Saat sendirian di ruang observasi kamar bersalin, aku sempat apa ya istilahnya, menangis? Ah bisa sesedih ini ya rasanya. Entah (mungkin) hanya meluapkan sebuah emosi yang tak tertahankan. Bukankah sesorang yang berusaha sekuat mungkin terlihat tegar, memang ternyata sangat rapuh didalamnya?
Orang lain boleh melihatmu terlihat kuat dari luar, even suami mu sendiri atau ibumu atau orang yang kamu sayangi. Tapi sekali lagi, kamu tidak akan pernah bisa membohongi dirimu sendiri. bisa jadi kamu akhirnya roboh, dan membutuhkan tempat untuk sendiri. meluangkan waktu hanya untuk menangis, tanpa siapa pun mengetahuinya. Right?
Aku pun.
Aku seperti lelah mengadu pada Rabbku. Apakah aku berusaha mengujat Tuhan dengan segala ketetapannya? Aku mencoba ber-what if lagi. Coba aja aku langsung ke rumah sakit setelah tahu ketuban rembes. Coba aku bisa langsung diberi tindakan dengan induksi, dan mungkin saja akan ada kemanjuan bukaan, minimal terjadi kontraksi. Atau coba saja aku ngga pulang ke rumah dan ngga menuruti bidan. Atau berharap semua ini hanya mimpi dan aku akan terbangun di sebuah pagi dengan harapan baru?
Pada akhirnya aku menyerah. Aku pasrah. Semua sudah kulewati dengan baik. Semua sehat dan berjalan lancar. Hamdanlillah. Sekalipun aku harus mati pun sepertinya aku siap. Sungguh?
Entah!
Untuk semua yang terjadi, kita harus menerimanya. Jika yang baik bisa dengan senang hati kita terima, mengapa yang kita tidak suka, tidak bisa kita terima?
Lantas dimana bentuk dari sebuah keikhlasan?
Ikhas menerima apapun ketetapan yang terjadi. Sebuah qadarullah.
Memang benar, tidak semua yang diperjuangkan akan sesuai dengan keinginanmu. Ada kalanya, beberapa hal bisa terjadi di luar ekspektasi. Bahkan di luar kendali kita sendiri. Benar saja, Allah bisa jadi membelokkan perjuanganmu, agar kamu lebih keras berjuang, dan memperluas ruang penerimaanmu.
Bisa jadi Allah masih ingin memberi karunia kepadamu, lewat doa-doa yang masih kau panjatkan. Tetap saja berprasangka baik. Semua yang telah diberikan kepadamu adalah yang kau butuhkan. Bukan yang kau inginkan. Selalu ada banyak hal yang harus disyukuri, dan selalu ada hikmah yang bisa diambil setelah melewati perjalanan.
Allah tahu aku mampu.
Bersyukur karena pada akhirnya makhluk kecil yang sebelumnya menggeliat di dalam rahimku, kini bisa ku pandangi setiap detiknya dengan penuh takjub. Terima kasih karena memberi kepercayaan sekali lagi kepadaku, dan menitipkan bidadari surga kepadaku.
Karena pada akhirnya, kita tidak bisa menyalahkan siapa pun. Karena tidak ada siapapun yang bersalah.