Pagi itu hujan tak kunjung reda, aku pun tak lagi sabar menunggu. Dua hari sebelum puasa Ramadan, aku berkesempatan melakukan kunjungan ke salah satu tempat bersejarah kota ini.
Kalau aku menyebutkan tentang Hotel Pelangi, apa yang terbersit dalam pikiranmu?
Lahir dan dibesarkan di kota ini, tak serta merta membuatku pernah mampir ke penginapan tertua di Malang. Namun kalau mendengar tentang Hotel Pelangi, pasti aku langsung membayangkan hotel tua yang masih ada sentuhan kolonialnya. Satu kata untuk menggambarkannya: klasik.
Pun hujan tak menyurutkan besarnya rasa ingin tahuku tentang sejarah Hotel Pelangi, menyusuri lorong sejarah mendengar cerita dari masa lalu.
Aku memutuskan berangkat.
Bertemu dengan teman-teman Jelajah Malang yang sama antusiasnya menelusuri masa lalu di bangunan tua ini. Tentu saja didampingi mas Iskandar sebagai tour guide kali ini.
Baca Juga: Destinasi Wisata di Jogja yang Dekat dengan Stasiun
Table of Contents
Tujuh Kali Berganti Nama
Kalau kamu berkunjung ke Alun-Alun Kotak Kota Malang yang dekat Masjid Jami’ maka tepat di Jalan Merdeka Selatan No.3, di depan Bank Mandiri akan terlihat sebuah hotel klasik.
Kini Bernama Hotel Pelangi, berdiri di tengah hiruk pikuk keramaian pusat kota Malang. Kalau kamu membaca ada café Lapidoth, sebenarnya dari sanalah embrio pendirian hotel tua ini.
Seorang Belanda Bernama Abraham Lapidoth (1836-1908) mendirikan Hotel Lapidoth sekitar tahun 1860.
Kemudian pada 1870 namanya diganti menjadi Hotel Malang. Masih berarsitektur rumah Joglo dengan tradisi Jawa yang sangat tradisional seperti pendopo (rumah tinggal besar). Kamar mandinya sederhana banget, bahkan jalanan depannya juga belum diaspal.
Sayangnya, nama Hotel Malang tak berlangsung lama, sekitar tahun 1900 namanya menjadi Hotel Jensen. Saat itu Malang cuma punya dua hotel, selain Hotel Jensen ada Hotel Jansen di Regentstraat (sekarang Jl. Agus Salim). Sama-sama memiliki 50 kamar.
Tahun 1920 Hotel Jansen dihancurkan dan disulap menjadi Gedung pertokoan yang kini kamu kenal sebagai Mitra dan Gedung Gajah Mada Plaza.
Pemerintah Belanda bekerja sama dengan biro arsitek AIA Belanda dan membangunnya pada 1915 dikarenakan pemilik Hotel Jansen meninggal. Diresmikanlah menjadi Palace Hotel.
Saat itu tahun 1900-1915, sentuhan kolonial menjadi sangat kental karena di tengah bangunannya ada menara kembar yang menjulang tinggi untuk pengawasan. Palace Hotel menjadi hotel terbesar di Malang dengan 126 kamar.
Lain cerita lagi saat pendudukan Jepang sekitar 1942-1945, ganti nama lagi dong jadi Asoma Hotel. Karena Jepang juga cuma sebentar ya nama ini juga ngga bertahan lama sih. Namanya balik jadi Palace Hotel.
Pada 1953 Palace Hotel dibeli pengusahan dan kontraktor dari Banjarmasin Bernama Sjchran Hoesin (1920-1999). Bangunan baru yang menghilangkan tower kembar. Kemudian beliau mengganti namanya menjadi Hotel Pelangi pada 1964.
Saat ini Hotel Pelangi dikelola oleh generasi kedua keluarga Sjachran.
Bangunan Tua Saksi Bisu Malang Bumi Hangus
Kalau Bandung punya Bandung Lautan Api, Surabaya punya Pertempuran Surabaya, Malang juga punya Malang Bumi Hangus. Tahu ngga kisahnya?
Peristiwa ini dimulai dari mendaratnya pasukan militer Belanda yang kita kenal sebagai Agresi Militer Belanda I pada 1947 lalu. Wilayah Malang saat itu dikenal sebagai basis pangkalan militer dan pusat distribusi perdagangan hasil bumi seperti kopi dan gula.
Salah kalau kamu berpikir Belanda yang melakukan aksi membumihanguskan berbagai bangunan di kota ini.
Awalnya para pemuda kota Malang memang merancang berbagai strategi agar pasukan Belanda ngga bisa masuk. Pada 22 Juli 1947, pasukan Belanda berhasil memasuki Lawang, Kabupaten Malang. Strategi pertamanya dengan menumbangkan pohon-pohon besar sebagai akses penutupan jalan di perbatasan.
Kemudian Gerilyawan Rakyat Kota dan Tentara Republik Indonesia Pelajar menyiasati untuk menggentarkan tentara Belanda dengan membakar bangunan-bangunan strategis di dalam Kota Malang. Tujuannya agar bangunan itu ngga dimanfaatkan sama kolonial.
Ada sekitar 1000 bangunan yang dibakar. Termasuk di dalamnya Balai Kota Malang, Hotel Pelangi (yang masih Palace Hotel), Mal Sarinah, Sekolah Cor Jesu, Pabrik Rokok, Pertokoan Kayutangan, hinga rumah-rumah di Celaket, Ijen, dan Rampal.
Pemerintahan kota sementara dipindahkan ke Palace Hotel, saat balaikota dibakar. Pegawai beserta sebagian penduduk mengungsi ke Malang Selatan.
Akhirnya Palace Hotel tak luput dari si jago merah dalam aksi pembumihangusan oleh para pejuang. Kondisinya benar-benar rusak berat dan ngga berfungsi. Pun turut menghancurkan dua menara kembar yang menjadi icon-nya.
Hingga kemudian pelan-pelan berbenah setelah dibeli pengusaha Banjarmasin.
Baca Juga: Tempat Oleh-oleh di Bali, Spot Berburu Buah Tangan Keluarga Tercinta!
Lukisan Bahan Keramik Bercerita Desa Belanda
Ada yang menarik saat diajak memasuki sebuah ruangan besar di tengah hotel. Kamu akan melihat 22 lukisan keramik yang mengelilingi dindingnya
Semua lukisan keramik ini menggambarkan suasana di wilayah Belanda. Mas Iskandar menjelaskan kalau lukisan ini tujuannya buat mengobati rasa kangen orang Belanda yang menetap di Malang.
Misalnya lukisan berjudul Bu Duivendrecht yang menggambarkan sapi-sapi di padang rumput. Lukisan berjudul De Hoofdtoren te Hoorn menunjukkan bangunan Menara utama di antara rumah-rumah.
Bahkan desa-desa maupun bangunan di negeri kincir angin itu masih beberapa yang bangunannya masih ada hingga saat ini. Dan memang lukisan keramik ini jadi satu-satunya yang masih ada di Indonesia.
Keren banget!
Baca Juga: 5 Tempat Wisata Ramah Anak di Malang
Jalan-jalan Menyusuri Lorong Kamar Hotel
Memiliki jumlah sekitar 75 kamar, Hotel Pelangi punya 4 tipe kamar berbeda: Standard Room, Superior Room, Executive Deluxe Room, dan Suite Room.
Fasilitasnya juga cukup lengkap seperti ballroom, meeting room, coffee shop, hingga money changer.
Hotel ini juga memiliki aula dengan 4 macam tipe ruangan yaitu Concordia Hall (30-250 orang), Palace Meeting Room (25-40 orang), Sjachran Hoesin Ballroom (50-100 orang) dan VIP Meeting Room (5-10 orang).
Jangan salah, Hotel Pelangi cukup ramai hingga saat ini, selain lokasinya yang sangat strategis, tapi juga memiliki nilai historis.
Oh ya, Hotel Pelangi juga udah ditetapkan menjadi salah satu bangunan cagar budaya kota Malang lho. Jadi jangan sampai melupakan kisah sejarah di balik hotel yang kini berusia lebih dari satu abad ini.
Menikmati Sajian Bitterballen, Si Bulat dari Negeri Kincir Angin
Setelah puas jalan-jalan di area Hotel Pelangi, saatnya tea timeeeee!
Udah kenal Bitterballen kan?
Camilan asal negeri kincir angin ini memang cukup sering dijumpai. Biasanya tuh isinya potongan daging cincang yang dicampur potongan parsley. Rasanya gurih dan renyah dalam balutan tepung roti.
Kami menikmati Bitterballen ini sambil menyeduh teh panas dan menghabiskan siang itu dengan bercengkrama bersama.
Acara Jelajah Hotel Pelangi pun ditutup dengan foto bersama bareng temen-temen Jelajah Malang.
Kalau kamu berkesempatan mampir, saksikanlah bagaimana Hotel Pelangi ini masih berdiri tegak dengan kokohnya, menjadi saksi bisu perjuangan Arek Malang melawan penjajah. Menjadi bagian dari sejarah lahirnya kota Malang hingga hari ini.
17 Komentar. Leave new
Sayang banget menara kembarnya rusak, ya. Apa boleh buat … sejarah mengharuskannya bgitu. Menarik pasti menelusuri seluruh sudut hotel ini.
Wah hotel yang memiliki nilai historis. Masih aktif beroperasi juga. Keren deh.
Menarik nih hotel berasa museum, banyak nilai-nilai sejarah di dalamnya. walaupun dari luar bangunannya kelihatan sudah sangat berumur, tetapi bagian dalamnya justru terlihat masih fresh.
Pernah menginap di sini. Tahun 2000an. Ada perubahan minor pada bagian dalam dari foto yang ditampilkan penulis.
Iyaaa, bayangin udah 24 tahun lho. Emang ada beberapa perbaikan tapi masih menjaga keaslian bangunan karena udah masuk cagar budaya sih kakk..
Seneng deh kalau lihat masih ada bangunan bersejarah yang masih berdiri dan tetap difungsikan. Cuma agak aneh dengan pemilihan namanya -___- gonta-ganti sampai 7 kali tp kenapa gak ada yg easy listening semua y
Wkwkwkwk mungkin yang lebih diinget aja, jadi kita langsung ngehh, “ooo yang ituuu..”
Melihat dari fotonya aja udah keliatan ini hawanya sedikit “beda” yahh 😀
Bagi anak indihome ini wahana yang seru nih buat diexplore
Kelihatan yaa, heheh emang jaman kolonial sii bangunannya
Cukup panjang juga ya sejarah hotel ini. Sering berganti ganti nama juga. Semoga tetap bertahan seterusnya
ambience hotelnya vibesnya unik banget menurut saya, dari struktur bangunan juga dan warnanya, klasik mewah, wah ga tahu kalau sejarahnya sampai tujuh kali ganti nama
Wah aku kok baru denger nama hotel ini. Aku suka banget hotel tua bersejarah gtu walaupun org2 suka menghubungkan ma mistis2 atau apalah. Suka aja sama bangunan kokoh seperti itu.
Apa org2 Belanda suka nginep sana buat mengenang masa lalu? Kok sampai ornamennya pakai desain2 lukisan gtu? Makanannya jg banyak yang makanan yg diadaptasi dr kuliner Belanda ya?
Karena mereka rencananya emang menetap di Indonesia,jadi lukisan itu buat ngobatin kangen mereka ke tanahk kelahiran gitu lho mba hehe
Hampir 5 tahun di kota Malang, aku pun belum pernah tahu dan mendengar tentang hotel ini. Seru juga ya ternyata menjelajah hotel yang penuh sejarah. Kapan-kapan musti disempatin mampir, nih.
Vibesnya kayak lagi ada di jaman dulu. Dari lukisan-lukisan sampai interior bangunannya. Semoga ke depannya masih terus beroperasi ya
wah keren sih hotelnya, tapi bagi saya pribadi saya sering takut untuk menginap di hotel tua begitu. namun ulasannya bagus mba:)