“Our mission, through #BluingTheEarth, aims to revolutionize the way we live with nature and ocean”
(Yulia Ratnasari)
Sekumpulan muda-mudi berkaos biru nampak sumringah, mereka dengan seksama mendengarkan arahan yang sedang diberikan. Hari itu bukan hari biasa bagi mereka, hari itu istimewa. Mereka akan membuat perubahan baru untuk sebuah keberlanjutan membirukan Indonesia.
Yulia Ratnasari sibuk memberikan arahan pada para relawan komunitas Karbon Biru. Hari ini salah satu mimpinya terwujud. Dalam rangka memperingati Hari Mangrove sedunia setiap 26 Juli, komunitas yang diampunya akan melakukan giat tanam 1.000 bibit pohon mangrove di desa ekowisata Wonorejo, Surabaya.
“Kami memilih kota Surabaya sebagai acara penanaman pertamanya, karena Surabaya dikenal dengan kekayaan varietas bakau yang ditanam, pengembangan risetnya dan akan dikembangkan menjadi kebun raya bakau pertama di Indonesia,” ujar Nikita, salah seorang sukarelawan Karbon Biru.
Indonesia memiliki pesisir pantai terpanjang dan lahan mangrove terluas di dunia. Namun luas lahan mangrove terus berkurang. Pesisir pantai di Jawa Timur juga minim tanaman mangrove, terutama wilayah utara.
“Sekitar 23,5% hutan mangrove ada di Indonesia, karena pesisirnya yang besar sekali, kita juga menjaga mangrove yang udah ada. Karena untuk sekarang ini degradasinya sekitar 50 hektar tiap tahun. Kalau masyarakat ini mengerti dan paham, mangrove bukan tanaman liar maka mangrove ngga akan semakin ditebang. Karena kita menanam dan mengembalikan hutan tuh butuh puluhan tahun,” pungkas Yulia saat ditanya alasan mengadakan aksi tanam 1.000 mangrove.
Sebenarnya, apa hubungan Karbon Biru dengan mangrove?
Table of Contents
Peran Ekosistem Karbon Biru
(sumber gambar: https://jikalahari.or.id/kabar/klipingberita/indonesia-penyumbang-emisi-gas-rumah-kaca-terbesar-ke-8-di-dunia)
Indonesia setiap tahun menyumbang Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 1,3 Gigaton CO2, dan Indonesia berada di urutan ke delapan dunia dalam emisi gas rumah kaca khususnya karbon dioksida (CO2).
Menurut Ritchie et al., (2020) dalam Putri et al., (2022), produksi emisi terbesar tahun 1920-2020 banyak dilakukan dari kegiatan alih fungsi lahan, penggunaan bahan bakar fosil, dan sektor pertanian.
Sangat diperlukan pengurangan laju emisi di atmosfer dengan menggunakan dua prinsip dasar, yaitu mengurangi aktivitas penghasil emisi dan menyerap emisi yang terdapat di atmosfer. Langkah yang umum dilakukan di Indonesia adalah menlakukan penyerapan karbon oleh hutan.
Sayangnya, pada 2001-2021 negeri ini kehilangan sekitar 28 juta hektar luasan hutan karena deforestasi di Riau, dan seluruh provinsi di Kalimantan (globalforestwatch.org dalam Putri et. Al., 2022). Maka, Indonesia perlu memanfaatkan potensi lain untuk menyerap karbon melalui ekosistem pesisir dan laut yang kini dikenal dengan karbon biru.
Indonesia sendiri punya garis terpanjang kedua di dunia mencapai 99.083 km yang berpotensi menyimpan karbon. Ekosistem pesisir ini didominasi oleh ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang yang bisa menyerap karbon hingga 50% dari total penyimpanan yang berada di lapisan sedimen.
Ekosistem ini yang berperan penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dengan membantu penyerapan karbon yang terperangkap di atmosfer. Harapannya bisa memenuhi target nasional hingga global untuk membirukan dunia.
(sumber gambar: https://indonesiabaik.id/infografis/mangrove-indonesia-yang-amat-berguna)
Berdasarkan Peta Mangrove Nasioonal oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2021, total luas magrove Indonesia seluas 3.364.076 Ha, yang terdiri dari 2.661.281 hektare dalam kawasan serta 702.799 hektar di luar kawasan.
Yulia pun menuturkan bila pohon mangrove dapat menyimpan hingga 10 kali lipat karbon dibandingkan pohon biasa. Perempuan yang lahir dan besar di Surabaya ini juga tahu betul bahwa penyerapan emisi karbon dioksida oleh hutan mangrove leboh efektif dibandingkan hutan hujan atau hutan gambut.
“Laju perubahan iklim oleh emisi karbon dioksida yang membuat bumi makin hangat, dapat direm dengan hutan mangrove Indonesia yang luasnya 23% hutan mangrove dunia,” tuturnya.
Seribu bibit mangrove yang ditanam pada 26 Juli 2022 lalu adalah bibit Rizophora Mucrinata yang akar tunggangnya mampu menahan abrasi. Sedangkan di Wonorejo sendiri, saat ini punya lebih dari 50 spesies bakau.
Lahirnya Komunitas Karbon Biru, Menopang Sustainability dan Economic Growth
Yulia Ratnasari ingin punya dunia yang lebih besar, tak hanya kenal Surabaya sebagai tempat tinggalnya. Setelah menyelesaikan S1 di Universitas Surabaya dengan jurusan International Business Networking, ia melanjutkan studi S2 MBA di Taiwan.
Yulia juga pernah bekerja di UNICEF sebagai financing, pernah menjadi management trainee di Danone Waters dan mencoba beberapa bisnis di Surabaya seperti kafe dan toko tanaman. Dia juga menyelesaikan master kedua dalam bidang Industrial Ecology dan Circular Economy dalam naungan Erasmus Mundus Joint Master Degree.
(sumber gambar: https://karbonbiru.org/)
Perempuan berambut panjang ini juga terpilih sebagai delegasi untuk ASEAN pada isu renewable energy dan green economy.
Saat itu divisi tempatnya bekerja di Danone sedang melakukan inovasi menciptakan botol 100% recycle PET. Botol ini terbuat dari 100% sampah plastik daur ulang dan pertama dibuat di Indonesia. Memang Aqua juga ingin berkontribusi pada sustainability dan social empowerment.
Yulia tertarik memperluas disiplin ilmunya, karena sustainability merupakan gabungan dari ilmu sosial dan teknik. Sungguh beruntung, ia diterima program Erasmus Mundus dalam bidang Circular Economy, yang juga fokus pada ilmu teknik.
Circular Economy sendiri merupakan disiplin baru yang mengeliminasi konsep sampah, sangat berbeda dengan linear ekonomi dengan tagline-nya “ambil, konsumsi, buang”.
Semua pasti familiar dengan konser 3R (Recycling, Reduce, dan Reuse), namun Circular Economy bisa mencakup 9R.
Tentu saja bisa diterapkan pada semua kategori produk, didalamnya terdapat juga biomassa, air, gas dan segala material di bumi. Pun dalam Circular Economy, sampah juga dinilai sebagai resource dan menutup siklus industri.
Tak main-main, di Eropa wanita dengan segudang mimpi ini belajar biogeochemical cycle, termasuk carbon, hydrogen, nitrogen, dan phosporus cycle.
Dia juga mengenal konsep Carbon Capture and Sequestraction (CCS), karbon dioksida yang terjebak dalam bentuk gas bisa diambil di dalam tanah untuk digunakan dalam keperluan lain. Ini disebut dengan Carbon Capture and Utilization.
Menyadari akses pesisir negeri kampung halamannya, mangrove (blue trees) punya potensi akarnya yang mampu memecah ombak dan filter udara berkadar garam tinggi.
(sumber gambar: https://karbonbiru.org/)
Yulia memilih mangrove sebagai ‘pagar’ alam menopang ekonomi biru, memilih nama karbon biru tak hanya mencakup mitigasi perubahan iklim dengan menggunakan mangrove. Lebih dari itu Yulia ingin menopang ekonomi dengan mewujudkan masyarakat biru.
“Bagi kami, ‘Biru’ adalah warna universal yang mencerminkan kebaikan, netralitas, dan bebas gender karena saling dikaitkan dengan sesuatu yang tidak berbahaya dan alami seperti langit biru dan lautan,” jelasnya.
Bersama teman-temannya dari Brazil, Mexico, dan Pakistan, Yulia Ratnasara, Maria Setianie, Nikita Zeptiany, dan Eleonora Linawati dari Indonesia menginisiasi Karbon Biru.
Can sustainability and economic growth go-hand-in-hand?
(sumber gambar: https://karbonbiru.org/)
Atas kegigihannya mewujudkan #BluingTheEarth, Yulia mendapatkan dana sebesar €10.000 dalam kompetisi “INNO Challenge 2022” yang diadakan oleh WWF (World Wildlife Fund) Belanda.
“Kami dimentori oleh WWF Belanda dan mendapatkan dukungan dari UN Ocean Decade-nya UNESCO. Karbon Biru percaya, sustainability dan economic growth bukan hal yang bertolak belakang, namun tetap bisa dan harus saling menopang,” tutur Yulia.
Lebih Dari Sekadar Proyek Penyerapan Karbon, Karbon Biru Merupakan Katalis Perubahan Baru
(sumber gambar: https://www.instagram.com/karbonbiru/)
“Misi kami lebih dari sekadar konservasi. Kami bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menciptakan ‘Hutan Biru’, dan mengembangkan ‘Ekonomi Biru’. Melalui pendekatan inovatif, kami mengolah limbah air dari kolam payau dan mengaktifkan silvofishery. Kami tidak hanya melestarikan lingkungan, namun juga perekonomian lokal.”
(Yulia Ratnasari)
1. Konservasi Hutan Biru
Sebuah konservasi sebagai penangkapan dan penyimpanan karbon biologi.
2. Ekonomi Biru
Pengelolaan limbah air payau dari tambak dan mengaktifkan silvofishery sebelum dibuang ke laut.
3. Masyarakat Biru
Perlindungan masyarakat biru di sini adalah mengadvokasi ekosistem pesisir sebagai perlindungan pesisir yang lebih baik, lebih mudah, dan lebih terjangkau tentunya. Berfokus pada pertumbuhan biru dan ketahanan lokal.
Pada kawasan baru dari 1.000 bibit mangrove yang tumbuh juga akan dibiakkan ikan, kepiting, dan kerang menggunakan metode silvofishery atau Associated Mangrove Aquaculture.
Konsepnya Nature-based Solution (NBS), lahan produktif juga akan terus produktif, dengan konservasi alam, terutama hutan mangrove. Sebuah solusi idean dalam menggerakkan ekonomi rakyat, bukan trade-offs sementara.
Komunitas Biru memang berkomitmen melestarikan satwa liar dan keanekaragaman fungsi kawasan mangrove di sekitarnya. Memastikan juga alam tumbuh subur seiring dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
“Kami bangga menjadi pendukung perlindungan ‘Masyarakat Biru’, mempromosikan ekosistem pesisir sebagai perlindungan pantai yang lebih baik, mudah dan terjangkau. Fokus dan teguh pada ‘Pertumbuhan Biru’ dan ketahanan lokal, kami berdiri sebagai mitra terpercaya guna membangun masa depan keberlanjutan bagi lingkungan dan komunitas kita.”
(Yulia Ratnasari)
Mewujudkan Masa Depan Keberlanjutan, Yulia Ratnasari Menerima Penghargaan SATU Indonesia Awards
(sumber gambar: https://karbonbiru.org/)
Tahun 2023 lalu, komunitas Karbon Biru meraih penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra. Sang founder mother, Yulia Ratnasari, memang layak mendapatkannya.
Yulia Ratnasari adalah cermin pemuda pemudi negeri ini yang ternyata masih peduli #BirukanBumi. Finalis Kompetisi Proyek Berkelanjutan Pemuda UE 2023 ini ingin memastikan pembangunan yang inklusif dan tak mengancam masyarakat pesisir dan keanekaragaman hayati.
Karbon Biru bukan sekadar proyek, lebih dari itu, Karbon Biru adalah janji dan komitmen terhadap konservasi “Hutan Biru”, “Ekonomi Biru” yang berkembang, keanekaragaman hayati, dan perlindungan untuk “Masyarakat Biru” berkelanjutan.
Referensi:
Putri AA, Akbar AA, Romiyanto. 2022. Ekosistem Pesisir Sebagai Penghasil Karbon Biru.JEPTEC: Journal of Environmental Policy and Technology. 1(1):13-29.
https://karbonbiru.org/
https://www.instagram.com/karbonbiru/
https://indonesiabaik.id/infografis/mangrove-indonesia-yang-amat-berguna
https://www.indonesiamengglobal.com/2023/08/inspirasi-untuk-memulai-gerakan-circular-economy-dari-pengalaman-studi-di-program-erasmus-mundus/
https://jikalahari.or.id/kabar/klipingberita/indonesia-penyumbang-emisi-gas-rumah-kaca-terbesar-ke-8-di-dunia
16 Komentar. Leave new
Konsep karbon biru ini sangat menarik! Indonesia dengan kekayaan lautnya punya potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Semoga inisiatif ini bisa terus digalakkan dan didukung oleh semua pihak.
Aku suka dengqn kegiatan penanaman seperti ini, seru, menambah jejaring dan kawan, serta ikut langsung menjaga lingkungan dan bumi. Salah satu dampak langsung yang saya rasakan dan saksikan sendiri adalah wilayah pesisir tempat dulu KKN yang kini menjadi makin asri setelah digelar kegiatan penanaman dan diikuti oleh perawatan dari masyarakat setempat. Dampak luar biasa yang baru terasa melalui sumbangsih banyak orang bersama-sama menjaga lingkungan.
Salut pada Yulia Ratnasari yang menginisiasi Karbon Biru untuk keberlanjutan membirukan Indonesia…luar biasa kerennya!.
Ternyata ya pohon mangrove dapat menyimpan hingga 10 kali lipat karbon dibandingkan pohon biasa dan penyerapan emisi karbon dioksida oleh hutan mangrove leboh efektif dibandingkan hutan hujan atau hutan gambut. Wah!!
Generasi mbak Yulia dan generasi-generasi di bawahnya termasuk ‘korban’. Lahir ketika bumi mulai sakit. Penyebab bumi menjadi sakit karena banyak ulah manusia di generasi sebelumnya Makanya saya salut banget nih sama sosok seperti mbak Yulia dan anak muda lainnya yang semangat untuk membirukan bumi. Semoga semakin banyak yang tergerak untuk memulihkan kondisi bumi
Nah makanya, kita sebagai ‘korban’ jangan malah menyakiti. Sebisa mungkin bisa ikut bergerak dan mengambil peran ya buat memulihkan kondisi bumi :))
langkah nyata untuk bumi yang lebih baik, salut untuk mereka yang konsisten memperbaiki lingkungan. Kak Yulia ini sungguh panutan yang menginspirasi.
Selalu ikut bangga ketika membaca tentang gebrakan-genrakan anak muda yang luar biasa, apalagi yang berhubungan dengan keberlangsungan hidup.
Selayaknya gerakan seperti Yulia Ratnasari mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Astra yang mengapresiasinya melalui Indonesia Satu Awards
Dibikin kagum dengan deretan pengalaman dan pencapaian Mbak Yulia ini, inspiratif sekali. Gerakan-gerakan seperti ini nih yang harus sering digalakan di sekolah-sekolah juga, biar calon penerus bangsa juga bisa mulai ikut berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan sejak dini.
Penanaman mangrove ini adalah langkah kecil untuk mencapai perubahan besar di masa depan nanti. Karbon Biru pantas mendapatkan predikat sebagai Superhero Bumi.
Bangga dan salut kalo ada anak muda yg memiliki keteladanan dalam pelestarian lingkungan seperti ini ya.
Langkah mbak Yulia ini sangat menginspirasi generasi muda ya. Nggak salah kalau beliau dapat penghargaan Satu Indonesia Award. Sangat penting banget bisa menjaga bumi kita yang sudah darurat polutan.
Alhamdulillah, hingga saat ini masih ada pemudi yang peduli dengan alam/bumi. Semoga gerakan Yulia Ratnasari #BirukanBumi berkelanjutan dan dapat menjadi role model bagi generasi selanjutnya.
Luar biasa. Muda yang terus berkarya melalui pelestarian bumi. Bagus dan semoga banyak yang mengikuti jejaknya. Dengan apresiasi semacam ini, akan tumbuh Yulia-Yulia baru yang tumbuh dan menjadi pahlawan bagi lingkungannya.
Salut pada orang-orang yang punya kepedulian terhadap lingkungan seperti ini. Semoga konsisten dan kian banyak yang mendukung
Wahhh aku suka banget kalau ada aktivitas-aktvitas seperti ini, merawat lingkungan dengan menanam bibit. Kalau ada eventnya lagi boleh dong ajak-ajak hhi
Mba Yulia Ratnasari ini keren sekali. Memanfaatkan pengetahuan yang diraupnya di tanah seberang untuk dibawa pulang dan dimanfaatkan kembali demi negerinya sendiri. Aih … pantas bila beliau kemudian mendapatkan penghargaan begini. Mendapati segala upaya yang ia lakukan bersama komunitasnya, saya selaku anak muda jadi tergerak untuk ikut terlibat bila jaraknya dekat. Semoga segala upaya yang Mba Yuia buat, makin berdampak dan menyebar ke sudut sudut pesisir Indonesia lainnya.