Meja operasi yang dingin seperti kata orang-orang kini telah aku rasakan. Banyak tim yang lalu lalang. Ada dokter anastesi, ada dokter anak, aduh pokoknya banyak orang. Ruangan yang sangat dingin. Aku sempat ngobrol sama buk yang akan menyuntikkan bius di punggungku.
“bu, saya tegang,” kataku emang beneran tegang, cemas, was was dan ke-lebay-an lain.
“tenang aja mbak, ngga papa kok. Cuma sebentar,” sahut si ibu sambil senyum-senyum woles beud.
Kemudian beliau menyetel sebuah lagu-laguan. Dan masuklah dokter Imam, pujaan hati para bumil seantero jagat.
“yokpo rek, kok wes 29 jam baru nang kene,” tetep becanda seperti biasanya. Aku dipasang selang di bawah hidung, wes dicoblos sana sini yang ngga ku rasakan. Dan membalas candaan dokter Imam aja cuma meringis.
“oke, kita akan memulai operasi ini dan membaca doa dengan bismillah agar semua berjalan lancar.”
Dokter Imam memimpin doa. Ya Allah aku akhirnya merasakan melahirkan di Hermina juga. Sampai disinikah perjuanganku pada akhirnya? Aku hanya bisa pasrah dan berserah kepadaMu ya Allah. Aku memanjatkan doa terbaik agar semua dimudahkan dan dilancarkan. Pada titik ini aku tidak menyesali keputusan harus di operasi. Aku hanya memikirkan keselamatan bayiku, apakah dia masih punya sisa ketuban di dalam sana. Kalo aku, emang sudah tau nggak bakal punya pilihan lagi melanjutkan melahirkan normal.
Dr Imam cuma bilang, “kalo kamu langsung ke sini kemarin, mungkin masih bisa diusahakan normal dengan induksi. Tapi ini sudah lewat 24 jam, kami tidak mau mengambil resiko. Operasi langsung aja ya.”
Aku cuma mengangguk lemas. Mau kabor ke mana hayo?
Memang rasanya pas disuntik bius di belakang punggung ngga kerasa yang gimana gitu sakitnya, tapi kakiku kaya kesetrum dan kemudian ngga bisa digerakkan. Ngga bisa diangkat juga. Berarti biusnya berhasil. Bukan bius total karena aku masih bisa merasakan koyakan di perutku. Lupa juga suara tring tring pisau. Yang aku ingat, aku langsung ngomong gini,
“dok langsung pasang KB aja.” Entah ada dorongan apa aku yang takut KB ini langsung bilang gitu. Misalnya aku melahirkan normal mungkin aku ngga akan KB. Kan aku takutnya diobok-obok lagi di bawah sana. Wkwkwk.
“beneran? Udah bilang suaminya belom?”
“udah dok, malah di suruh.”
Hmmm..akhirnya aku KB juga dong yaaa. Masya Allah.
Baca Juga: Catatan Genduk: Melahirkan Genduk (Bagian 6)