila dipadukan dengan sambal. Kalau mau pedas, ada selat galantin kuah saos.
Baca Juga : Sego Uceng Kuliner Nikmat di Bendungan Lahor
Jadi seperti itu sejarah selat solo yang menjadi kuliner khas Solo. Jika kalian kebetulan mampir ke Solo dan mencicipi hidangan ini, jangan lupa sejarahnya juga ya.
Ayooo pandemi cepetan berlalu donggg, aku udah kangen mencicipi Selat Solo lagi nih..