Aku minum pil pink kecil tersebut bada magrib. Dan menunggu gelombang tjintah datang. Kata bidan sih maksimal 2 jam akan mulai terasa. Yah kan reaksi tiap tubuh beda-beda, ada yang langsung berasa, ada yang setelah dua jam baru berasa dan ada yang gagal; tidak berasa apa-apa. Yah aku berdoa aja sambil ikhtiar. Pukul 12 malam, aku ingat sekali, gelombang cinta tersebut datang. Aku mengucap banyak syukur. Dan terus afirmasi positif, sounding genduk agar gelombang cinta semakin intens.
Harapannya bukaan segera nambah dan aku bisa ngacir ke bidan malam itu juga. Aku lumayan ngga bisa tidur meskipun gelombang cinta yang datang masih random banget antara 10 menitan, kemudian lima menitan. Masih bisa ditahan nggak sampai meringis. Aku berdoa supaya dimudahkan. Sampai jam tiga pagi pun gelombang cintanya masih jarang-jarang. Aku melanjutkan tidur, dannn bangun saat subuh. Lho kok? Malah nggak kerasa lagi ya gelombang cintanya. Nah loh, ilang deh. Tapi sudah ada bloody show. Alhamdulillah lah yah. Ada progress berarti.
Aku ke bidan lagi jam 8. Karena bidan belum datang, dan papa lagi ada perlu mendadak, jadi aku ditinggal dan nanti bakal dijemput. Daripada nunggu kelamaan. Aku menunggu mba Rina untuk minta saran, apa lagi yang harus aku lakukan. Tangan sudah dingin. Dan mba Rina cuma bilang,
“kamu ke RS aja.”
Satu kalimat yang bikin aku limbung seketika. Dia bilang, pil kecil itu bisa membuat kontraksi hebat sebenernya, tapi karena aku ngga merasakan apa-apa setelahnya, berarti pil itu gagal. Bidan ngga punya opsi lain selain merujuk aku ke RS.
Berbagai what if seketika melayang-layang di kepalaku. Aku sendirian saat itu, ngga ada siapapun yang menguatkanku. Bidan Rina bilang akan menemani ke RS, tapi aku menolak. Buat apa?
“kamu yakin sama Allah aja. Bismillah ini yang terbaik. Semua akan baik-baik aja.”
Berbekal kalimat itu, aku memutuskan ke hermina seorang diri. Aku mengabari suami, dengan menahan air mata sekuat yang aku bisa. Aku cuma mengetikkan,
“kalau akhirnya aku harus di operasi, ngga papa ya yang..” sungguh aku sebenarnya ngga sanggup mengatakan ini. Tapi aku tidak punya pilihan lain.
“apapun yang terbaik, asal semua sehat. Aku pulang hari ini.”
Ah rasanya sungguh tak kuasa menahan tangis.
Baca Juga: Catatan Genduk: Melahirkan Genduk (Bagian 4)