“A guy and a girl can be just friends, but at one point or another, they will fall for each other…Maybe temporarily, maybe at the wrong time, maybe too late, or maybe forever”
(500 Days of Summer)
Memasuki 8 tahun pernikahan, masya Allah tabarakallah!
Gimana rasanya? Yah pasti nano-nano. Ngga melulu manis seperti tahun pertama berumah tangga. Ya kan?
Semua berawal dari ‘hanya teman’, dan aku baru sadar kalau ternyata dia juga teman SMP-ku.
“Witing tresno jalaran soko nggelibet?”
Or
“Lucky, I’m in love with my best friend?”
Gimana rasanya punya suami rasa sahabat?
Yah karena terbiasa berteman, jadi aku bisa lebih terbuka, bisa lebih nyaman, bahkan seperti punya kakak, sahabat, bahkan include punya body guard yang siaga.
Bener nih siaga?
Ngga juga. Nyatanya sebelum kami menikah, dia sudah kerja di tempat yang jauuuuhhhh banget. Bahkan untuk mencapainya harus naik helikopter. Yaps. Dia kerja di lepas pantai kepulauan Riau.
Sistem kerjanya 4 minggu on duty dan 4 minggu off duty. Resmi sudah kami menjalani LDR sejak menikah. Kalau ketemu kadang berantem, kalau ngga ketemu yang kangen. Harusnya cuma Dilan yang memikul beban rindu yah hahaha.
Table of Contents
Pentingnya Memahami Bahasa Cinta Pasangan
Setiap orang pasti punya love language atau bahasa cinta yang berbeda. Pasti udah sering dengar tentang bahasa cinta kan?
Gary Chapman, seorang konselor pernikahan mencetuskan hal fundamental yang harus kita sadari yaitu, “people speak different love languages”.
Sama seperti bahasa sehari-hari yang kita gunakan, kalau kita ngga ngerti bahasa asing yang disampaikan orang lain, pasti akan sulit mengerti apa yang diinginkannya.
Pun dalam bahasa cinta. Lima bahasa cinta yang tertulis dalam buku The Five Love Languages adalah kata-kata penegasan (words of affirmation), waktu berkualitas (quality time), menerima hadiah (receiving gift), tindakan melayani (act of service), dan sentuhan fisik (physical touch).
Ngga masalah kalau seseorang punya lebih dari satu bahasa cinta. Penyampaian rasa kasih sayang yang tepat bisa membuat hubungan lebih harmonis dan bahagia.
Penasaran pengen tahu bahasa cintamu? Boleh loh nyobain tes di www.5lovelanguages.com.
Aku pun penasaran apa sih bahasa cintaku dan Kang Mas..
Ternyata bahasa cintaku Act of Service dan bahasa cintanya Quality Time!
Artinya apa?
Seseorang dengan bahasa cinta Act of Service akan merasa disayang kalau pasangannya membantunya mengerjakan hal yang ia inginkan, misalnya membantu bikin sarapan istri di dapur, atau istri bantu suami cuci mobil.
Kalau seseorang dengan Quality Time artinya dia bakal seneng kalau menghabiskan waktu bersama pasangan. Bisa juga dengan melakukan kegiatan bareng orang yang disayang saat moment spesial. Misalnya saat anniversary, ulang tahun, liburan bareng, nonton film bareng, atau mungkin masak bareng.
Pantesan bahasa cinta si Kang Mas tuh quality time, yah gimana kan emang kita lagi LDR juga. Jadi jarang meluangkan waktu bersama juga.
Sekalinya dia pulang, yah tetep aja kita sibuk sama urusan masing-masing. Aku sih maksudnya wkwkwk. Urusan domestik dengan tiga anak yang kaya ngga ada kelarnya.
Belum lagi kalau malem aku juga sibuk ngeblog, hahaha.
Apakah Kang Mas ngga bantu-bantu di rumah?
Toxic Masculinity, Stigma Negatif Pemikiran Sempit Kaum Pria
“Ga usah ikutan masak, biar istrimu aja yang ngurusi urusan pawon (dapur)!”
Pernah dengar statement tersebut? Atau malah sering?
Pekerjaan memasak tuh selalu dianggap sebagai pekerjaan perempuan yang sering diasumsikan sebagai kegiatan feminin.
Padahal memasak adalah aktivitas universal yang ngga pandang gender. Menurutku malah ini salah satu life skill yang semua orang harus bisa melakukannya.
Ini salah satu contoh kecil ketidaksetaraan gender yang terjadi di ranah domestik atau rumah tangga. Emang sepele sih ya. Tapi dari hal sepele ini yang implikasinya bisa luas ke berbagai aspek.
Tahu ngga, berdasarkan data The Global Gender Gap Index yang dirilis World Economic Forum, rendahnya kesadaran masyarakat ini disebabkan oleh kurangnya edukasi keseteraan gender sejak usia dini.
Jangan heran sih kalau masih banyak stereotip yang melekat pada perempuan.
Sumur, dapur, kasur!
Tiga kata yang selalu terngiang-ngiang agar cukup sampai di sana peran perempuan dalam rumah tangga. Perempuan cuma boleh pandai memasak, mengurus dapur.
Kebalikannya, memasak justru masih dianggap tabu bila dikerjakan para laki-laki.
Kebiasaan membebankan tanggung jawab pada salah satu gender akan berakibat munculnya stigma negatif tentang gender. Jelas saja ini akan membebani diri sendiri pada akhirnya.
“kalau kamu ngga pinter masak, kamu ngga bisa membahagiakan suami!”
Benarkah? Benarkah tolok ukur kebahagiaan suami cuma dari kepandaian memasak istri?
Pekerjaan rumah tangga, makan hasil masakan sendiri, pakaian yang bersih, rumah yang nyaman, anak yang sehat, pendidikan anak, semua harus jadi tanggung jawab bersama dong.
Ada lagi yang jadi stigma dan miskonsepsi tentang maskulinitas di masyarakat. Laki-laki akan disebut maskulin kalau bisa mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan ketangkasan seperti pekerjaan berat seperti pertukangan dan reparasi.
Sebaliknya akan dianggap ngga maskulin kalau melakukan hal yang terlalu keperempuanan seperti membereskan rumah, memasak, menyuapin anak, nyebokin anak, atau jemurin baju.
Padahal “maskulin” dan “ngga maskulin” bukan ditentukan akan seberapa kuat seseorang bisa mengerjakan pekerjaan yang kasar dan berat, ya kan?
Tapi gimana seorang laki-laki bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi sesamanya, terlebih menjalankan perannya sebagai seorang suami dan ayah bagi keluarganya sendiri.
Narasi maskulinitas yang toxic kaya gini yang bisa menjebak orang-orang untuk terus menyudutkan perempuan agar berhenti saja di dapur. Ngga ada pilihan buat berani bermimpi dan memberi ruang menjadi seorang wanita, bukan hanya sebagai istri dan ibu.
Heii lihat deh, banyak lho koki cowok yang ngga diragukan lagi kualitas masakannya. Emang Chef Juna kurang maskulin apa?
Terus pernah ngga lihat Kang Nasgor itu cewek? Kayanya ngga ada yah. Semua pasti cowok kan? Hehehe.
Manfaat Kolaborasi Suami Istri di Dapur
“Tang, kalau kamu ngga bisa masak ntar malu lho sama ibu mertua.”
Nah, ini nih. Emak hamba selalu nge-brain wash agar aku bisa masak!
Terlahir sebagai anak pertama dan harus merantau setelah kuliah, membuatku mau ngga mau harus hidup mandiri dan tangguh. Halah!
Terlalu lama tinggal bareng orang tua yah emang bikin aku selalu mengandalkan masakan mama sih. Aku juga ngga minat belajr masak. Terlalu lama dengan comfort zone juga bikin celaka!
Bagiku, pekerjaan memasak tuh masuk ranah: Bisa Tapi Tidak Suka.
Dulu kalau mamaku nyuruh bantuin masak di dapur pasti selalu bilang, “Jangan bikin malu mama deh. Ntar dikira bu mertuamu, mamamu ini ngga ngajarin anak perawannya masak.”
Aku jawab aja, “Halah mah, ntar juga kalau kepepet juga bisa sendiri.”
Trueeeeee!
Yah pada akhirnya kan mau ngga mau aku harus belajar memasak. Ngga mungkin juga kan aku tiap hari beli makanan jadi terus. Apalagi kalau udah punya anak dan harus rempong MPASI.
Kayanya meskipun aku keras kepala banget dan males masak, tapi aku juga ngga mau melewatkan masa golden age untuk bikin masakan home-made yang dibikin emaknya sepenuh hati. Ya kan?
Dan beruntungnyaaaa aku punya ibu mertua yang pengertian!!!!
Why?
Jadi ibu mertua ku ini level kepinteran masaknya udah ngga diragukan. Yang jelas, bikin apa aja beliau bisa. Ada acara apapun, tasyakuran apapun ya beliau lebih percaya dengan masakannya sendiri.
Mana kalau ngga cocok sama rasa masakan tertentu bisa panjang banget komennya wkwkwk. Jadi aku ngga pernah berani kalau bandingin masakanku yang terlalu apa adanya sama masakan beliau.
Bahkan beliau kalau masak apa gitu, aku selalu dikirimin lho. Huhuu.
Tapi berterima kasihlah aku padanya sudah mendidik anak laki-lakinya dengan begitu baik, begitu heartwarming seperti ini.
Ibuk selalu bilang, “ewangono bojomu ndek pawon lee.”
Ibuk selalu bilang bolak balik sama anak laki-lakinya. Bantu istrimu, laki-laki jangan bisanya cuma kerja. Jangan mentang-mentang kamu punya uang, bisa nafkahi kamu jadi seenaknya membiarkan semua pekerjaan rumah hanya dikerjakan istri sendirian.
Laki-laki ngga boleh begitu. Hargailah istrimu sebagai seorang partner dalam segala hal.
Ibuk serta merta bilang begitu bukan tanpa contoh. Karena bapak dengan senang hati memberikan contoh. Bapak meskipun seorang PNS dan jadi kepala pasar di Tumpang, beliau ngga segan menyapu dan mengepel di rumah. Bahkan mencuci pakaiannya sendiri.
Begitu pula papaku. Kalau mamaku masak, papaku yang cuci piring. Atau kadang papaku juga ikut masak, bikin nasi goreng Hongkong buat sarapan. Papaku juga mengepel dan menjemur baju.
Alhamdulillah aku mendapat figur seorang ayah dan bapak mertua yang baik.
Sehingga suamiku juga sangat ringan tangan dalam membantu aktivitas domestikku. Kalau orang-orang bilang, malu karena suaminya ngga pernah ke dapur. Justru ibu mertuaku yang bilang agar sering-seringlah membantu istri di dapur.
Nanti akan ada saat seperti istri sakit, baru melahirkan, atau pergi ke luar kota, keterampilan memasak sangat diperlukan suami untuk mengurus istri dan anak di saat tertentu.
Jadi si Kang Mas juga biasa banget bikin nasi goreng, tumis kangkung, nyambel terasi. Malah dia sendiri yang menawarkan untuk masak sesuatu untuk kami.
Tapi aku ngga pernah sih kalau masak bareng. Paling ya gantian gitu. Aku masak sayurnya, dia yang nyambelnya.
Padahal kolaborasi memasak suami istri ternyata seru banget lho. Apalagi bisa memenuhi bahasa cinta kami.
Aku yang act of service, senang banget dibantu dalam urusan dapur. Yah karena memasak juga bukan passion-ku, tapi aku senang kalau bisa dibantu oleh yang tersayang.
Selain itu karena bahasa cintanya quality time, tentu saja memasak bisa membuat kami meluangkan waktu bersama.
Apa lagi? Saat memasak pasti ada komunikasi produktif.
Padahal bab “Komunikasi Produktif” ini masih jadi PR banget lho buatku pribadi. Meskipun kami udah kaya teman (tapi nikah), tapi ada hal-hal yang kadang juga sulit ku ungkapkan.
Masalah komunikasi juga masih menjadi kendala sih sometimes. Aku tipe yang suka baperan, sedangkan dia orangnya pakai logika banget. Jarang bisa ketemu kan kalau ngga diomongkan!
Jadi menurutku melakukan kegiatan bersama yang menyenangkan seperti kolaborasi bersama suami di dapur tuh bisa mencairkan suasana. Bisa menghangatkan suasana bahkan bikin hubungan kami makin romantis.
Ngga mungkin kan kalau kita masak bareng tapi diem-dieman kaya orang marahan? Hahaha.
Pastilah ada obrolan ringan yang bikin hubungan kami makin manis.
Semanis Kecap ABC dalam Udang Kecap Bawang Putih
Langsung aja lah di eksekusi yuk bebikinan masakan kolaborasi suami istri masak di dapur. Demi mewujudkan bahtera rumah tangga yang makin manis, assyyeeekk. Juga demi memenuhi kantong bahagia bahasa cinta masing-masing.
Ceileee..
Terus aku yang ngga hobi bikin food preparation cuma punya udang sama pernak pernih bawang. Cuss lah aku kepo resep-resep di website ABC. Kok ya pas banget nemu resep udang yang gampang banget bahan-bahannya.
Bahan:
- 250 gr udang kupas
- 3 siung bawang putih, cincang halus
- 1 buah jeruk nipis
- 1 buah bawang bombay
- 1 buah cabai merah
- Seledri
- Garam
- Lada
- Kecap Manis ABC
Cara Membuat:
- Bersihkan udang dan beri sedikit perasan jeruk nipis biar ngga amis.
- Panaskan minyak, tumis bawang dan masukkan bombay juga cabai merah iris.
- Setelah harum, masukkan udang sampai berubah warna.
- Tambahkan Kecap Manis ABC Perasan Pertama. Aduk rata.
- Bumbui dengan garam dan lada secukupnya. Koreksi rasa.
- Hidangkan dan taburi dengan cincangan seledri.
Tapi aku sedikit modifikasi aja ya. Kami menyesuaikan dengan bahan-bahan yang ada di kulkas aja lah. Ini cepet banget dan ngga rempong.
Masalah rasa bisa diadu lah. Ngga masalah juga sih, anak-anak suka tuh buktinya. Untung lho kebantu sama Kecap Manis ABC yang bikin masakan kami jadi kaya rasa!
Serunya Rangkaian Kegiatan #SuamiIstriMasak Bareng Kecap ABC
Kampanye #SuamiIstriMasak ini sebenarnya udah dimulai sejak 2018 lalu. Kecap ABC memberi dukungan pada isu kesetaraan gender melalui kampanye “Suami Sejati Mau Masak, terima Kasih Perasan Pertama”.
Kampanye ini berangkat dari fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu negara di mana lebih dari 75% pekerjaan rumah tangga dibagikan antara suami dan istri (studi HILL ASEAN 2018).
Ada studi juga yang mengindikasikan bahwa pekerjaan rumah tangga yang paling rendah dibagikan antara pasangan suami istri adalah memasak, yakni hanya 3 dari 10 suami yang membantu istri di dapur.
Artinya, memang kesetaraan gender masih berlaku di negeri ini, tak hanya di dapur.
Aku jadi ingat iklan yang sempat fenomenal dan menohok banget saat itu.
Seorang ayah yang pulang kerja sedang menanyai anaknya yang lagi ngegambar. Saat itu ibunya juga baru pulang kerja dan lagi masak.
Anaknya lagi menggambar Superbunda. Ayahnya tanya, “kekuatan Superbunda apa?”
Sang anak menjawab, “bangun pagi, kerja, juga masak”. Sedangkan ayahnya cuma bisa ngantor, padahal Bunda sudah ngantor masih bisa masak.
Sang ayah merasa menyesal dan merasa bersalah banget. Merasa tak berguna dan lemah, mendekati sang istri ke dapur dan bilang, “Maaf ya, enggak pernah bantu. Harusnya kalau kamu bisa kerja, aku juga bisa masak.”
So sweeeetttt!
Kalau ibu bisa kerja dan masih bisa masak, kok ayah ngga mau bantu ibu? Kecap ABC, bantu suami sejati masak lebih baik.
Pada 2019 juga Kecap ABC menginisiasi kampanye selama Hari Kesetaraan Perempuan. Jadi kampanye #SuamiIstriMasak ini sebagai bentuk komitmen kecap ABC mengedukasi masyarakat Indonesia tentang kesetaraan gender.
Pada 2020 juga mengadakan kolaborasi dengan platform edukasi yang udah ngehits untuk melibatkan anak-anak dalam kampanye Hari Kesetaraan Perempuan.
Kampanye ini menyasar generasi muda secara khusus dengan memberi edukasi tentang kesetaraan gender. Penting sekali mendidik dan mendorong generasi muda untuk memiliki pemahaman tentang kesetaraan gender sejak dini.
Ini yang dipercaya akan menjadi modal besar ketika berkeluarga. Heinz ABC menggagas gerakan ini untuk mengubah persepsi amsyarakat dan membangun perilaku lebih baik di kalangan anak muda.
Pada 2021 pun Kecap ABC menggandeng kolaborasi Titi Kamal dan Christian Sugiono untuk menekankan pentingnya kolaborasi suami dan istri di dapur.
Ternyata mas Tian tuh ngga sungkan membantu mba Titi menyelesaikan pekerjaan di dapur.
“Saya suka melihat Titi sibuk di dapur dan terkadang terlihat lelah. Jadi saya suka ikut membantu Titi di dapur misalnya pada saat menyiapkan makanan untuk keluarga pada waktu weekend,” cerita Tian.
Lihat video di bawah ini deh:
Setelah lihat video #SuamiIstriMasak Kecap ABC di atas, aku jadi pengen masak bareng sama suami dan terinspirasi bikin tulisan ini. Karena selama ini kami masaknya sendiri-sendiri hehehe.
Ternyata seru banget ya. Kami jadi bisa menambah tangki bahagia dengan mencukupi bahasa cinta masing-masing. Kami bisa saling bertukar ide, komunikasi produktif lebih kreatif, menyampaikan perasaan, dan bikin hasil karya bersama yang ternyata disukai anak-anak.
Kamu juga deh, ikutin kampanye #SuamiIstriMasak di dapur. Yakin deh bakal menemukan greget baru buat pasutri jadul.
Yuk mulai momen manismu di dapur bareng Kecap ABC!
Referensi:
https://www.heinzabc.co.id/recipe/Udang-Kecap-Bawang-Putih-160037300233?categoryid=2000001
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200903121405-289-542333/kecap-abc-kampanye-soal-kesetaraan-gender
https://mix.co.id/marcomm/brand-communication/kampanyekan-kesetaraan-gender-kecap-abc-hadirkan-akademi-suami-sejati/
https://pressrelease.kontan.co.id/news/kecap-abc-dukung-kolaborasi-suami-istri-di-dapur-lewat-kampanye-suamiistrimasak
https://riliv.co/rilivstory/bahasa-cinta-penting/
https://wolipop.detik.com/love/d-5704552/mengubah-stigma-peran-perempuan-di-dapur-dimulai-dari-keluarga