“Kekerasan berbasis gender secara daring masih membayangi perempuan di Indonesia. Pemberdayaan literasi digital perlu dilakukan sebagai upaya perlindungan dan menciptakan ruang yang aman bagi puan saat mengakses teknologi digital.”
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mulai 2003 rutin menerbitkan Catatan Tahunan (CATAHU) sebagai rujukan kompilasi tentang kekerasan terhadap perempuan.
Pada 2023 ini, Komnas Perempuan menerbitkan CATAHU ke-21 dengan hasil analisis data kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat sepanjang 2022. Peningkatan kekerasan seksual tak hanya terjadi di ranah personal, namun juga ranah publik dan negara.
Selain itu terjadi peningkatan pengaduan pada Komnas Perempuan terkait kekerasan berbasis gender. Setidaknya ada 4.322 kasus pada 2021 lalu dan meningkat pada 2022 menjadi 4.371 kasus Sebagai rinciannya, 2.098 kasus kekerasan di ranah personal, 1.276 kasus di ranah publik, dan 68 kasus di ranah negara.
Jumlah kasus siber di ranah personal sebanyak 821 kasus dengan dominasi kekerasan seksual oleh mantan pacar (549 kasus) dan pacar (230 kasus).
Sementara kasus siber di ranah publik tarbanyak dilakukan “teman media sosial” sebanyak 383 kasus. Tahun ini kasus pinjaman online juga meningkat sebanyak 13 kasus dibandingkan tahun sebelumnya 4 kasus.
Bagaimana kekerasan daring ini terjadi?
Table of Contents
Ketimpangan Gender Digital
“Era modern sekalipun, budaya patriarki masih menjadi tantangan serius emansipasi dan literasi digital kaum perempuan.”
Masuk era digital melalui teknologi dan informasi maka terbuka juga ruang-ruang maya baru yang memudahkan interaksi manusia. Ruang digital juga berperan sebagai sumber pengetahuan dan penyebar informasi yang sangat cepat dan masif.
Memang tampaknya seperti ruang yang menjamin kebebasan bagi setiap penggunanya. Namun pada kenyataannya, ruang digital tak selamanya aman bagi para puan.
Teknologi sendiri tidaklah netral dari bias gender. Perempuan masih saja menempati posisi inferior dalam pengetahuan dan teknologi. Domain teknologi memihak pada laki-laki sebagai superior.
Maka tak heran kalau muncul ketimpangan gender digital, dengan banyak anggapan dan keyakinan kalau perempuan tidak kompeten dalam teknologi informasi.
Beberapa faktornya antara lain adanya stereotip ilmu STEM yang sangat eksklusif bagi laki-laki, hambatan aspek mental, dan perasaan tidak aman. Belum lagi tantangan pada segi keterampilan, kualitas literasi dasar dan literasi digital. Dalam hal ini adalah akses terhadap pendidikan dan pelatihan teknologi digital.
Banyak kesenjangan akses yang membuat laki-laki dan perempuan tidak mendapatkan akses merata dalam mengembangkan minatnya.
Walaupun hak kaum perempuan sudah diperjuangkan oleh srikandi-srikandi ibu pertiwi pada masa lampau, namun praktik patriarki juga masih mengakar hingga detik ini. Fenomena sosial di mana laki-laki yang lebih pantas dan lebih mendominasi menjadi pemimpin masih sangat digdaya,
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan seksual, semua diawali dengan stigma bahwa perempuan lebih lemah dan harus tunduk pada laki-laki.
Perempuan yang tidak mendapatkan hak dalam menempuh pendidikan mengakibatkan mereka jauh tertinggal dalam mengakses informasi-informasi penting. Padahal ini adalah bekal sebelum mereka memasuki kehidupan rumah tangga.
Perempuan tak jauh-jauh dari doktrin: dapur, sumur, kasur. Terserapnya perempuan dalam ranah domestik membuatnya tak punya banyak waktu untuk mengembangkan diri sendiri dan belajar teknologi baru.
Ujung-ujungnya kualitas hidup perempuan di negeri ini juga tak sebaik laki-laki. Padahal kalau pemerintah kita bisa mengoptimalkan sektor pemberdayaan perempuan, Indonesia bakal berpotensi memiliki SDM yang kuat. Apalagi melihat jumlah penduduk Indonesia hampir separuhnya 49,42% adalah perempuan.
Kekerasan Meningkat, Lindungi Perempuan di Era Digital
Negara-negara kawasan ASEAN pun memperkuat kerja sama dalam meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan berkelanjutan di era digital. Transformasi teknologi digital lebih diperkuat dengan meningkatkan pendidikan mutu untuk melindungi perempuan dari kekerasan berbasis gender lintas negara.
Perempuan banyak menghadapi kerentanan apalagi menjadi korban kekerasan berbasis gender di ranah siber. Kasusnya juga meningkat dari tahun ke tahun, dan perempuan yang selalu menjadi korban.
Negara pun harus memastikan akses layanan digital yang aman bagi perempuan. Harapannya agar pemberdayaan literasi digital bagi seluruh perempuan bisa terwujud dengan pemanfaatan teknologi dan kemampuan mengaksesnya.
Pandemi memaksa banyak orang untuk bergegas adaptasi dalam dunia maya demi pencegahan virus. Dilema kebijakan di rumah saja, menghadapkan perempuan pada bentuk kekerasan baru: kekerasan berbasis gender online.
Kekerasan ini merupakan serangan tubuh, seksualitas, dan identitas gender seseorang dengan difasilitasi teknologi digital.
Dari aspek gender sendiri, yang lebih rentan menjadi korban adalah perempuan yakni 71%. Masalahnya negeri ini belum memiliki regulasi yang jelas tentang kekerasan berbasis gender online.
Bentuk-Bentuk Kekerasan Berbasis Gender Online
Semakin luasnya jangkauan internet, canggihnya penyebaran informasi, dan makin populernya penggunaan media sosial, maka hadirlah bentuk-bentuk baru kekerasan berbasis gender.
Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) atau KBG dengan memanfaatkan teknologi terang saja bermaksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual.
Berikut ini beberapa aktivitas KBGO:
1. Pelanggaran Privasi
- Mengakses dan memanipulasi serta menyebarkan data pribadi, foto, maupun video tanpa sepengetahuan dan persetujuan.
- Menggali dan menyebarkan informasi orang lain bahkan memberikan akses dengan tujuan jahat misalnya untuk pelecehan dan intimidasi.
Salah satu kasus yang pernah terjadi di Aceh, ketika sekumpulan pelajar dijebak pelaku agar mau mengirimkan gambar tanpa busana melalui media sosial. Mereka juga dieksploitasi secara seksual lewat internet kemudian melacur di dunia nyata.
Seorang guru di Bojonegoro, Jawa Timur, pernah memotret korban dalam keadaan telanjang dan menjualnya di dunia maya. Ia juga memaksa korban melakukan kegiatan seks di internet maupun ketika ada tatap muka.
2. Pelecehan dan Kekerasan
- Online Harassment, yaitu pelecehan berulang-ulang bisa melalui pesan, perhatian, ataupun kontak yang tak diinginkan.
- Ancaman langsung berupa kekerasan seksual, dan komentar kasar.
- Ujaran kebencian pada postingan media sosial yang targetnya gender.
- Mempermalukan perempuan dengan pandangan tidak normatif.
Kasus yang pernah terjadi adalah penyebaran foto telanjang 14 orang remaja putri di Lampung Selatan. Awalanya hanya berkenalan dengan pelaku di medis sosial.
3. Balas Dendam dengan Pornografi
Biasanya bentuk kekerasan ini melibatkan dua belah pihak yang pernah memiliki hubungan intim. Pelaku menyebarluaskan konten intimnya dengan korban, untuk mencemarkan nama baik korban, membalas dendam, atau keuntungan finansial.
Kasus yang pernah terjadi banyak sekali, yaitu penyebaran foto intim mantan pacar yang dilakukan mahasiswa Banyumas, Jawa Tengah. Hasil foto dalam kondisi telanjang tersebut bahkan disebarkan kepada saudara dan teman korban melalui kanal Facebook.
Pelaku biasanya adalah mantan suami, selingkuhan, mantan pacar, maupun atasan korban.
Pemberdayaan Perempuan Melalui Penguatan Literasi Digital
Pada era digital seperti saat ini, pemberdayaan perempuan menjadi sangat penting dan harus diberi perhatian lebih karena urgensinya. Pemberdayaan perempuan adalah tolok ukur untuk meningkatkan perempuan agar dapat berkarya, mandiri, dan memiliki posisi dalam persaingan global.
Dalam upaya mewujudakan Tujuan Pembangunan berkelanjutan (SDGs), perempuan dapat memanfaatkan SDGs sebagai ‘alat tagih’ pada pemerintah dalam memenuhi hak-hak kesetaraan gender.
Partisipasi perempuan dalam berbagai bidang pembangunan sangat berfungsi untuk mencapai kesetaraan akses dalam berbagai bidang. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) masih punya pekerjaan rumah dalam meningkatkan kesetaraan gender dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, pasrtisipasi kerja dan memperkuat literasi keuangan serta literasi digital.
Salah satu kapasitas yang penting diwujudkan untuk pemberdayaan perempuan itu sendiri adalah dengan meningkatkan derajat literasi digital.
Siapa yang masih mengira kalau literasi hanya dekat dengan membaca dan menulis?
Lebih dari itu, saat ini literasi diartikan sebagai kemampuan memahami, menggunakan, hingga mengevaluasi informasi dari berbagai sumber, termasuk buku dan media digital.
Keterampilan membaca, menulis, berbicara, berhitung sampai menggunakna teknologi untuk mengakses dan menyampaikan informasi bisa disebut dengan literasi digital.
Dengan kemampuan ini, para puan bisa mengekspresikan gagasan dan pemikiran yang berdampak luas hingga mereduksi kekerasan berbasis gender online di ranah siber.
Banyak cara yang dilakukan untuk meningkatkan penguatan literasi digital negeri ini. Pemerintah juga masih berbenah dan mengupayakan banyak hal.
Peresmian Platform Aplikasi Perempuan dan Anak di RRI Play Go
Pada 7 Juni 2023 lalu RRI bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) baru saja meluncurkan kanal perempuan dan anak di RRI Go Play.
Kanal Perempuan dan Anak ini merupakan sebuah platform aplikasi yang menyediakan akses satu pintu pelayanan, informasi, dan inspirasi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak melalui pelatihan daring.
Peluncuran dilaksanakan secara hybrid di Auditorium Yusuf Ronodipuro RRI Jakarta, pun melalui sambungan zoom meeting. Sebuah kolaborasi positif yang menciptakan ruang dan memastikan keterlibatan perempuan dan anak dalam dunia digital.
Harapannya memang untuk mengurangi kesenjangan gender digital dan meningkatkan literasi digital terhadap perempuan dan anak Indonesia. Sangat penting memastikan keterlibatan keduanya dalam ranah digital.
Dunia digital penuh dengan risiko kalau kita tidak mengambil langkah bijak. Ada kemungkinan disinformasi, hoaks sampai penipuan digital. Kanal ini juga memberikan tips dan panduan menghadapi korban agar pulih dari kekerasan fisik atau daring yang pernah dialami.
Perempuan bisa berdaya mengikuti beragam komunitas dan mencari bantuan dari organisasi kemasyarakatan, bertukar pikiran melalui diskusi di berbagai forum.
Payung Literasi Malang, Memayungi Generasi Muda untuk Penguatan Literasi
Pada 2018 lalu, saya pernah menggandeng tiga teman dekat dalam sebuah mini project tentang “Membudayakan Gerakan Literasi” dan teman-teman saya antusias dengan konsepnya. Sebuah cerita tentang Antologimasa.
Wadah berbagi ide, dan pemikiran dalam menguatkan peran literasi kepenulisan dan tantangan membaca banyak buku. Kami mempunya blog di laman antologimasa.wordpress.com serta di IG @antologimasa.
Tulisan kami juga mengedukasi untuk mengajak anak-anak muda meningkatkan minat literasi sejak dini. Sayangnya Antologimasa tak berkembang dan mati suri. Hingga hari ini lahirlah: Payung Literasi Malang.
Bersama orang-orang yang sama saya melakukan rebranding melahirkan Payung Literasi Malang.
Berdasarkan data Radar Malang, dari tiga daerah di Malang Raya, kota Malang memegang angka tertinggi bidang minat baca warga. Hal ini bisa dilihat dari Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) dan Tingkat Gemar Membaca (TGM).
Yayuk Hermiati selaku Kepala Dinas Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah mengungkapkan skor TGM 65,6 persen dan termasuk tinggi. Untuk indeks IPLM sendiri, kota Malang urutan pertama di Jatim.
Namun yang susah adalah merawat minat baca masyarakat. Payung Literasi Malang (PLM) hadir sebagai wadah yang memayungi generasi muda di kota Malang untuk lebih peduli terhadap penguatan literasi.
Komunitas ini hadir sebagai ajang berkumpul, berkreativitas dan berkolaborasi. Meskipun tergolong masih baru didirikan bulan Juli 2023 kemarin, kami sudah menjalankan dua program kerja.
Pada Agustus lalu, PLM menggandeng Jelajah Malang dalam event Agusutusan “Abadikan Perjalanan dalam Bentuk Tulisan”. Setelah menelusuri kawasan bersejarah kota Malang, partisipan diajak mengabadikan perjalanan melalui tulisan dan ada materi dari narasumber.
Memperingati bulan literasi, akhir September kemarin PLM juga mengadakan bedah buku “Filosofi Teras” dengan tema “Agar Hidup Ngga Overthinking”. Ada psikolog sebagai pembedah yang akan berbagi ilmu seputar mengelola overthinking dan rasa cemas.
Kami juga akan rilis kegiatan Baca Online Bersama yang mengajak anggota untuk konsisten membaca buku minimal lima halaman setiap hari dan ada form laporan untuk target baca.
Komunitas ini punya harapan besar dalam mewujudkan ekosistem literasi masyarakat Malang. Dari PLM, kami ingin menumbuhkan potensi masyarakat dan membuka selebar-lebarnya pertukaran ide sekaligus refleksi. Mendorong pasrtisipasi aktif dan kolaboratif dari berbagai penjuru melalui kegiatan-kegiatan literasi menarik dan relevan.
Menilik perubahan teknologi dan digitalisasi, komunitas literasi juga harus cepat beradaptasi. Kami tidak hanya berbagi dengan teman-teman sekota, tapi juga melebarkan sayap hingga luar kota melalui kegiatan daring.
Meskipun akses informasi semakin meluas, tak menutup kemungkinan ada kesenjangan akses di berbagai wilayah. Dan ini adalah tantangan kami dalam menyediakan akses ke sumber daya literasi daerah terpencil dengan keterbatasan infrastruktur digital.
Penting juga bagi komunitas kami dalam membantu pengembangan keterampilan kritis dalam memahami, mengevaluasi dan menggunakan informasi secara bijak ditengah badai informasi hari ini.
Masih banyak masyarakat kita, dan para puan yang lebih mengedepankan perasaan saat membaca informasi. Penting sekali pembekalan keterampilan literasi digital, literasi media dan pemahaman budaya yang lebih luas.
Melalui Payung Literasi Malang, kami punya harapan besar agar perempuan juga bisa mengentaskan diri dari darurat literasi. Kami terus berinovasi dan membuka kolaborasi seluas-luasnya dengan berbagai pihak seperti pemerintah, sekolah, perpustakaan, dan organisasi non-pemerintah. Karena memastikan kesetaraan gender di masyarakat memang membutuhkan kerja kolektif dari semua pihak.
Penutup
Perempuan memiliki peran besar sebagai pendidik pertama dan utama di masyarakat. Sudah selayaknya pendidikan untuk para puan jangan sampai tersisihkan, karena dari perempuanlah pendidikan itu berawal. Jika seorang perempuan tak cakap meletakkan fondasi baik untuk mempersiapkan generasi selanjutnya, maka jangan heran kalau negeri ini tidak pernah bisa maju.
Realita ketimpangan sosial saat ini masih mempengaruhi beragai aspek kehidupan termasuk pembentukan identitas gender di ruang digital. Isu kekerasan pada perempuan juga mengalami pergeseran dari kekerasan yang terjadi secara langsung (offline) menjadi kekerasan secara tidak langsung (online) dalam beberapa kurun waktu terakhir.
Literasi sendiri merupakan mediator utama pembebasan manusia dari penindasan dan diskriminasi. Maka penting sekali menyatukan kekuatan untuk menutup kesenjangan gender di ranah digital dan melakukan pemberdayaan perempuan melalui penguatan literasi digital.
Pemberdayaan literasi digital yang kritis bisa menjadi pertahanan terbaik dalam meningkatkan pemahaman terkait privasi, keamanan data, berita hoaks, memerangi kekerasan daring dan ujaran kebencian berbasis gender.
Perempuan berdaya akan lebih mudah mendapatkan akses sumber daya, ekonomi, sosial, budaya, melek politik data dan perempuan juga memiliki kekuatan mengatasi ketidakadilan teknologi maupun kekerasan di ranah siber.
“Perempuan yang memberdayakan diri dengan penguatan literasi digital akan melindungi dirinya sendiri maupun keluarganya hari ini dan di masa depan.”
Referensi:
Islami, Prima. “Digitalisasi Kekerasan Perempuan: Studi Reproduksi Pelecehan Melalui Media Sosial”. Indonesian Journal of Society Studies, Vol.1, No.2 (2021).
Makruf, Syahdara dkk. “Pemberdayaan Perempuan Melalui Gerakan Literasi di Era Digital”. Jurnal Pengabdian Masyarakat, Volume 01, Nomor 01 (2022).
Southeast Asia Freedom of Expression Network. “Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online”. Buku Panduan.
National Commission on Violence Against Woman (Komnas Perempuan). “Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023”.
Sinombor, Sonya. “Penguatan Literasi Digital Lindungi Perempuan dan Anak dari Kekerasan Daring”. Diakses pada Jumat 6 Oktober 2023. https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/06/07/penguatan-literasi-digital-lindungi-perempuan-dan-anak-dari-kekerasan-daring.
Wicaksana, Yudistira. “Minat Baca di Malang Raya: Kota Tertinggi, Kabupaten Perlu Didongkrak”. Diakses pada Jumat 6 Oktober 2023. https://radarmalang.jawapos.com/pendidikan/811092614/minat-baca-di-malang-raya-kota-tertinggi-kabupaten-perlu-didongkrak.
16 Komentar. Leave new
Di Era digital kekerasan gender semakin menjadi. Kayanya orang-orang tuh gampang banget melakukan kekerasan gender, padahal efeknya berat banget ke korban. Semoga makin banyak orang yang paham tentang literasi digital.
Literasi digital yg jadi PR. Kayaknya smua lini masyarakat kita kudu meningkatkan literasi ya mba. Menangkap isi suatu berita aja sering kemana-manaa. Mudah tersulut dan akhirnya ribut. Hiks. Bagusnya acara ini anak2 perempuan aku jg udah kudu disiapkeun nih. Makasih tulisannya ya mba
Peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan sangat penting, so perempuan yang melek literasi termasuk literasi digital memang jd isu yang sangat signifikan. Terlebih dikaitkan dengan isu-isu keperempuanan yang memang harus banget bs di manaje oleh perempuan
ngeri banget kalau baca kasus-kasus balas dendam pornografi yang mulai marak sekarang. sebagai perempuan memang sudah seharusnya nih kita bisa lebih menjaga diri dari bahaya tersebut dan sebagai orang tua juga sepatutnya selalu berusaha memberikan benteng untuk anak-anak agar tidak terjebak dalam hubungan yang toxic dan merugikan di kemudian hari
Mbaaak, aku baru tahu RRI Play Go, kalau dibalik mah jadi platform buat nonton yak >,<
Ini loh gunanya cewe kudu pinter dan pinter pinter. Jangan mau disuruh kirim foto aneh aneh meski itu sama suami atau pacar sendiri. Ya namanya dunia digital ada aja cara manipulasi atau bahkan jadi korban pelecehan di kemudian hari. Keren banget di Malang ada berbagai forum buat literasi digital.
Perempuan dan membela hak-haknya harus menjadi prioritas karena kini pun zaman digital yang berarti semakin banyaknya kesempatan orang lain untuk bisa berbuat yang tidak baik, jadi mari kita saling melindungi dan melakukan penguatan literasi digital untuk melindungi dirinya sendiri maupun keluarganya hari ini dan di masa depan. Ini setuju sekali.
Kalau perempuan calon ibu melek literasi digital, melahirkan generasi berikutnya yg melek literasi juga
Kekerasan gender seringnya menimpa perempuan. Kasus KDRT jumlahnya pun cukup banyak. Ada yang terekspos dan ada junga yang tidak. Perempuan perlu berdaya dan melek literasi supaya bisa melindungi dirinya sehingga mampu bersikap dengan tepat.
Beberapa kasus memang nyasar perempuan bahkan secara digital. Kaya yang terakhir kubaca, ada perempuan lagi makan, eh malah kena body shaming. Mari jadi perempuan yang lebih cerdas, melek sama literasi digital juga
Kekerasan pada perempuan ini makin marak aja ya. Gak cuma fisik tapi sekarang juga udah online. Moga kita semua diberikan kemampuan menjaga diri.
Ngeri banget ya kekerasan sekarang semakin menjadi-jadi apalagi di era digital ini semoga kita banyak belajar dari kejadian yang terjadi sehingga kita bisa semoga mewaspada
Kalau lihat beritanya di sosmed tuh mengerikan ya, kekerasan pada wanita ini masih terus ada. Programnya bagus ini pemberdayaan literasi digital agar bisa tersampaikan ya pesannya.
Dunia digital pun tetap tidak luput dari masalah kekerasan, ya. Malah suka lebih kejam. Makanya penting banget untuk semakin sadar literasi digital. Karena masih banyak juga yang berpikir kalau dunia digital adalah bentuk kebebasan yang sebebasnya.
Makanya, semakin canggih jaman digital maka kekerasan pada permepuan juga merambah ke digital. harus ada payung hukum yang tepat juga sih..
MasyaAllah, semangat terus mak untuk kegiatan PLMnya, beneran penting banget sih di jaman sekarang ini. Makin terkikisnya budaya membaca karena pergeseran era informasi juga sih ya. Jadi perempuan bener harus support perempuan lain supaya gak mudah dilecehkan dan direndahkan.
Nah makanya ini mau ngadain acara rutin tiap bulan biar semakin semangat mewujudkan literasi di kota Malang heheee