Pekerjaan impian?
Kalau ditanya tentang pekerjaan impian mungkin akan menjadi sebuah tulisan yang panjang. Kali ini mungkin saya tidak akan menggubris kaidah SEO. Semua bermula dari pemilihan jurusan saat sekolah menengah atas. Awalnya bingung mau melanjutkan kuliah di mana dan mengambil jurusan apa. Jadi main aman dengan mengambil jurusan IPA yang konon katanya bisa masuk jurusan apa saja saat kuliah. Dan alhamdulillah memang bisa masuk IPA.
Saat udah les ke sana sini untuk mempersiapkan ujian masuk kuliah, masih aja galau mau nerusin ke mana. Gini nih kalau jadi orang yang ngga tahu passionnya apa, skilnya apa, kekuatannya apa, minatnya apa. Susah. Belum ngerjain temu bakat, jadi yang blank gitu. Ngga tahu mau di bawa ke mana masa depan ini. Halah.
Baca Juga: Dear My Self: Sebuah Kotak Mimpi untuk Masa Depan
Kembali lagi bermain aman dengan mengambil jurusan IPC, di mana boleh mengambil pilihan IPA dan IPS jadi satu. Saya memutuskan memilih Farmasi UNAIR, Kimia UB, dan Sastra Inggris UM. Suka kimia kah? Engga juga sih, B aja wkwkwk. Dan entah gimana ceritanya alhamdulillah saya lolos dong SPMB. Tapiiiiii nyasar di jurusan Sastra Indonesia dong! Aduh malah mau jadi apa saya ini, beneran ngga ada minat ke arah sana. Jadi mencoba peruntungan di Poltek mengambil Teknik Kimia. Pokoknya kuliah mah tujuannya apa sih? Biar dapet kerja setelah lulus. Sesimpel itu.
Setelah lulus ternyata menjadi fresh gradute yang mencari kerja juga tidak semudah itu. Melamar ke sana ke mari, berbagai perusahaan sudah dicoba. Tes ke sana sini, daftar PNS dan sampai mencoba PLN, semua gagal. Psikotes mah lancar jaya, tes kesehatan relatif aman, entahlah mungkin belum rejeki juga. Mindset saya saat itu, bekerja apa aja hayuk, asal bisa belajar dan menjadi batu loncatan.
Table of Contents
Quality Assurance
Saat itu ada tawaran bekerja di PT Pharmacore, Cikarang. Apa sih Cikarang? Denger aja ngga pernah. Yakin mau ke sana? Saya yang paling jauh ngekos di Cepu, itu aja cuma sebulan pas PKL. Mau ke Jawa Barat yang ngga ada siapa-siapa di sana? Di saat semua teman satu persatu sudah mulai kerja, dan 6 bulan setelah lulus saya masih mengaggur membuat saya depresi. Antara malu dan harga diri yang harus diperjuangkan membuat saya nekat mengadu nasib. Berbakal uang 700.000 yang diberikan yangti saya sebagai sangu, saya nekat membuka tabungan BCA saya untuk yang pertama kali. Modal bismillah!
Orang tua saya sudah mengenal gimana saya, dan percaya saya pasti bisa merantau. Karena mereka tahu saya memang layak dan kuat bertahan. Ciee. Calon perusahaan di mana saya akan bekerja adalah pabrik farmasi yang memproduksi kosmetik ERHA. Sekarang namanya menjadi PT Genero, dan saya mendapat bagian di divisi Quality Assurance. Keren ya kedengerannya.
Menjadi wanita muda kantoran dengan blazer licin, jilbab rapi, dan sepatu high heel emang bukan saya banget. Tapi gimana dong, lha kerjanya di kantor masa iya mau pake sneeker. Hehehe. Jadi beneran yang 8 jam di depan pc dan kadang melalukan tinjauan lapangan. Wah udah kaya orang bergengsi deh. Tapi apa saya menikmatinya? Entahlah. Yang penting di sana temen-temennya baik banget, dari hasil menabung kerja di sana saya bisa melakukan perjalanan pertama saya ke Singapore lho.
Berharap Menjadi Relawan
Dari dulu saya ingin menjadi relawan. Rumah saya dekat YPAC (Yayasan Pembinaan Anak Cacat). Saya pernah kepikiran ingin menjadi relawan atau bahkan bekerja di sana. Saya juga pernah ingin belajar bahasa isyarat untuk lebih mengenal teman tuli.
Bahkan saya pernah mengisi menjadi salah satu kontributor pengisi suara membacakan buku untuk teman tunanetra. Aplikasi ini namanya Ayo Bacain, karen ngga semua buku ada huruf braile nya, maka kami menjadi relawan yang bisa membantu teman tunanetra membaca buku dengan mendengarkan suara kita.
Pengajar Muda dalam Gerakan Indonesia Mengajar
Jiwa saya ini adalah jiwa petualang. Saya ngga bisa tuh berdiam diri di satu wilayah. Menjelajah Cikarang membuat saya mengenal Bekasi, dan Jakarta, kemudian Bandung. Saat ada info tentang pembukaan pengajar muda dalam gerakan Indonesia Mengajar, membuat jiwa saya terpanggil. Dasarnya saya ini suka menjadi relawan, dan suka berpetualang ke pelosok. Menjadi pengajar muda yang ditempatkan di pelosok Indonesia sudah pasti menjadi penggilan hati saya. Saya merasa tertantang untuk mencoba Sungguh jiwa muda yang berapi-api dan haus akan tantangan.
Taraaaaaa..
Saat membuka syarat dan ketentuan kelengkapan pendaftaran, ada suatu hal yang membuat saya langsung merasa gagal. Syaratnya minimal harus Strata 1. Apalah saya yang hanya sarjana muda. Ahhh merasa kalah dan terpukul bahkan sebelum masuk medan perang. Tidak berkecil hati, saya memutuskan melnjutkan kuliah untuk mendapatkan kesetaraan. Saya minta ijin orang tua untuk mengambil D-IV di Politeknik Negeri Bandung. Saya mengambil kelas karyawan di Polban, weekday saya kerja di Cikarang dan weekend saya kuliah di Bandung. Berat? Ngga usah dibayangkan, jalanin aja dulu. Demi mimpi mengikuti Indonesia Mengajar tahun depannya. Petualangan baru pun dimulai.
Baca Juga: Sehari Belanja Pengalaman Mengajar Anak-anak
Good Bye Blazer Welcome Daster
Tahun depannya setelah menyelesaikan kuliah yang alhamdulillah selesai tepat waktu, ada lagi dilema baru. Hahaha. Saya dilamar sama seseorang yang hahaha saat ini menjadi bapaknya anak-anak. Hidiiih. Antara mengambil peran menjadi istri atau melanjutkan mimpi? Mengapa ngga mengambil keduanya? Ngga bisa karena proses pendaftaran dekat dengan persiapan pernikahan. Dan taun depannya habis sudah batas minimal usia pendaftaran sebagai calon pengajar muda.
Here I’m..
Resign setelah lulus kuliah. Saya memilih mengubur mimpi-mimpi saya. Mungkin saya sudah ditakdirkan mengajar ketiga buah hati saya saat ini. Ibu saya pernah bilang, seharusnya saya melanjutkan kuliah lagi dan menjadi dosen. Tentu saja saya sangat mengapresiasinya. Tapi saat ini, gantian dulu suami saya yang sedang melanjutkan studinya. Apakah saya akan kuliah lagi? Entahlah.
Saat ini, saya sedang menikmati persan saya sebagai mompreneur yang mendampingin anak-anak belajar, bertumbuh, dan berkembang. Masa-masa ini sangat singkat dan priceless bagi saya. Seorang ibu adalah madrasah utama dan pertama bagi anak-anaknya, dan menurut saya ini juga pekerjaan impian. Karena tidak ada yang bisa menggantikan saya untuk pekerjaan ini.
Malang, 4 Maret 2021
5 Komentar. Leave new
Mbak Lintang, wakakakak … dulu aku juga ber-blazer, high heels, dan jadi QA tapi enggak betah.
Trus bermimpi ikutan Indonesia Mengajar tapi sudah tua.
Alhamdulillah yaa sekarang juga jadi pengajar muda buat anak-anak. Stay young, lah!
Pengen ikut home A team nih. Ayok mak?
[…] Menjadi Relawan, Pendidik, sampai Ibu Rumah Tangga […]
bagaimana dengan aku yg lulusan apoteker, pas nikah bertepatan dengan sumpahan apoteker (daring) belum melamar kerja eehhh hamil, merantau dan menjadi mompreneur bercita” kerja ketika anak usia 1 tahun, belum setahun anak sy, ma syaa Allah hamil lg anak kedua hilanglah smua ilmu obat yg ada ilmu menjadi ibu yg sabar dan sabar
Masya Allah mbaaa, pelukkkkk
aku juga setelah menikah pun resign kok. Insya Allah ada pahala yang lebih besar karena mengurus anak dan suami. Asal suami ridho yaaa.
Semoga semua lelahmu menjadi lillah. Semangat yok bisaaa!!!
Saling bergandeng tangan sesama emak2 wkwkwkkw. Aku juga anak pertama sama kedua jarang cuma 15 bulan kok hahaha. Jadi i feel you banget rempongnya!